Part 42🌻

31.9K 4.8K 613
                                    

Jangan lupa vote sebelum baca🌟

‍Krystal menatap Damian ragu-ragu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

‍Krystal menatap Damian ragu-ragu. Antara mau menceritakan semuanya atau malah menyembunyikannya.

Keraguan dan ketakutan melandanya. Krystal takut Damian tak bisa berpikir jernih setelah mendengar penjelasannya dan mengurungnya lagi.

Tentu berakhir sia-sia penjelasannya. Ataukah memilih diam dan menghancurkan bukti supaya Damian tidak akan mengetahuinya sampai kapanpun. Masalahnya, ia sendiri pun tak tahu dimana surat itu berada.

Habislah dia. Untung saja tanda tangannya belum tertera di dalam surat perceraian itu sehingga saat Damian mengetahui surat tersebut, ia bisa menjelaskan dan mengelak dari kesalahannya.

"Kau kenapa, amour? Kenapa malah melamun?" Tegur Damian lantaran tak mendapatkan jawaban yang diinginkannya.

Krystal menghela nafas kasar. "Sebenarnya aku sedang menahan sakit di kaki dan kepalaku." Bohongnya. Tapi, hatinya risau. Memikirkan kemungkinan Damian mengetahui dari orang lain. Berakhir mengurungnya dan mencurigainya.

Mata Damian membola kaget. "Kepalamu juga sakit?"

Krystal mengangguk.

"Kenapa bisa sakit?"

"Tadi kepalaku menghantam pintu kamar mandi."

Damian semakin panik. Buru-buru mengecek kepala Krystal. Saat melihat luka di kening Krystal yang tertutupi poni, Damian semakin panik. "Astaga! Keningmu ternyata berdarah, amour."

Damian bergegas mengambil kotak obat dan mengobati luka Krystal.

Perhatian Damian itu kian menggerakkan hati Krystal. "Damian." Panggilnya. Dia sudah memutuskan untuk jujur ke Damian. Apapun yang terjadi, dia akan menerimanya karena itulah resiko atas tindakan gegabahnya.

"Sakit ya? Aku akan lebih pelan-pelan lagi, amour."

Krystal mengambil nafas dalam-dalam. "Bukan itu tapi masalah lain."

Damian terus fokus mengobati luka Krystal. "Masalah apa, amour?"

Krystal meringis pelan karena merasa jantungnya berdegup kencang akibat mau mengakui kesalahan besarnya. Namun, ia telah bertekad untuk jujur.

"Sebenarnya, sebelum pergi ke sini, aku sudah memerintahkan pengacara keluargaku untuk mengirimkan surat pe--"

Perkataan Krystal terpaksa berhenti oleh bunyi bel. Gadis cantik itu mencak-mencak di dalam hati karena diganggu.

Secara kebetulan, Damian telah selesai mengobati luka di kening Krystal. "Sepertinya dokter sudah sampai. Aku akan membuka pintu dulu, amour."

Krystal memukul bantal di sampingnya kesal kala Damian pergi ke arah pintu. "Padahal aku sudah mengumpulkan semua keberanian ku untuk jujur ke Damian tapi malah diganggu oleh orang lain. Menyebalkan."

Gadis cantik itu memasang wajah polosnya ketika Damian kembali menghampirinya bersama perempuan berjas putih.

Kemudian, ia pun mulai mendapatkan pemeriksaan dari sang dokter. Selama pemeriksaan berlangsung, Krystal tak bisa fokus karena pikirannya terus tertuju pada pengakuannya ke Damian. Ia tak sabar dokter segera pergi dari rumahnya supaya bisa melanjutkan ucapannya yang tertunda.

Mulutnya sangat gatal ingin mengakui kebenaran sekarang juga tapi keberadaan sang dokter tak memungkinkan hal tersebut terjadi.

Ini masalahnya dan Damian. Orang lain tidak boleh tahu.

Krystal meminum obat pemberian dari dokter tanpa pikir panjang akibat sudah tak sabar menyelesaikan semuanya.

Tapi, Damian pada dasarnya sangat protektif ke Krystal hingga menahan dokter untuk memastikan keadaan Krystal baik-baik saja.

Hingga pada akhirnya, Krystal pun mengantuk dan jatuh ke alam mimpi tanpa sempat menjelaskan semuanya ke Damian.

****

"Jadi, sampai akhir, perjuanganku berakhir sia-sia, amour?"

Suara Damian terdengar lirih dan kecewa sedangkan tatapannya menyiratkan rasa sakit hati mendalam. Di tangannya terdapat bilahan pisau tajam yang berlumuran darah.

Hal tersebut membuat Krystal terdiam terpaku. Kakinya terasa kaku dan mati rasa hingga tak bisa menghampiri Damian untuk menghentikan kenekatan pria itu.

Gadis itu semakin tertegun kala mendengar suara tawa menyedihkan Damian. Ia mengigit bibir bagian dalamnya melihat Damian berjalan menghampirinya.

"Ku pikir, selama ini kau sudah membuka hati untukku karena melihat responmu, Krystal. Tapi, ternyata dugaanku salah. Aku terlalu banyak berharap dan berkhayal."

Damian menyobek surat perceraian, tepat di depan wajah Krystal. "Daripada bercerai denganmu, lebih baik aku mati!" Katanya tegas.

Damian menempelkan pisau ke lehernya sambil tersenyum getir. "Maaf, Krystal. Aku terlalu egois. Aku tidak bisa melepaskanmu."

Krystal menggeleng panik dengan air mata yang bercucuran. "Jangan! Jangan melakukan itu!"

Damian menatap Krystal penuh luka. "Kenapa kau selalu seperti ini, Krystal? Kau bersikap seperti mencintaiku tapi kenyataannya tidak. Kau hanya berniat memanfaatkan ku dan mencampakkan ku setelah tujuanmu tercapai."

Krystal menggeleng kuat. "AKU MEMANG MENCINTAIMU!"

Damian menatap Krystal datar. "Bohong!"

Krystal berlutut di kaki Damian dan memeluk kaki pria itu erat seraya menahan Isak tangis. "Aku memang mencintaimu, Damian. Maafkan aku. Sebelumnya aku memang berniat bercerai denganmu setelah kita pulang dari sini tapi kebersamaan kita selama di Swiss ini menyadarkanku bahwa aku sudah jatuh cinta padamu. Aku ingin melanjutkan pernikahan kita. Aku ingin selalu hidup bersamamu. Aku minta maaf. Tolong maafkan tindakan bodohku dan jangan melukai dirimu sendiri."

Bersambung...

Kira-kira bagaimana selanjutnya?😌

firza532

Krystal's RevengeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang