Kenapa aku membuat ini?
Aku tidak tahu.
Biasanya pikiranku tidak kosong melompong macam isi hati kalian tapi kali ini benar-benar terjadi.
Pikiranku tak tahu harus berpikir apa.
Dulu kata Papa, harusnya Shinichiro selamat saja, yang mati biarlah dia.
Cukup kesal saat aku mendengar itu.
Tapi Shinichiro memang seharusnya begitu, hidup bahagia di sini bukan di sana.
Kupikir Manjiro akan menemukan ini karena kebiasaan nya mengobrak-abrik isi kamarku.
Tapi tak ada yang tahu.
Jadi, aku putuskan menulis ini.
Tulis tangan.
Barangkali aku salah, tegur aku.
Seorang Itona (Y/n) juga bisa melakukan kesalahan, itu finalnya, aku manusia juga.
Kau pikir aku apa? Robot?
Ya, mirip, sih.
Kalau-kalau aku jadi jahat karena pergaulanku, ingat apa kata Kazutora? Ini salah Mikey.
Ah, tidak. Aku bercanda.
Aku tau bercandaanku tidak lucu, itu hal biasa.
Manjiro, aku tau kau pria baik walaupun masih lebih baik Keisuke menurutku.
Nah, Manjiro, kalau kau memang baca ini, tolong baca sampai habis.
Aku suka menulis sesuatu seperti ini saat aku kadang tidak ada pekerjaan.
Bagaimana kabarmu? Ah, harusnya aku tidak perlu menanyai itu, ya?
Untuk apa pula? Kau saja sedang mencari makanan di kulkas apartemenku.
Kau tau, Manjiro? Rasanya ini semua salahku, aku yang bodoh mau berlagak sok pahlawan mengubah masa depan bersama Takemichi.
Lagipula harusnya aku bersyukur punya banyak teman baik.
Kata-kata yang mungkin sering aku ucapkan, aku mau pulang.
Benar-benar pulang kalau bisa.
Ini melelahkan.
Aku tau kau lebih lelah dari yang bisa dibayangkan, Manjiro. Tapi bagaimana? Bagaimana bisa kau bertahan sampai sekarang?
Kau mau bunuh diri? Ayo, kita bunuh diri bersama. Beban ini terlalu berat, bukan?
Ada kalanya aku merasa dunia tak adil.
Itu wajar.
Aku bahkan pernah melihat seseorang yang lebih merasa begitu ketimbang diriku.
Kenapa harus aku?
Apa karena Papaku wibu?
Papa, jangan marah. Aku tau kau sudah tua jadi, cukup baca saja, Pa.
Aku mencintaimu, Papa.
Kalau Mama, aku bukan mencintaimu tapi sungguh mencintaimu.
Dan, Manjiro, menyerah saja kalau memang mau menyerah.
Sakit rasanya melihatmu berjuang sendirian.
Tidak ada salahnya berehat sejenak.
Begitu juga Keisuke.
Kau baik sekali, Keisuke. Kenapa kau hadir di hidupku?
Bukan apa-apa, sih tapi kau ini freak.
Aku juga orang aneh, kenapa menulis ini saat kalian berada di apartemenku?
Tapi Keisuke, kau yang terbaik.
Kau selalu ada untukku. Aku suka saat kau menampilkan senyum hangat, taringmu jadi kelihatan dan itu lucu.
Belum lagi kau dan Chifuyu yang berlagak kalau kita ini seperti keluarga.
Keluarga apa? Keluarga lidah buaya.
Jujur saja, aku suka.
Kalian seperti anak dan ayah yang bertengkar saat berdebat tentang apa nama panggilan yang bagus untukku.
Tapi akhirnya kalian malah tidur dan melupakan hal itu.
Harusnya aku lebih ekspresif lagi, ya? Aku tidak tahu harus tersenyum selebar apa saat melihat kalian.
Saking bingungnya ingin selebar apa, aku jadi tersenyum di dalam hati saja.
Bukan hanya melihat Keisuke dan Chifuyu, tapi juga Manjiro, Mitsuya, Draken- ah, apa harus kusebut semua?
Oh, Emma, Hina, dan Yuzuha! Kalian teman yang paling kusuka. Paling paling paling kusuka.
Hanya kalian yang mengerti aku menyukai kuku palsu.
Aku suka kalian semua.
Kalian tahu? Apartemenku akan jadi kapal pecah sekarang. Manjiro dan Keisuke itu ringan tangan.
Ringan tangan untuk membuat sesuatu berantakan.
Huft, Manjiro, Keisuke, kalian ribut sekali.
Kenapa memasak mie di microwave? Gunanya panci itu untuk apa?
Bisa hancur tempat tinggalku...
Ah aku lupa bertanya.
Papa, sudah berapa kali kau dikembalikan untuk membuat dunia ini bahagia? Sepuluh? Lima belas? Dua puluh?
Oh, benar. Enam puluh delapan kali kau mencoba, bukan? Enam puluh delapan kali kau dikembalikan agar dunia berakhir bahagia.
Kenapa? Kenapa kau sebegitu berjuangnya? Apa karena kehidupan di dunia sana mirip seperti di sini? Aku tidak mengerti.
Kalau itu aku, aku akan memilih jadi angin saja.
Tapi ini Papa.
Orang yang ingin mati tapi malah hidup berkali-kali. Dikembalikan, dipaksa berjuang, dibebankan kebahagiaan orang-orang.
Aku tau Papa pernah ingin bunuh diri kalau saja Mama tak mencegah.
Percuma, ya?
Apa percuma jika aku bunuh diri?
Apa yang Papa katakan pada Mama sampai aku bisa di sini? Menggantikan tempatmu?
Apa Papa bilang “Aku mohon, aku lelah, jika saja aku punya keturunan, aku akan membuatnya menggantikanku.”
Apa begitu?
Meski Takemichi kembali ke masa lalu setelah berpegangan dengan Manjiro nanti, akhirnya dia akan mati lagi bukan?
Dia akan mati ditangan Sanzu saat pulang sekolah di hari pertama kembalinya ia ke masa lalu.
Benar, bukan?
Itu akhir saat Papa berhasil membuat dunia ini bahagia tapi masih ada satu orang ataupun lebih yang mati, bukan?
Dan jika sudah begitu, beberapa orang lainnya akan ikut mati di hari yang sama tanpa diketahui pelakunya, betul?
Aku seharusnya bisa saja menolak tapi pada akhirnya?
Dunia ini akan berputar kembali.
Aku akan berada di awal lagi setelah semua selesai. Bahkan selesai yang tak bahagia.
Dunia ini akan berhenti berputar saat berakhir bahagia, bukan?
Papa tidak bisa, ya?
Aku juga begitu.
Satu orang tertinggal, Pa.
Shinichiro Sano tak bisa kuselamatkan.
Dunia ini akan kembali berputar ke belakang.
Dimulai dari awal.
Selamat tinggal putaran kehidupan pertamaku. Aku akan menanti yang kedua bersama Keisuke jika perlu.
Itona (Y/n)
-- ¤ ----- ¤ --
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐓𝐇𝐑𝐎𝐍𝐄
Fanfiction-ˋˏ [Tokyo Revengers] ˎˊ- ━─━──── • ────━─━ Itona (Y/n) pernah mendengar itu, mendengar tentang Sano Manjiro yang tak terkalahkan, bocah itu cucu dari guru bela dirinya. Suatu hari, ia berkenalan dengan Baji. Teman dari Manjiro itu tak sengaja...