9

3.2K 176 7
                                    

Lasi jadi seperti orang linglung, jika saja Raung tak bersamanya mungkin Lasi sudah jadi target penculikan. Eh, tidak! Penculik pasti berpikir berkali-kali lipat jika memilih target. Yang pasti, otak nya tidak rusak dan jiwa nya sehat. Tidak seperti Lasi yang sudah seperti orang kekurangan obat.

Selama perjalanan pun Lasi lebih memilih merapal doa banyak-banyak dan Raung yang sesekali memberi kalimat penenang, entah sedang kerasukan jin apa.

Lasi kehilangan orientasi saat turun dari motor, kaki nya melemas dan berdampak pada cara jalan nya yang terhuyung. Lasi melirik sekitar, ini rumah sakit besar. Apa Alta parah? Pikir nya berkelana.

"Sini ponsel Lo, biar Gue hubungi Bapak yang tadi."Kata Raung, namun Lasi sudah seperti patung. Wajah nya putih pucat dan kerjanya cuma gemetar di tempat. Raung mendesah lelah, Lasi pasti sangat ketakutan."Lasi?"Panggil nya.

"Al-alta? Al-alta? Dimana Alta"Gumam Lasi tak tentu arah. Cemas sekaligus tak paham.

Raung menarik Lasi tak sabar, di dekap nya gadis itu secara erat. Di peluk nya supaya Lasi tidak terlalu cemas, agar Lasi juga dapat ketenangan serta kekuatan.

Dalam hati Raung berpikir, pasti otak nya sudah gila berbaik hati pada Lasi?!
.
"Alta pasti bertahan, serahin semuanya ke Tuhan. Pikir positif! Jangan yang buruk-buruk, itu cuma buat Lo makin gak tenang. Setau Gue, Tuhan itu tergantung prasangka hambanya. So? Masih ada harapan, lewat doa kita selamatkan Alta."

Lasi terisak pelan, mengingat hidup Alta yang serba susah juga gelap membuat nya tak tega tiap melihat Alta terlelap. Selama ini Alta tidak pernah merasakan kasih sayang orang tua, Alta mengasingkan diri karena di asing kan.

"Nyatanya orang tua itu cuma status."

Itu adalah jawaban Alta tiap kali di tanyai mengenai orang tuanya. Di pandangan orang lain Alta itu cowok kuat, hidupnya terpenuhi dan banyak membuat iri.

Padahal di depan Lasi, Alta cowok yang lemah. Sering menangis di pelukan nya. Bahkan frustasi hingga membuat nya ingin bunuh diri.

"Al-alta itu Kakak Gue, Rau. Hi-hidup nya kelam dan jauh dari kata senang."Adu Lasi masih di dada Raung."Bilang sama Tuhan jangan cabut nyawanya, setidaknya biarin Gue bahagiakan dia dulu."Lasi terisak."Kasihan, Alta. Dia selalu ngalah sama keluarganya yang bahkan gak pernah ada buat dia."

"Gue capek, La. Pengen mati."

Alta kerap mengeluh lelah."Hidup Gue ngambang, Nggak hidup gak juga mati. Gak ada rasa, gak ada suka cita selalu gelap gulita."Alta terkekeh sedih."Lo tau hal paling mengerikan di dunia?"Ia memainkan rambut adik nya.

"Kehilangan Lo, hal yang bahkan gak berani Gue bayangin."

Alta tersenyum tipis, mengusap wajah Lasi gemas."Life with the death soul, La. Hidup tanpa harapan itu mengerikan"

"Kenapa?"

"Karena yang ada di otak hanya kematian, orang depresi itu jangankan kepingin makan. Nafas aja gak sudi, berat, susah. Di hati cuma ada rasa sakit yang menggerogoti fisik. Makin lama di pendam makin gelap juga kehidupan. Gak ada yang menyenangkan, semua impian Gue, mimpi Gue, dan nyawa Gue udah hancur sehancur keluarga Gue. Semuanya selesai seperti Mama-Papa di pengadilan."

Lasi merenggut."Tolong jangan replay kalimat Lo, sakit hati Gue."Lasi menyentil hidung Alta gemas."Alta punya Lasi, Lasi punya Alta. Alta gak boleh tinggalin Lasi gitu aja!"

Alta terkekeh gemas."I love you so bad, La."

"I love you too, Brother."

Dalam hati Alta berharap, bisa kah kata 'Brother' yang di ucap Lasi hilang. Karena Alta benar-benar mencintai sepupunya, gila memang! Namun apalah daya, cinta tidak bisa di tentukan bukan? Hanya saja, Alta masih bisa mengontrol rasa suka nya.

MANTAN DOI ( TAMAT )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang