"Anggi," panggil Kaca sambil berlari menghampiri seorang Anggi yang tengah memoles gincu di bibirnya. Bibir yang mulanya berwarna pucat itu kini menjadi pink merona dan sedikit mengkilap beriring tangannya yang membenarkan rambut yang berantakan.
Anggi menoleh pada perempuan yang kini memeluknya dari belakang, dia bingung mengapa setelah libur lebih dari satu Minggu, wajah perempuan satu ini sering kali berseri-seri, sampai tak lagi didapatinya wajah muru seperti dulu. Yahh meskipun wajah muru itu sangat jarang terlihat di wajah seorang Kaca.
"Ada apa denganmu Kaca ... Apa kau menemukan sebongkah berlian yang bisa membuatku tiba-tiba menjadi orang kaya?"
Tuk, kaca menyentil pelan jidat Anggi hingga perempuan itu meringis kesakitan dan menatap tajam pada Kaca. "Ahh maafkan aku Anggi, aku hanya merindukanmu," ucap Kaca melonggarkan pelukannya.
"Salah sendiri kau menghilang bagai di telan bumi, tidak mengabari dan juga tidak bisa dihubungi. Ke mana saja?" Anggi membalikkan badannya, menatap pada perempuan yang kini menampilkan deretan giginya yang tersusun rapi.
"Aku ada keperluan mendesak di pulau terpencil, makanya tak bisa mengabari," bohong perempuan yang kini menarik kursinya dan duduk di sebelah sang sahabat.
"Bohong banget! Kalau bohong, gak disayang sama Kayu loh ...."
"Biar saja. Pada dasarnya berbohong ataupun tidak, Kayu tidak pernah sayang padaku, haha." Kaca tertawa sedikit miris, bagaimana bisa perjuangan dia selama satu tahun lebih tak sedikit pun digubris oleh lelaki dengan atmosfer kutub Utara itu. Mengapa tidak ada sedikit pun celah di hatinya untuk menerima seorang Kaca?
Kaca sadar, akhir-akhir ini dirinya semakin dekat dengan sosok Kayu. Dia juga sadar, jika seorang Kayu terasa lebih menerima kehadirannya daripada dulu-dulu. Contohnya saja, saat dirinya mendekat pada lelaki itu, seorang Kayu tak lagi menyuruhnya beranjak. Ketika namanya di panggil, lelaki itu tak lagi membuang muka, malahan dirinya menatap pada Kaca meskipun dengan tatapan datarnya itu.
Lalu, apakah Kaca harus bersyukur dengan keadaan ini, atau malah bersedih?
Perkataan lelaki paruh baya dengan kemeja putihnya itu membuat Kaca selalu mengingat untuk menghabiskan hari-harinya dengan penuh kebahagiaan, tapi setelah itu dirinya harus siap kembali ke sana lagi jika tiba saatnya si detak, tak lagi berdegup. Apa dia bisa melihat senyum Kayu yang mengembang padanya? Apa Kaca bisa merasakan saat seorang Kayu dapat memeluknya dengan erat? Memikirkannya saja cukup membuat hati Kaca pilu.
"Lagi dan lagi, melamun. Aku yakin, yang berkeliaran di otakmu itu seorang Kayuandra bukan?"
"Kok tahu? cenayang ya Nggi?" kekeh perempuan itu sambil mengambil buku yang terletak di atas meja Anggi
"Bukan, aku Mbah dukun!"
"Kalau begitu, bisakah kamu membuat seorang Kayu jatuh cinta padaku? Sepertinya sweet banget deh, kalau Kayu yang mengejar-ngejar aku. Layaknya aku yang mengejar-ngejar dia, haha." Kaca tertawa mengingat tingkah bodohnya satu ini.
🤍🤍🤍
Seperti biasa, seorang perempuan dengan ransel biru mudanya itu berjalan gontai menuju halte bus, dirinya menunggu sebuah angkutan umum yang akan mengantarkannya ke rumah. Tidak, tidak, hanya sampai di depan Komplek perumahannya, setelahnya Kaca berjalan sampai ke rumahnya.
Kaca mengambil sebuah kertas HVS dan juga pensil. Sembari menunggu, perempuan itu melukis sebuah pohon besar yang sering kali dikunjunginya.
"Kaca," panggil seseorang yang Kaca kenal dari suaranya. Perempuan itu menoleh, mendapati sosok laki-laki dengan senyumnya yang mengembang.
"Abang?" ucapnya sedikit terkejut saat seorang Langit berada tak jauh dari tempatnya duduk. Kaca pun bergegas menuju ke arah sang kakak yang tengah duduk manis di atas motornya.
