Berita yang dibawa Liam cukup membuat Bima tertampar. Segitu kerasnya Alta berjuang demi Erra?
Baik. Cowok itu memang sejak awal tak pernah mengancam akan menyakiti Erra. Sebaliknya, dia melindungi Erra tanpa berharap apa-apa atau merencanakan sesuatu yang licik lainnya.
Seperti Raung, pandangan Bima mengenai Alta jelas buruk. Apalagi, alta jatuh cinta pada adiknya sendiri dan dia sudah dianggap gila oleh Bima. Kepergian Lasi tentu bukan tanpa sebab, mudah menebak alasan kepergian gadis itu.
Everest menyeringit menatap Bima, dia merasa aneh karena pikiran Bima terus berputar pada Alta. "Lo baru sadar kalo dia nggak seburuk yang lo kira?"
Cowok itu menoleh pelan, lalu menghembuskan nafas. Masih menunggu dengan sabar Erra yang tengah bersiap-siap. "Apa sih yang ada diotaknya Alta?"
"Gue nggak bisa nembus pikiran Alta." Everest mengakui dengan nada sesal. "Dia kayak Raung."
"Penuh kegelapan ya." Bima menebak sendiri. "Gimana bisa dia tau soal saudaranya Erra?"
Wajah Everest nampak menegang, pias. Dia menunduk sekilas sebelum memandang Bima lekat-lekat. "Dia pengen liat Erra bahagia, bim. Dia mau berbuat baik sama seseorang."
Bima mendengus kasar. "Itu bukan jawaban dari pertanyaan gue!"
"Bima, ayo!" Erra muncul dengan wajah panik, dia hanya bersiap seadanya. "Alta nggak parah kan sakitnya?"
Everest menahan tawa mendapati wajah Bima yang menahan dongkol, dia cemburu. Itu sangat jelas terlihat. Tapi Erra tak menyadarinya.
"Khawatir banget sama Alta." sinis Bima, menyambar topi dan kunci motornya. "Udah sedekat itu ya?"
"Dih, apaan sih!" Erra memutar bola matanya jengah. "Kalo kamu nggak mau nganterin, aku bisa pergi sama Eve!"
Bima panik, sekarang ia jauh lebih takut kehilangan Erra dari sebelum-sebelumnya. "Nggak usah ngambek dong, ra. Aku anterin."
"Lagian kamu nggak jelas banget sih, bim. Asal kamu tau aja, selama kamu masih ngejar Netta, alta yang selalu ada disaat aku butuhin!"
Deg
Everest bersiul melihat Bima terpojokkan. Rupanya, remaja itu tak bisa membalas Erra. Biasanya, dia yang lebih dominan daripada Erra.
Rasa takut akan kehilangan memang ampuh membuat seseorang menghargai orang lain.
"Jadi mau nganterin nggak?" tanya Erra, kepalang kesal sekaligus panik.
Bima menghela nafas. "Iya, dianterin."
"Yaudah, buru!"
"Iya, iya. Verbena Sierra."
Erra manyun mengikuti langkah Bima dari belakang. Dia tersenyum tipis pada Everest dan melambai pergi.
Sepeninggal Erra, everest menoleh kebelakang sambil berkacak pinggang. Dia mendapati Giza duduk ditengah-tengah sofa. "Nggak ikutin Erra?"
"Dia bersama Bima."
Alis Everest naik. "Biasanya lo khawatir banget?"
Giza tersenyum dengan wajah pucatnya. Sukses membuat Everest merinding. "Tidak ada lagi yang dikhawatirkan. Waktuku juga sebentar lagi tiba."
Everest tersentak. Sebelum berhasil bertanya lebih jauh, bayangan Giza menjadi lebih samar dari sebelumnya dan menghilang.
***
Erra melirik Bima yang ikut masuk kedalam ruangan Alta. Teman-teman Alta saja sampai melongo.
Dika menyeringai main-main sembari berjalan kearah Bima, dia meregangkan otot-otot jarinya. "Pas banget nih, gue lagi pengen banget hajar orang!"
KAMU SEDANG MEMBACA
MANTAN DOI ( TAMAT )
RomanceSemesta Series 1 ( Mountain ) Young Adult Bima Bumi Barameru, sesuai arti namanya Bumi yang berkuasa di gunung Merapi. Bima, terkenal sebagai penguasa di sekolah maupun jalanan. Bima pernah mempunyai pacar bernama Aquanetta de Lovina, sering dipangg...