Perempuan cantik dengan rambut pendek sebahu itu tengah berdiri menatap pada papan pengumuman sembari berkacak pinggang. Senyumnya mengembang dengan rasa bangga yang amat mendalam. Dia benar-benar merasa bangga dengan hasil yang didapatnya kali ini, hingga tanpa sadar bahwa ada seorang laki-laki yang tiba-tiba saja berada di sebelahnya.
Kaca terkaget saat mendapati siapa laki-laki yang berdiri di sebelahnya dan sontak kakinya berjalan mundur dengan mata yang melotot tidak percaya. Bisa-bisanya takdir begitu baik pada Kaca hari ini, di mana biasanya selalu Kaca yang menghampiri, sekarang malah Kayu yang menghampiri dirinya secara tak terduga. Sebut saja kali ini tingkat pede Kaca menjulang tinggi, hingga kakinya kembali melangkah maju, mendekat pada laki-laki yang tampak fokus menatap pada lembar kertas yang tertempel di papan pengumuman.
"Perfect," ucap Kaca yang sedang menatap terpesona pada Kayu. Perempuan itu selalu saja terpesona dengan seorang Kayu, meski setiap hari mereka selalu bertemu di sekolah dan bertatap muka meski pun hanya sekilas.
Kaca tak hanya terpesona dengan ketampanan seorang Kayu, tapi dirinya juga begitu kagum pada lelaki yang sebenarnya masih begitu misterius untuk dikenalnya. Bagaimana tidak? Dia tampan, pintar, tetapi begitu penyendiri. Bahkan banyak orang yang tidak kenal dengan dirinya, tetapi tahu dengan namanya.
"Minggir," ucap Kayu singkat pada Kaca yang menghalangi pandangannya untuk melihat kertas yang berisikan nilai hasil ulangan kelas XI IPA 1.
Merasa seorang Kayu menyuruhnya untuk minggir, Kaca pun sedikit mundur dan memberi ruang untuk Kayu. Tangannya merogoh kantong mencari permen karet kesukaannya, setelah benda bertekstur sedikit lunak itu ditemuinya, tangannya dengan cepat mengupas bungkus permen itu lalu memakannya.
Cukup lama lelaki dengan perawakan tinggi itu menatap deretan kertas putih yang tertempel di papan pengumuman. Mungkin saja bagi Kaca, Kayu sedang mengamati nilai yang lainnya, karena begitu lama memandangi deretan kertas itu.
Mulutnya sibuk mengunyah permen karet dengan tangan yang ingin mengambil sebuah ransel, yang diletakkannya di atas bangku. Saat dirinya berbalik ingin menghadap ke arah Kayu untuk berpamitan pulang lebih dulu, tiba-tiba saja Kayu menatap padanya dengan spontan.
Kaca beberapa kali mengerjapkan matanya, otaknya berpikir apakah ada sesuatu di wajahnya hingga membuat seorang Kayu kini menatap padanya. Padahal Kayu suka mengalihkan pandangan dan kadang enggan untuk bertatap muka secara langsung dengan Kaca.
"Remedial lagi," celetuk Kayu pada Kaca dan melesat pergi begitu saja. Kaca yang mendengar itu pun seketika bingung dengan ucapan Kayu, mengapa Kayu bilang bahwa dirinya remedial? Padahal Kaca jelas-jelas tahu jika nilainya sangatlah baik dan memuaskan.
Kayu berjalan lebih dulu menyusuri lapangan untuk menuju ke arah parkir, di mana motornya terparkir rapi di sana. Karena perempuan itu begitu penasaran akan ucapan Kayu barusan, dirinya pun mengejar laki-laki yang kini sudah berjalan jauh dengan memegang sebuah buku besar yang dibacanya sambil berjalan.
"Kayu tunggu."
Kaca beberapa kali memanggil nama laki-laki itu, hingga langkahnya pun terhenti saat tangannya berhasil meraih ransel hitam dengan gantungan tas yang tampak seperti sebuah gelang.
Lelaki itu menghentikan langkahnya tanpa sedikit pun menoleh pada perempuan yang kini berada di sampingnya. Dia menghela nafas sedikit jenuh, karena sudah bisa menebak kalimat apa yang akan diucapkan oleh Kaca.
"Remedial? Jelaskan dulu padaku mengapa Kayu bilang aku remedial?"
Kaca berjalan ke depan Kayu dengan tangannya yang menyilang di depan dada. Dia menatap pada laki-laki yang kini mendongakkan kepala menatap padanya, padahal sedari tadi Kayu hanya menunduk sembari membaca buku.
"Kamu tidak melihat angka nilaimu yang tertera tadi?"
"Lihat, dan aku mendapatkan angka 10. Tinggi bukan?" sahut kaca sembari menampakkan deretan giginya pada Kayu.
"Nilai perfect adalah seratus, dengan angka 1, dan dua angka 0 di belakangnya."
"Masa sih? Kayu bohong!"
"Ya sudah jika tak percaya," sahut Kayu sembari beranjak pergi meninggalkan Kaca yang kini terdiam di tengah lapangan.
Seketika otaknya mengingat kembali nilai yang tertera di sana, bagaimana bisa dirinya hanya terkagum dengan nilainya sendiri tanpa melihat nilai milik orang lain dengan saksama.
