Kayu berdiri menatap pada cermin besar di kamarnya, memantulkan bayangan diri, dengan setelan jas dan juga rambut yang sudah tertata rapi. Lelaki bulan sabit itu mengingat ucapan Areza yang harus berpakaian semenawan mungkin untuk pergi ke acara keluarga besar Mbayang.
Tok tok tok
Suara pintu diketuk sedikit nyaring, lalu perlahan terdengar suara bi Marni yang memanggil namanya dengan lembut. "Den Kayu ... Ayo buruan, Tuan sudah menunggu di mobil." Kayu hanya menjawab dengan deheman dan mengambil handphone yang tergeletak di atas kasur lalu memasukkannya di saku dalam jas.
Dia bergegas menghampiri laki-laki paruh baya yang sudah menunggu dengan beberapa tumpukan kertas di tangannya. Setelah Kayu memasuki mobil, tumpukan kertas itu diberikannya gusar pada laki-laki yang memasang ekspresi wajah senangnya.
"Baca ini! Kemungkinan mereka semua akan membahas masalah ini. Dan aku tidak ingin kau terlihat memalukan karena tidak tahu!" ucap Areza datar. Kayu membuka lembaran kertas itu, memahami satu persatu kalimat yang membahas perihal bisnis perusahaan sang kakek.
Sebenarnya Kayu tidak tahu, mengapa sang Ayah begitu gigih menyuruh dia untuk bisa memiliki warisan sang kakek. Padahal dirinya sudah memiliki satu perusahaan besar miliknya sendiri.
Alih-alih menolak, Kayu lebih memilih untuk menuruti perintah sang ayah dan memahaminya sepanjang jalan menuju kediaman besar keluarga Mbayang.
Rumah besar nan mewah, desain klasik dengan halaman yang luas, serta beberapa patung unik yang berdiri tegak di depan tiang penyangga rumah. Kayu menghirup dalam-dalam oksigen di sini, mungkin ini baru kedua kalinya lelaki itu berkunjung ke tempat ini.
"Pasang senyum dan ekspresi banggamu, jangan menunduk seakan kau takut," suruh Areza pada Kayu yang berjalan mengekor di belakangnya. Lelaki itu benar-benar menuruti perkataan sang Ayah, hingga kini matanya menatap pada semua orang yang sudah berkumpul di ruangan.
"Atmosfer macam apa ini? Katanya perkumpulan sebuah keluarga besar, mengapa terasa begitu mencekam?" batin Kayu bersua. Lelaki itu bingung, katanya keluarga itu memberi kehangatan, mereka terlihat tertawa bahagia, tetapi hawa di sini seakan mengatakan bahwa bukanya kehangatan yang di dapat dalam perkumpulan, melainkan sebuah persaingan yang membuncah.
"Ahh, Areza ... Kau terlambat," celetuk laki-laki tua yang berjalan dengan gagahnya. Dia memang sudah berumur, tapi wajahnya masih saja tampan dan badannya yang masih saja gagah. Tatapan laki-laki tua itu benar-benar mirip dengan Areza, bahkan mungkin Kayu juga memiliki tatapan seperti itu saat menatap pada seorang perempuan yang selalu saja datang menghampirinya.
"Maafkan aku Ayah, tadi terjebak macet. Kau tahu bukan jika jalanan sedang ramai-ramainya pengendara," jawabnya bohong. Padahal Areza sengaja memperlambat jalannya mobil, agar Kayu bisa selesai dengan cepat membaca beberapa lembar kertas yang diberinya.
"Lalu siapa yang di belakangmu? Apakah itu Kayu? Cucuku?" tanya lelaki tua itu sembari menatap intens pada Kayu.
"Ya ... dia Kayuandra Louis Zeimbayang, Yah," sahut Areza memperkenalkan. Kayu pun dengan cepat bersalaman pada lelaki tua, yang kini menepuk pelan punggungnya.
"Kau begitu tampan Kayu," puji Dio pada Kayu yang kini tengah tersenyum.
Benar saja, keluarga ini kumpulan manusia-manusia good looking dan juga good rekening. Tetapi jika kalian lihat, tetap saja Kayu lebih unggul dari semuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Achromatopsia, Kayu dan Kaca \\ LEE JENO \\ END✓
Teen FictionKayu, kamu adalah kesederhanaan semesta yang sulit di jelaskan dengan logika ~Kaca Kayu dan Kaca, dua insan yang dipertemukan semesta dengan sifat yang jauh berbeda. Kaca jatuh cinta pada lelaki buta warna yang selalu dituntut sempurna oleh keadaan...