Give a Color?

15 3 0
                                    

Kaca menghempaskan badannya gusar pada sebuah kasur dengan seprei motif buah peach dan dasar warnanya biru denim. Begitu mencolok bukan? Tapi itulah Kaca, dia begitu menyukainya.

Perempuan itu masih merasa kesal pada sang kakak yang tak mau menjelaskan padanya perihal kata Achromatopsia. Hingga kini jarinya tengah sibuk me- scroll layar handphone untuk mencari sebuah arti dari kata yang di ucapkan oleh Kayu tadi sore. Dia menekan lama tombol tengah pada layar handphone-nya di bagian bawah, hingga muncul sebuah pemberitahuan pencarian.

Kaca menyebutkan kalimat 'arti dari Achromatopsia', untuk mencari sebuah penjelasan. Sesuatu muncul di layar handphone dengan beberapa halaman yang memuat arti dan juga penjelasan dari kata itu, hingga kaca dengan cepat memilih salah satu dari laman tersebut dan membukanya.

Dia membaca dengan pelan sembari memahami dengan seksama apa yang tertulis di sana. Hingga sebuah kalimat yang dibacanya itu membuat Kaca seketika diam mematung, bahkan degh, jantung Kaca tiba-tiba berdetak cepat beriring rasa khawatir. Terasa sedikit sesak rasanya setelah perempuan itu mengetahui dengan jelas arti dari kata yang diucapkan oleh Kayu.

"Jadi maksudnya Abang tadi ... Buta warna itu bukan hanya sebuah arti? melainkan sebuah penyakit yang di derita oleh seseorang?" Kaca terkaget setelah mengetahui maksud dari ucapan Kayu, Kaca masih membantah tak percaya jika lelaki pujaan hatinya itu tidak bisa melihat warna.

Dia seketika bangkit dari kasurnya, dan bergegas kembali menghampiri Langit yang masih saja duduk sembari melihat televisi.

"Abang ...," teriaknya nyaring pada sang kakak, ia menghempaskan diri di sofa dan duduk di samping Langit.

Perempuan itu memakan kentang goreng yang ada di tangan sang kakak, padahal Langit sudah ingin memasukkan kentang goreng itu ke mulutnya.

"Kenapa teriak malam begini sih dek? Suara mbak Kunti aja kalah nyaring sama kamu ...," sahut langit sedikit mengejek, membuat Kaca menatap tajam pada sang Kakak.

"Cih, Abang menyamakan Kaca dengan setan?" Kaca mendengus kesal pada sang kakak, bisa-bisanya lelaki itu bilang kalimat seperti itu di malam hari, membuat bulu kuduk Kaca sedikit merinding.

"Enggak gitu Adeknya Abang ... Memangnya ada apa sih?" tanya kayu pada perempuan yang begitu saja menyeruput susu hangat yang baru saja dibuatnya sampai habis setengah.

"Misal nih ya Bang, ada seseorang yang berucap dia punya rahasia, tapi yang dia ucapkan cuman kata Achromatopsia, apa maksudnya ya itu, Bang?"

Kaca hanya ingin memastikan bahwa kesimpulan yang dia buat adalah salah, sehingga ingin memastikan kebenarannya lagi dan bertanya pada sang kakak.

Langit menatap lekat wajah Kaca, mengapa adiknya itu begitu penasaran perihal kata Achromatopsia sedari tadi, padahal dia tak pernah seantusias itu dalam hal mencari tahu tentang sesuatu.

"Tumben banget kamu tanya begituan Dek? Memangnya ada apa?"

"Rahasia. Abang gak perlu tahu alasan kenapa Kaca tanya. Jadi, sekarang jawab dulu pertanyaan Kaca, Abang!" ucap Kaca sedikit tinggi. Perempuan itu, dia yang bertanya, dia juga yang emosi.

"Santai ya ampun dek, jangan nge-gas. Ntar kalau kamu nge-gas malah mirip Mak Lampir loh," ejek Langit pada Kaca yang kini memasang wajah manyunnya.

Achromatopsia, Kayu dan Kaca \\ LEE JENO \\ END✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang