Semesta dan Kayu

8 2 0
                                    

Kali ini apalagi yang Areza inginkan dari seorang anak laki-laki yang selalu di tuntutnya untuk sempurna, sampai-sampai menghentikan langkah kaki seorang Kayu yang baru memasuki rumah selepas pulang sekolah.

"Kayu." Mendengar namanya dipanggil, sang empunya nama pun menoleh dengan senyumnya yang mengembang. Dia merasa senang jika seorang Areza memanggil namanya.

"Ya Ayah?" sahutnya senang sambil berjalan menghampiri Areza yang duduk di sofa ruang tamu.

Areza tidak sedikit pun menatap pada Kayu, dia benci melihat wajah Kayu yang sangat mirip dengan istrinya. Tetapi Kayu? Lelaki itu begitu menyukai melihat wajah sang ayah yang begitu tampan.

"Segera bersiap, setelah ini kita akan pergi ke sebuah pertemuan di mana kakekmu akan mengumumkan siapa yang akan mendapatkan warisan darinya. Jangan lupa pakai pakaian yang rapi dan juga persiapkan diri."

"Baiklah Yah, kalau begitu Kayu pamit ke kamar," pamitnya dengan wajah muru. Dia takut jika tak bisa memenangkan warisan itu, dia memikirkan apa yang akan Areza lakukan padanya nanti. Hingga sekarang yang bisa ia lakukan hannyalah berdoa agar semesta memihak padanya.

Sebuah pertemuan lagi-lagi akan di lakukan di sebuah rumah besar keluarga Mbayang. Mungkin keadaan nanti malam akan semakin memanas mengingat warisan itu akan di umumkan.

Lelaki itu duduk di kursi belajarnya, menatap ke arah luar jendela dengan  pemandangan di samping rumahnya yang begitu indah. Banyak pepohonan rindang, dan juga bunga-bunga yang bermekaran. Bayangan sang bunda seakan masih ada berdiri di taman itu sembari melambai padanya, tangan mungilnya melambai seakan memanggil sosok Kayu untuk melihat tanaman apa yang kali ini di tanamnya di samping rumah lagi.

Kayu mengingat sang bunda juga sering mengajaknya bermain di samping rumah, jika sang ayah sedang tidak berada di rumah dan sibuk bekerja.

Melihat tumbuhan itu tumbuh dengan subur, membuat Kayu seketika tersenyum bangga. Dia berhasil merawat tumbuhan yang ditanam oleh bundanya itu dengan baik, bahkan kali ini banyak bunga-bunga yang bermekaran dan pohon mangga yang mulai berbunga.

"Bunda ... Mereka sudah tumbuh dengan baik. Aku merawat mereka dengan penuh kasih sayang." Kayu berucap dengan hati yang penuh arti, dia berhasil merawat tumbuhan itu seakan-akan dia juga berhasil melewati segala hal rumit yang dihadapinya. Dia tumbuh dan di dewasa kan oleh keadaan, bahkan dirinya sampai lupa bagaimana cara menangis meskipun dada terasa begitu sesak.

Kayu yang tadinya melamun pun,  seketika tersadar bahwa dirinya harus segera bersiap untuk pergi kembali menemui keluarga yang sebenarnya tidak seperti keluarga.

"Den ...," panggil bi Marni dari balik pintu kamar Kayu.

"Hemm, iya Bi?" Kayu berjalan membukakan pintu kamarnya, mendapati seorang bi Marni yang tengah tersenyum dengan setelan jas yang sudah di setrika, di tangannya.

"Pakai ini Den, sudah bibi setrika dan dijamin setelan ini bikin Den Kayu tambah cakep."

"Terima kasih bi ... Terima kasih karena selalu memilihkan baju yang baik untuk Kayu, terima kasih sudah memperhatikan Kayu setiap hari."

Kayu memeluk perempuan di depannya dengan erat. Dia harus mengisi sedikit daya hangat di hatinya agar bisa mempersiapkan topeng kuat untuk malam ini. bi Marni menepuk-nepuk pelan bahu laki-laki yang terasa rapuh itu, dia mengatakan semuanya akan baik-baik saja, karena seorang Kayu sudah berusaha begitu keras.

Achromatopsia, Kayu dan Kaca \\ LEE JENO \\ END✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang