21. Dia Datang

13.1K 996 76
                                    

HAPPY READING

Aleasha memasang alarm pada dini hari, sebab Leo sudah mulai masuk kerja. Dia mendapat jadwal keberangkatan jam tujuh pagi, kemungkinan Leo ke bandara setelah subuh.

Dia masih tinggal dirumah orangtuanya, sampai Leo pulang kerja, baru pindah rumah. Walaupun Leo sudah mendingan, Aleasha takut tiba-tiba vertigonya kambuh. Maka dari itu, ia menyimpan obat vertigo di tas Leo.

Leo sudah lengkap dengan seragamnya, ia sedang anteng minum susu almond di kursi rias milik Aleasha, menghadap ke cermin. Aleasha sedang menata tatanan rambut Leo, sambil memberikan krim perawatan muka ke suaminya. Seperti ibu dandanin anaknya yang mau sekolah.

"Kamu yakin udah sembuh?" Aleasha mencemaskan hal ini dari semalam.

"Yakin."

"Mau take off atau udah sampai di tujuan, kabarin saya pokoknya. Kalau udah mendarat lagi di Jakarta, bilang saya. Nanti saya jemput kamu,"

"Jadwalnya jam sembilan malam saya sampai bandara Jakarta, itu pun kalau gak ada delay atau keterlambatan lain. Mungkin bisa pulangnya lebih larut. Kamu gak usah jemput, saya dianter supir antar jemput dari Star Airlines,"

"Semoga aja bisa tepat waktu. Kamu harus selalu kabarin saya."

"Kok bawel?"

"Abisnya saya gak yakin kamu udah sembuh. Sebelum tidur, kamu masih mual,"

"Tapi sekarang udah enggak, i'm okay." Leo tersenyum menatap Aleasha dari cermin, seolah memberikan pertanda dirinya baik-baik saja.

"Terima kasih udah mau ngerawat orang jompo kayak saya dari kemarin, kayak apa yang Lio bilang,"

"Lah? Kamu denger pas Lio ngomong begitu?"

"Denger, saya itu udah bangun tapi masih pusing, jadi saya merem aja. Saya denger Mama nagih cucu ke kita. Maaf ya, saya masih dalam pendirian saya."

"Kemarin Mama kecewa, soalnya dikira kamu mual karena saya hamil, kayak Lio yang ngalamin gejala kehamilan El."

"Salah sendiri, ekspektasi Mama ketinggian. Dikira mual penyebabnya hanya karena istri hamil?"

"Segitu aja Mama udah kecewa, gimana kalau Mama tahu keputusan kamu yang gak mau punya anak?"

"Kecewa sih pasti, mungkin saya gak dianggap anak lagi sama Mama karena saking maunya cucu tapi saya gak bisa ngasih. Balik lagi, ini keputusan tiap orang dan kita harus menghargai itu."

Tapi saya gak mau, gak setuju, kamu egois.

Rambutnya selalu keren kalau di dandanin Aleasha. Leo seperti punya hairstylist pribadi, istrinya memang serba bisa. Leo makin suka. "Gak usah rapi banget gak apa-apa, nantinya juga ditutup topi. Percuma,"

"Kerapian pangkal keindahan. Biar ganteng kalau rambutnya rapi, lagian di kokpit bakal lepas topi."

"Terus selama ini apa? Saya jelek?" selak Leo merasa tersinggung.

"Kamu yang bilang sendiri,"

"Ganteng menurut kamu yang gimana? Yang brewokan, mancung, keturunan Arab?" Jika selera Aleasha seperti itu, Leo jauh dari kata ganteng. Gak ada arab-arabnya.

36.000FTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang