"Kayu, Kayu, Kayu ...," teriak Kaca nyaring dari pintu kelasnya dan berlari menuju kelas Kayu yang terletak di sebelahnya. Perempuan itu menghampiri seorang laki-laki yang tengah duduk di kursinya sembari sibuk berkutat dengan buku yang penuh angka-angka.
Kayu menatap pada Kaca dengan tatapan tajamnya, mengapa perempuan satu itu begitu heboh tak terkira memanggil namanya dari luar sampai ke dalam kelas. Kayu memikirkan apakah perempuan itu tidak malu jika suaranya menggema di koridor sekolah?
"Apakah aku mengganggumu?" tanyanya polos pada Kayu.
"Apakah matamu tak melihat tadi aku sedang apa? Apa tidak melihat yang ada di atas mejaku ini?" sahut Kayu pada perempuan yang kini menampakkan deretan giginya karena tiba-tiba merasa tak enak hati karena telah mengganggu seorang Kayu.
"Maafkan aku, aku hanya terlalu excited memanggil namamu." Dirinya membalikkan kursi milik temannya di depan meja Kayu, dan duduk di depannya dengan tangan yang menopang dagu sembari menatap pada lelaki yang kini kembali fokus menghitung.
"Ada apa?" tanyanya datar, mengabaikan seorang Kaca yang duduk di depannya dan sok ikut membaca soal.
"Emm katanya malam ini ada fenomena alam. Di mana Bulan berada di tengah-tengah antara Bumi dan juga Matahari."
"Gerhana Matahari?"
"Bukan, gerhana bulan Kayu ... Kan tadi Kaca bilang malam hari. Kalau gerhana matahari mah siang hari," sahutnya pada seorang laki-laki yang di anggapnya salah. Tanpa sadar bahwa dirinya yang salah mengucapkan.
Tuk, Kayu memukul pelan kepala perempuan di depannya dengan sebuah pulpen. "Bodoh," celetuknya yang membuat Kaca menjadi bingung.
Kaca mengelus kepalanya yang sebenarnya tak terasa sakit, tapi hanya terkejut akan perlakuan Kayu. "Aku tidak bodoh untuk ini, tadi aku membacanya dengan benar di artikel," sahutnya membela diri, tanpa sadar jika dirinya itu seseorang yang pelupa.
Kayu membalikkan kertas HVS kebagian yang masih kosong tanpa coretan angka. Dirinya menggambar 3 buah lingkaran dengan ukuran yang berbeda sederet, lalu 3 lingkaran berbeda lagi di bawahnya. Kayu menamai lingkaran itu masing-masing dengan nama Matahari, Bulan, dan Bumi.
"Untuk apa Kayu menggambar ini?" tanya Kaca sedikit bingung. Perempuan itu benar-benar tidak mengerti sedikit pun dengan apa yang Kayu lakukan.
"Bukankah kau bilang gerhana bulan terjadi jika Bulan berada di tengah antara Bumi dan Matahari, seperti gambar ini?" Kayu menunjuk pada gambar pertama, dirinya menatap pada perempuan yang kini mangut-mangut mengiyakan. "Bayangkan saja jika cahaya matahari yang menyinari bumi terhalang oleh sesuatu seperti Bulan, dan membuat sebagian Bumi menjadi gelap. Biasanya orang-orang akan menyebutnya apa?" lanjut Kayu sembari menarik sedikit sudut bibirnya dan dua alisnya yang terangkat.
"Gerhana matahari," jawab Kaca cepat tanpa pikir panjang.
"Lalu perhatikan gambar kedua, Bumi berada di antara Matahari dan juga Bulan dalam bentuk sejajar. Biasanya Bulan tampak bercahaya karena apa?" tanya Kayu pada perempuan yang kini memasang wajah bingung.
Otaknya berpikir sebentar, mengingat apa yang membuat Bulan bercahaya. "Emm, kalau Kayu bercahaya karena tampan, apalagi jika di bawah cahaya matahari yang menyinari."
Belum selesai Kaca berbicara, tiba-tiba saja Kayu menyeletuk menyela perkataannya. "Hey, mengapa jadi diriku? Bukankah yang kutanyakan perihal Bulan?"
"Aku belum selesai berbicara Kayu ... Pastinya yang membuat bulan bersinar karena pantulan cahaya matahari bukan?"
"Cukup pintar rupanya. Lalu jika bumi menghalangi cahaya matahari mengenai bulan, apa yang terjadi?"
"Bulan akan gelap, sepi, tak ada yang menyinari. Layaknya hatiku yang hampa jika tidak ada Kayu di sisiku." Kaca terkekeh geli setelah mengeluarkan kalimat itu.
Sedang Kayu? Lelaki itu menghela nafas jengahnya. Bagaimana bisa dirinya sibuk mengajari, sedang perempuan itu malah bercanda.
"Jawab pertanyaanku Kaca ...."
"Bulan tidak akan bercahaya dan itu biasanya disebut gerhana bulan," sahut perempuan yang masih menahan tawanya.
"Itu kau mengerti. Lalu perihal yang kau ucapkan di awal, apakah aku yang salah atau dirimu?" tanya Kayu yang membuat Kaca memutar memorinya ulang, mengingat ucapan pertanyaannya pada Kayu.
Kaca menepuk jidatnya pelan saat mengetahui yang diucapkannya ternyata salah. Mana dirinya bilang bahwa Kayu yang salah dan sangat yakin jika yang diucapkannya itu adalah benar. "Ahh, aku yang salah rupanya ...," celetuknya dengan senyum malu-malu.
Kayu terkekeh kecil saat mendapati Kaca yang kini membalikkan badannya membelakangi Kayu. Perempuan itu tampak menggemaskan bagi Kayu saat dirinya antusias dan merasa yakin jika jawabannya benar. Tapi, setelah tahu jika ia salah, perempuan itu menjadi diam dan membalikkan badannya dan tak mau menatap pada Kayu.
Bahkan kini terdengar kekehan kecil dari mulut teman-teman yang lain saat mereka tahu jika Kaca salah dan ikut menertawakannya.
"Ada apa ini? Tumben kelas jadi rame," celetuk Nazca yang baru tiba di kelas sehabis dari WC.
Kaca terkejut mendapati seorang laki-laki yang amat di kenalnya berdiri di depannya. Hingga wajahnya pun mengisyaratkan pada Nazca agar pura-pura tidak mengenalinya. Tapi lihatlah lelaki itu, dirinya malah tersenyum jahil dan mendekat pada Kayu.
"Apa yang kalian tertawa kan tanpaku? lalu siapa perempuan yang duduk di depan ini?" ucapnya sok tidak kenal, padahal matanya melirik seakan mengejek pada Kaca.
"Shit! Mengapa manusia satu ini bisa sekelas sama Kayu?" umpat Kaca dalam hati.
Dirinya benar-benar tidak tahu jika lelaki satu ini pindah sekolah dan sekelas dengan Kayu. Dia juga bingung, mengapa tidak ada yang memberitahunya perihal Nazca yang pindah sekolah entah itu om Chandra ataupun tante Andini, dan tidak juga dengan sang sepupu yang sedang berdiri di depannya itu. Kaca bukanya tidak suka Nazca pindah sekolah ke sekolahnya, melainkan ia hanya khawatir jika lelaki itu mengatakan sesuatu perihal dirinya pada Kayu.
"Emm halo namaku Agatha Keyra Kaca Anindita, panggil saja Kaca" sahut Kaca pura-pura ramah dengan senyumnya yang mengembang. Padahal saat ini mata mereka saling beradu tajam meminta penjelasan.
"Aku Nazca," sahutnya yang tak kalah ramah, dan mengulurkan tangannya untuk bersalaman pada Kaca. "Sudah tahu," batin Kaca menyahut ucapan Nazca, perempuan itu pun menyambut uluran tangan seorang Nazca dan meremas tangannya cukup kuat.
Mata Nazca melotot pada Kaca karena merasa sakit saat perempuan di depannya itu meremas tangannya. Sedang Kayu? Lelaki itu memperhatikan tingkah laku dua orang di depannya yang tampak aneh.
"Apa kalian saling kenal?" celetuk Kayu yang membuat tautan tangan itu terlepas begitu saja.
Kaca dan Nazca dengan cepat menggeleng dan mengatakan tidak kenal sama sekali pada laki-laki yang kini sedikit menaruh kecurigaan pada dua manusia di depannya.
"Kayu, kalau begitu aku pamit ya ... Aku hanya ingin memberitahumu perihal itu, agar kau bisa menyaksikannya nanti malam," ucap Kaca cepat, dan ingin beranjak pergi. Meskipun dia tahu Jika Kayu mungkin melihat semuanya hannyalah gelap.
"Hemm," sahut Kayu singkat, hingga Kaca dengan cepat pergi kembali ke kelasnya. Meninggalkan Kayu yang menggeleng heran dengan tingkah laku perempuan satu itu, dan Nazca yang merasa senang karena seorang Kaca kini terkejut akan kehadirannya.
Kaca berjalan dengan tergesa menuju kelasnya, dengan mulut yang berulang kali merutuki diri dan juga kehadiran Nazca yang tidak diketahuinya. Kaca benar-benar ingin menyeret lelaki itu untuk meminta penjelasan, tetapi dirinya harus bisa sedikit bersabar dan menahan emosi agar tidak diketahui oleh Kayu. Dirinya hanya ingin meminta penjelasan alasan kenapa seorang Nazca pindah, dan memohon agar seorang Nazca tak membongkar semua rahasianya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Achromatopsia, Kayu dan Kaca \\ LEE JENO \\ END✓
Teen FictionKayu, kamu adalah kesederhanaan semesta yang sulit di jelaskan dengan logika ~Kaca Kayu dan Kaca, dua insan yang dipertemukan semesta dengan sifat yang jauh berbeda. Kaca jatuh cinta pada lelaki buta warna yang selalu dituntut sempurna oleh keadaan...