Guru Les Privat Kaca

11 2 0
                                    

Pagi di sambut penuh semangat oleh seorang perempuan dengan rambutnya yang di ikat satu, tinggi. Dirinya berjalan sembari bersenandung kecil menuju kelas yang sudah lama dirindukannya.

Sebelum mengunjungi kelasnya, perempuan itu mampir ke kelas laki-laki yang dirindukannya dengan membawa sebuah surat dan juga kotak bekal yang berisi sandwich.

Matanya melirik ke dalam kelas dari jendela kaca, memantau apakah laki-laki dengan atmosfer kutub Utara itu sedang berada di dalam kelas atau tidak. Saat bayang Kayu tak didapatinya di dalam ruangan, Kaca pun meluncurkan aksinya untuk menaruh surat dan kotak bekal itu di bawah laci milik Kayu.

Kaca duduk sebentar sambil mengamati papan tulis yang di lihatnya dari sudut pandang Kayu. Dirinya memikirkan, bagaimana bisa lelaki itu duduk di urutan kedua dari belakang saat kondisi matanya yang seperti itu. apa Kayu bisa melihat dengan jelas? Apa matanya baik-baik saja jika membaca tulisan di papan tulis yang kecil-kecil?

Kaca tersenyum kecil, membayangkannya saja cukup membuat dirinya semakin jatuh cinta pada pemilik tempat duduk ini. Kaca yakin jika Kayu sudah berusaha begitu keras untuk bertahan selama ini, untuk itu dirinya tidak boleh membuat Kayu sedih sedikit pun.

"Ehem," dehem seseorang yang Kaca kenal dari suaranya. Kaca menoleh dengan perasaan sedikit takut, karena dirinya yakin jika seorang Kayu sedang berada di sebelahnya.

Dirinya tersenyum sembari menampakkan deretan giginya dan beranjak dari tempat duduk Kayu. Kaca menatap wajah Kayu lekat, wajah yang sudah lebih dari seminggu tak dilihatnya.

"Halo Kayu, apa kabar?" celetuknya sambil berjalan mundur dan ingin menghilang dari hadapan Kayu. Dia juga takut, jika Kayu mengingat janjinya di hari Sabtu.

"Ke mana saja?" Alih-alih menjawab pertanyaan Kaca, kayu malah menanyakan ke mana saja perempuan itu selama satu Minggu lebih menghilang dari pandangannya.

Kaca yang mulanya berjalan mundur itu pun tiba-tiba terdiam dengan senyumnya yang semakin mengembang. "Apa kau merindukanku?" tanyanya spontan, perempuan itu seketika merasa senang saat seorang kayu bertanya seakan dia mencari sosok Kaca.

"Tidak, aku hanya penasaran mengapa perempuan yang membuat janji tidak menepati janjinya."

"Hehe, maafkan aku Kayu ... waktu itu ada hal mendesak. Maaf, jika membuatmu menunggu." Kaca menyatukan dua telapak tangannya, dan menggosokkannya  meminta maaf.

"Tidak, aku tidak menunggu sama sekali," Bohong Kayu dengan ekspresi wajah datarnya. Sedang Kaca? Dia hanya mengangguk bersyukur karena tak membuat seorang Kayu menunggu kedatangannya.

"Tapi mengapa kau libur lama sekali? Apa kau tidak takut ketinggalan pelajaran?"

"Emm, aku takut sebenarnya jika ketinggalan pelajaran. Apalagi otakku yang pas-pasan ini, aku yakin akan sulit untuk menerima semua pelajaran yang tertinggal secara langsung. Tapi, aku menjadi senang karena ada Kayu yang akan mengajariku. Kayu mau kan?"

"Tidak," sahutnya cepat, lalu duduk di kursinya sambil mengambil kotak bekal yang dibawakan oleh Kaca di bawah laci.

"Kok gitu?" sahut kaca protes karena seorang kayu tidak mau mengajarinya.

"Aku bukan guru les privat."

"Mulai sekarang Kayu guru les privat Kaca! Titik gak pake koma. Gak ada penolakan!" Kaca sedikit menggebu-gebu mengucapkan itu. Dirinya sebenarnya hanya bercanda pada Kayu, dan memalsukan ekspresi wajahnya yang memaksa itu. Perempuan itu hanya senang jika membuat lelaki di depannya itu melotot menatap padanya.

Namun, Kayu malah berpikir lain, bercandaan Kaca malah di anggapnya serius. "Baiklah, tapi bagaimana bisa kau membayar. Aku bukan guru les privat biasa?"

Kaca terkejut dengan ucapan Kayu, bagaimana bisa seseorang yang tadinya menolak malah mengiyakan. "Eh?" kagetnya tak percaya.

Kayu menaikkan kedua alisnya turun-naik, menunggu seorang Kaca menjawab pertanyaannya. Dia membuka kotak bekal milik Kaca yang rupanya berisi dua buah sandwich.

Kaca mencerna ucapan Kayu tadi, lalu seketika tersenyum karena menemukan ide untuk membayar Kayu. "Aku akan membayar Kayu dengan bekal yang dibuat sendiri setiap hari. Kayu boleh request masakan apa pun ...."

"Dengan makanan? Hanya itu?" ucapnya datar.

"He'em, karena Kayu spesial, jadi aku akan masakan spesial untuk Kayu. Gimana?"

"Terserah," sahut Kayu datar pada Kaca yang kini tengah mengulum senyumnya, karena Kayu yang mengucapkan kata terserah, seakan dia mengiyakan secara tidak langsung.

"Baiklah, aku pergi dulu, bye bye ...," pamitnya sambil tersenyum, dan melambaikan tangannya pada Kayu.

Kaca dengan cepat berlari menuju kelasnya, dirinya tak henti tersenyum senang setelah bisa berbicara panjang lebar dengan Kayu. Bagaikan kembang api, hati Kaca meletup-letup senang karena ekspektasinya yang di tolak itu hanya sekedar sebuah ekspektasi . Nyatanya, seorang Kayu malah mengiyakan ucapannya.

Setelah kepergian Kaca, Kayu hanya menggeleng dengan sudut bibirnya yang tertarik tipis. Dia menyantap sandwich yang terlihat sangat enak, penuh dengan sayur dan juga mayones. Tangannya mengambil sebuah surat kecil yang menempel di tutup kotak bekal itu, dan membacanya.

Kayu membaca tulisan itu sambil terkekeh, dia merasa lucu saat melihat gambar kecil yang terlukis di pojok atas kertas itu. Sebuah kelinci yang sedang menyantap wortel dengan wajah marahnya. Hingga, tanpa sadar jika seseorang Nazca berdiri di sampingnya dan ikut membaca kertas itu.

"Selamat makan Kayuandra Louis Zeimbayang," celetuk Nazca mengeja setiap kata yang tertulis di kertas kecil itu.

Kayu dengan cepat menoleh ke arah Nazca dengan tatapan seakan bilang "ada apa seorang Nazca tiba-tiba berdiri di sampingnya?" Sedang lelaki berpipi sedikit chubby itu tersenyum pada Kayu, dia baru pertama kali melihat seorang Kayu tersenyum.

Bahkan dirinya banyak mendengar rumor dari mulut-mulut teman sekelasnya, jika Kayu adalah orang yang tak banyak dikenal oleh orang lain, meskipun dia berparas tampan dengan kulit yang putih.  Hanya namanya yang menggema di sekolah dengan kalimat kebanggaan, tidak dengan sosoknya yang dikenal orang lain. Dia tak suka berbaur ataupun berbicara pada orang lain, di dekati saja dirinya seakan enggan. Dia adalah lelaki aneh yang bisa-bisanya dikejar oleh seorang Kaca, perempuan periang yang terkenal seantero sekolah.

"Kupikir, kamu tidak bisa tersenyum Kayu. Kupikir wajahmu kaku tak berekspresi layaknya patung di mal," celetuknya yang membuat Kayu menatapnya dengan tajam. Dirinya bingung mengapa bisa mempunyai teman sekelas yang begitu menyebalkan seperti Nazca.

"Kayu ...," panggil Nazca lagi, pada laki-laki yang kini mengambil sebuah buku dari dalam tasnya.

"Hemm?"

"Mari berteman denganku," celetuk Nazca yang seketika membuat Kayu sontak menatap padanya heran.

"Bukankah kita memang teman sekelas?"

"Tentu saja, tapi aku ingin menjadi teman dekatmu. Aku ingin menjadi orang pertama yang bisa berteman akrab denganmu."

"Tidak, aku tidak membutuhkan teman dekat. Sebaiknya kamu mencari seseorang yang lebih menghargai, Na ...," tolak Kayu dengan nada pelannya. "Aku orang yang selalu membuat orang lain tak nyaman, Na, jadi sebaiknya kamu sedikit menjaga jarak dariku." Sambungannya lagi.

"Aku tidak menerima penolakan!" sahutnya keras kepala dan pergi begitu saja meninggalkan seorang Kayu yang menatap dengan perasaannya yang lagi-lagi terasa aneh.

Dia terbiasa sendiri, dan hanya ada seorang Kaca yang suka mengganggunya. Lalu sekarang dia merasa sedikit asing jika seorang Nazca tiba-tiba datang dalam kehidupan dan memintanya untuk menerima kehadirannya.

Achromatopsia, Kayu dan Kaca \\ LEE JENO \\ END✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang