Vote sebelum baca🌟
Ringisan samar keluar dari mulut Krystal, membuat Damian yang baru keluar dari kamar mandi merasa terkejut. Pria tampan itu menghampiri Krystal dengan langkah besar. "Kau kenapa, amour?" Tanyanya panik.
Krystal membuka sedikit matanya dan menatap pria di hadapannya dengan tatapan memelas. "Perutku sakit." lirihnya.
Mata Damian membola kaget. "Kita ke rumah sakit sekarang." Paniknya. Hendak menelpon bawahannya untuk bersiap pergi ke rumah sakit. Namun, Krystal menghalangi.
"Tidak perlu ke rumah sakit."
"Tapi, amour---"
"Aku sakit perut karena datang bulan, bukan karena hal lainnya." Jelas Krystal cepat sebelum Damian semakin panik.
Setelah mendengar penjelasan Krystal, barulah pria itu lega. Wajahnya kembali santai. Tak setegang tadi lagi. "Ku pikir kau kenapa-napa, amour."
"Memangnya kau pikir aku kenapa?" Kekehnya.
Damian menggaruk tengkuknya. "Keracunan makanan."
Krystal menggelengkan kepala heran. "Bagaimana mungkin aku keracunan makanan di saat kau sendiri selalu memperhatikan makanan yang hendak ku konsumsi." Cetusnya.
Damian menyengir mendengar perkataan Krystal. Yah, dia memang selalu memperhatikan makanan Krystal.
"Lalu, bagaimana sekarang? Apa yang harus kulakukan untuk mengurangi rasa sakit yang kau rasakan?" Tanya Damian sungguh-sungguh lantaran tak tega melihat wajah menahan sakit istrinya.
"Tidak ada yang bisa kau lakukan. Tapi, tenang saja. Nanti sakitnya juga menghilang dengan sendirinya."
Pria itu tertunduk lesu sedangkan Krystal tersenyum gemas. Damian terlalu perhatian. Betapa beruntungnya ia bisa bertemu pria seperti Damian ... Setidaknya untuk sekarang.
"Ah iya, belikan aku pembalut. Harus kau sendiri yang membelinya karena aku malu kalau orang lain yang membelinya."
Tiba-tiba saja. Krystal tertarik untuk mengerjai Damian. Membayangkan pria itu pergi membeli kebutuhan wanita saja sudah membuatnya merasa terhibur. Apalagi kalau Damian sampai melakukannya.
Sementara itu, Damian mengangguk tanpa ragu. "Baiklah. Aku akan membelikannya untukmu. Berapa yang harus dibeli?"
Krystal melongo. Bukan seperti itu reaksi yang diharapkannya. Ia ingin Damian menolak dan dia akan memaksa.
"Dua bungkus aja."
"Memangnya cukup?"
"Entahlah."
"Oke. Aku akan membelikannya lebih banyak untukmu. Kau tunggu sebentar di sini. Aku pergi dulu."
Damian mengecup puncak kepala Krystal singkat sebelum pergi. Meninggalkan Krystal yang berdecak tak percaya tapi juga senang di saat bersamaan.
Bagaimana mungkin Krystal tak senang jika mengetahui Damian pria yang sangat dapat diandalkan. Melakukan apapun yang disuruhnya tanpa membantah.
Oh astaga, rasanya Krystal mulai luluh dan leleh. Tak bisa keras lagi karena hatinya sudah jatuh cinta ke Damian.
Harusnya pengalaman buruk membuatnya menutup hati rapat-rapat untuk seseorang. Namun, Damian terlalu pintar menyelip masuk ke dalam hatinya dan mencuri hatinya. Membuatnya lupa diri dan jatuh cinta. Dan sekarang, bahaya sudah mengintainya. Bahaya penghianatan dan sakit hati untuk kedua kalinya.
Terserah lah. Krystal pasrah saja pada takdir. Krystal akan menjalani apa yang di depan matanya dan melupakan kejadian di masa lalu meskipun sangat sulit.
Masa lalu kelam itu terlalu mengikatnya, mengekangnya, dan membelenggunya. Seakan tak pernah mau membiarkannya bebas dan mencari kebahagiaan baru.
Kenangan buruk terus terngiang. Menghantarkannya pada rasa takut berkepanjangan.
Tapi kembali lagi ke awal, Krystal hanya ingin menikmati alur kehidupannya. Melewati hari-hari menyenangkan bersama Damian tanpa mengetahui bagaimana akhir dari kisah mereka.
Lamunan Krystal mendadak buyar kala merasakan hpnya bergetar. Bergegas mengambil hp dan mengangkat telepon.
"Halo, nona. Kami sudah mengirimkan berkas yang Anda minta," kata orang di sebrang sana.
Krystal terdiam sejenak.
Ia hampir lupa kalau menyuruh orangnya untuk mengirim berkas perceraian ke rumah tapi memanipulasi isi luarnya dengan embel-embel pengiriman pakaian. Hal tersebut dilakukannya supaya Damian atau pun orang lain tak menaruh rasa curiga.
Sebelumnya, Krystal sudah berencana untuk menyerahkan surat cerai itu ke Damian saat mereka pulang dari liburan tapi siapa sangka, dia tak bisa menahan perasaannya saat sudah berada di sini.
Perasaannya meluap-luap dan menjadi tak terkendali kala menghabiskan waktu di sini.
"Baiklah, terima kasih."
Krystal rasa tak masalah membiarkan surat perceraian tersebut berada di rumah karena tidak akan ada yang berani membuka barang tuan rumah.
Nanti kalau sudah pulang, akan langsung dia bakar supaya Damian tak menemukannya.
Sambungan telepon terputus.
Krystal tidur telentang. Menatap lurus langit-langit kamar.
"Aku sangat bodoh karena jatuh dalam permainan ciptaanku sendiri." Kekehnya meratapi nasib. Krystal meraup wajahnya gusar. Menghela nafas kasar dan membuang pikiran-pikiran negatif yang mendadak berkeliaran di dalam otaknya.
"Bagaimana kalau akhir kisah cintaku dan Damian seperti akhir kisah ku dengan William? Apa yang harus kulakukan kalau hal serupa terjadi untuk kedua kalinya? Haruskah aku menyerah dan pergi dari dunia ini?"
Krystal lelah. Jika seandainya kejadian buruk kembali menimpanya.
Krystal tak akan sanggup lagi berdiri dan melawan takdir karena sebenarnya, Krystal bukan lah wanita yang tangguh.
Krystal rapuh. Sangat rapuh. Mudah dihancurkan dalam sekejap mata.
"Ya. Sepertinya aku pergi saja dari dunia ini. Aku tidak ingin merasakan pedihnya penghianatan lagi. Aku juga tidak ingin berjuang untuk balas dendam lagi."
Krystal tertawa kecil atau lebih tepatnya tertawa ironis. Ia sudah terlalu lelah dipermainkan oleh takdir.
Bersambung....
So, gimana lebarannya?
Menyenangkan?
Dapat THR banyak?
Atau malah dibanding-bandingkan dengan yang lainnya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Krystal's Revenge
RomanceTragedi demi tragedi terus menimpa Krystal hingga menghancurkan gadis itu tanpa sisa. Krystal disiksa dan dibunuh oleh orang-orang yang sangat dipercayainya. Di akhir kehidupannya, Krystal berharap bisa kembali ke masa lalu supaya bisa membunuh semu...