"Halo adek Abang sayang yang paling unyu nan cantik jelita ...," sapa Langit yang membuat Kaca bergidik ngeri. Kaca yakin lelaki satu ini lagi ada sesuatu yang di maunya.
"Abang ngapain ke sini?"
"Jemput jalangkung," sahut Langit asal hingga membuat tangan Kaca sontak mencubit lengan Langit.
"Ish, sakit adek ... Abang jemput kamulah, ya kali jemput jalangkung beneran. Ngeri ...." Langit bergidik ngeri membayangkan, lalu tersenyum pada perempuan yang sedang menampakkan wajah cemberutnya.
"Kaca bisa pulang sendiri Ab_" kalimat Kaca menggantung saat seorang Langit tiba-tiba saja berteriak memanggil nama seseorang yang Kaca kenal.
"Kayu," sang kakak memanggil nama seorang Kayu yang kebetulan lewat di samping mereka dengan motornya, hingga dengan cepat tangannya menutup mulut sang kakak dengan erat, agar tak lagi memanggil nama lelaki itu.
Kayu yang merasa namanya dipanggil pun tiba-tiba menoleh pada Langit, dan Kaca yang bersembunyi dibalik badan sang kakak dengan tangannya yang tak terlepas dari mulut Langit.
Langit mencoba melepaskan tangan Kaca dari mulutnya, tapi nihil, perempuan itu tak akan melepaskan sampai seorang Kayu menghilang dari pandangannya.
"Kau mau membunuh Abangmu ini?" ucap Langit sambil menghirup dalam-dalam oksigen di sekitar, saat tangan perempuan itu melepaskan bekapan dimulutnya.
"Habisnya Abang ngapain iseng manggil Kayu sih? Kan adek malu tau ...."
"Dibilang juga Abang pengen kenalan sama Kayu, Agatha Keyra Kaca Anindita sayang ... Ayo perkenalkan sama Abang!" ucap Langit menyebut nama sang adik dengan lengkap. Dirinya benar-benar berharap bisa kenal dengan laki-laki yang telah membuat sang adik jatuh cinta pada lelaki itu dan membuat hari-harinya menyenangkan.
"Nanti saja Bang, dia pasti akan adek perkenalkan sama Abang kok, janji deh. Tapi tidak sekarang ...," ucapnya lemah sembari menampakkan senyum tipisnya pada laki-laki yang hanya mengangguk mengerti.
Kaca naik di atas motor sang kakak dan bersandar di pundak laki-laki yang amat di sayanginya. Tangannya memeluk erat tubuh laki-laki yang terasa hangat, sembari mendengarkan detak jantung yang masih berdegup dengan normal.
"Apa kau lelah dek? Atau terasa sakit lagi?" Tanya seorang langit yang tiba-tiba khawatir dengan perempuan yang berada di belakangnya. Dia takut jika tiba-tiba saja sang adik menjerit kesakitan lagi, Langit benar-benar tidak tega melihat raut wajah kesakitannya serta badannya yang melemah.
Kaca menggelengkan kepalanya pelan menjawab pertanyaan dari sang kakak, agar lelaki itu menjadi tenang dan tak khawatir. Kaca melepas pelukannya dari sang kakak, dirinya tersenyum pada Langit yang bisa melihatnya dari kaca spion motor.
"Bang, apa tadi detak jantungku masih terdengar?"
"Tentu saja, dan itu akan terus berdetak sampai rambut kita berubah menjadi putih." Kaca seketika tertawa kecil mendengar ucapan dari mulut Langit. Apa benar bisa sampai rambutnya memutih? Sedang sekarang detak jantungnya saja tidak berdetak normal lagi. Bahkan terasa begitu menyakitkan.
"Jika itu terjadi, bisakah saat itu detak jantungku masih berdetak cepat saat seorang Kayu berada di sebelahku? Apa aku bisa melihat dirinya yang menua dengan senyumnya yang selalu mengembang? Ahhh, setua apa pun dia, aku yakin wajah tampannya itu tidak akan berubah sedikit pun meski di makan oleh usia," batin Kaca bersua. Perempuan itu membayangkan hal yang sebenarnya begitu samar baginya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Achromatopsia, Kayu dan Kaca \\ LEE JENO \\ END✓
Teen FictionKayu, kamu adalah kesederhanaan semesta yang sulit di jelaskan dengan logika ~Kaca Kayu dan Kaca, dua insan yang dipertemukan semesta dengan sifat yang jauh berbeda. Kaca jatuh cinta pada lelaki buta warna yang selalu dituntut sempurna oleh keadaan...