Akhirnya Kaca pun memutuskan untuk kembali melihat papan pengumuman. Langkah kakinya kini melaju dengan jemari yang sibuk menggulung tali ransel, mulutnya sibuk mengunyah lalu meniupkan permen karet membentuk balon kecil, lalu beberapa detik kemudian meletus menutupi bibirnya. Tiba-tiba saja Kaca merasa ditimpa sesuatu yang tidak terasa sakit, tetapi begitu lembab di kepala. Tangannya spontan menyentuh sesuatu yang jatuh di kepalanya itu, terasa begitu lembek saat di pegang. Matanya seketika melotot saat melihat sebuah benda bertekstur lunak berwarna putih dengan bau agak menyengat yang ada di jarinya setelah memegang benda di atas kepalanya.
"Aaa, kotoran burung. OMG!" Kaca seketika berteriak dengan matanya yang menatap ke langit. Sekawanan burung merpati terbang di atasnya menuju atap sekolah.
Mulutnya kini benar-benar ingin mengumpat pada burung yang tanpa rasa bersalah membuang kotorannya sembarang tempat dan kini tepat mengenai kepalanya.
"Aku tahu, aku perempuan yang sedikit bodoh! tapi tidak perlu kamu mengejekku seperti itu, mengesalkan!" teriak Kaca akhirnya pada burung yang kini bertengger di atap sekolah.
Kaca tahu jika dirinya mempunyai otak yang pas-pasan, bahkan sahabatnya sendiri bilang jika dirinya itu adalah perempuan bodoh yang terlalu polos. Tetapi jika itu adalah Kaca, maka perempuan itu begitu santai dengan kebodohannya.
Sebenarnya Kaca juga sedikit kesal pada Kayu karena begitu dingin terhadapnya, akan tetapi dirinya tidak akan pernah bisa marah jika itu perihal Kayu, dia begitu lemah terhadap lelaki dingin yang amat disukainya.
Suasana hatinya pun benar-benar buruk kali ini, apalagi setelah malu ketahuan Kayu remedial dan tiba-tiba kotoran burung jatuh tepat mengenai kepalanya, sampai pada akhirnya perempuan satu itu pun memutuskan untuk pergi menuju keran air untuk membersihkan rambutnya, dan tak jadi melihat ulang nilai matematikanya di papan pengumuman.
Kaca kini berjalan menuju halte bus setelah selesai membersihkan sebuah kotoran dari kepalanya. Wajahnya benar-benar suram tanpa ekspresi, hawa dingin yang seakan membunuh dan mata yang menatap tajam ke arah depan, rasanya apa pun yang lewat di depannya begitu terasa mengesalkan.
Cukup lama Kaca berdiam diri dengan keadaan seperti itu, hingga mulutnya seketika menarik nafas panjang dan menghembuskannya dengan kasar, Kaca menormalkan kembali ekspresinya agar terlihat ceria kembali.
"Semangat Kaca, mari memikirkan malam ini mau tulis surat apalagi untuk Kayu. Ah, apa dia tadi mengambil suratku di dalam laci?" Kaca seketika teringat dengan surat yang ditulisnya untuk Kayu, sebuah cerita tentang dirinya yang menyukai kebiasaan Kayu memakan mie ayam dengan mie nya yang dimakan terlebih dahulu, baru ayam dan baksonya. Bahkan dirinya juga menceritakan bahwa kebiasaan Kayu itu diikutinya saat makan mie ayam depan Komplek bersama Bundanya. Begitu random memang perempuan satu itu, dia begitu suka menulis surat yang sebenarnya tidak terlalu penting untuk seorang Kayu, meski Kaca tahu jika lelaki itu tak pernah sedikit pun membaca surat darinya. Kaca juga berpikir, apakah tulisannya begitu jelek? atau puisinya yang kurang bagus? Atau lukisannya yang begitu acak-acakan? Hingga Kayu tak membuka surat darinya, meski selalu saja Kayu mengambil surat itu dari dalam laci.
Kini sebuah bus datang dengan beberapa penumpang yang sudah menunggu ingin naik. Rasanya Kaca sedikit tak enak hati karena dirinya merasa agak bau akibat terkena kotoran tadi, meski sudah dibersihkan tetap saja Kaca merasa tidak enak.
"Mengapa hariku kali ini benar-benar buruk?" batinnya berucap dan matanya yang kini menatap ke arah luar dari kaca bus. Dia menatap ke arah jalan, di mana bus itu melewati seorang Kayu yang tengah berbelok ke arah kiri, memasuki sebuah perkomplekan dengan rumah-rumah yang lumayan besar.
Dia terkekeh kecil saat membayangkan jika dirinya duduk di belakang seorang Kayu yang sedang mengendarai motor itu, melintasi jalanan berdua dan menikmati angin yang berembus kencang jika Kayu sedang dalam mode ngebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Achromatopsia, Kayu dan Kaca \\ LEE JENO \\ END✓
Teen FictionKayu, kamu adalah kesederhanaan semesta yang sulit di jelaskan dengan logika ~Kaca Kayu dan Kaca, dua insan yang dipertemukan semesta dengan sifat yang jauh berbeda. Kaca jatuh cinta pada lelaki buta warna yang selalu dituntut sempurna oleh keadaan...