49 . Happy Birthday lun!

25.1K 2K 169
                                    

Bukankah setiap orang yang terkena masalah akan menganggap dirinya paling menderita?

--oOo--

Aluna menaruh mangkuk besar berisi spaghetti carbonara untuk makan malam mereka. Ia tidak punya pilihan lain selain itu karena kulkas Arsen sangat kosong. Katanya sih, belum sempat belanja ke supermarket.

Sebenarnya ada beberapa indomie di laci dapur, tapi menurut Aluna spaghetti jauh lebih baik daripada mie instan.

"Aku enggak mau tahu yaa, nanti kalau udah sembuh harus belanja bahan makanan!"

"Iyaa sama kamu,"

"Horang kaya kok kulkas kosong? Mana mie instan banyak banget, situ anak kos?"

"Iyaa sayang iyaa,"

"Yaudah buruan dimakan, nanti keburu dingin itu spagethinya."

Ia mulai memakan dengan khidmat, lalu setelah beberapa suap barulah ia sadar kalau Arsena hanya diam.

"Kenapa gak makan?"

"Kan lagi sakit,"

"Iyaa terus?"

"Suapin,"

Baik Aluna, tahan untuk tidak tersenyum sebentar. Arghhh!! Bagaimana bisa seorang pria berumur 27 tahun itu terlihat sangat menggemaskan?

"Yaudah sini," Aluna mulai menyuapkan Arsen.

"Enak yaa sakit,"

"Kalau ngomong suka prik nih ah, mana ada sakit itu enak!" ucap Aluna tak habis pikir.

"Enak, soalnya kamu jadi perhatian walaupun galak."

"Oh, jadi sebelum-sebelumnya aku enggak perhatian gitu?" Aluna bertanya sinis.

"Bukan gitu sayang,"

"Bikin giti siying!"

"Oiyaa, konsep pernikahan kita aku setuju kalau outdoor."

"Bisa banget ngalihin pembicaraan ya pak," Aluna menatap sebal pada pria itu. "Kenapa kamu tiba-tiba berubah pikiran? Bukannya kemarin kekeuh bangeh milih indoor?"

"Saya cuma mau mewujudkan pernikahan impian kamu,"

Aluna tersenyum. "Aku suka banget sama pantai. Jadi, kita buat pesta dipinggir pantai yaa?"

"Okee, terus apalagi?"

"Hm, sebenernya sih pengen diatas kapal pesiar gitu. Tapi, enggak usah deh!"

"Kenapa?"

"Biayanya pasti besar banget, setelah aku pikir-pikir uangnya lebih baik untuk anak nanti."

"Kalau kamu berpikir uangnya lebih baik untuk anak, mereka sudah saya persiapkan jauh sebelum saya mengenal kamu."

"Maksudnya?"

"Saya sudah menyiapkan beberapa investasi yang bisa mereka kelola,"

"Beneran?" tanya Aluna. Ia memasang wajah kaget.

"Meskipun usaha yang saya berikan itu adalah hak mereka, milik mereka. Anak-anak saya harus memulai semuanya dari nol, saya tidak langsung mengizinkan mereka menjadi bosnya meski itu diperusahaan mereka sendiri."

"Mereka harus belajar merintis, dan merasakan rasanya menjadi staf diperusahaan sendiri."

Aluna lagi-lagi kagum dengan pemikiran Arsen. Pria itu sudah menyiapkan perusahaan dan usaha untuk anaknya yang bahkan belum lahir.

Hi, Pak Dosen! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang