Raung mendapatkan keringanan. Tiga hari dirawat, esoknya ia mulai sekolah dan mengerjakan seluruh ujian mata pelajaran yang tertinggal dalam satu waktu.
Sebentar lagi mereka akan naik kelas 12 dan itu artinya waktu yang bisa Raung gunakan dengan kawan-kawannya tinggal Satu tahun.
"Mau langsung pulang, Rau?" tanya Bima, menyusul Raung di koridor.
"Iya. Gue masih pusing."
Bima melirik kawannya dengan prihatin. Ada yang ingin ia sampaikan, tetapi Bima ragu untuk memberitahunya.
"Lo mau ngomong apa?"
Ajaib. Bima melotot karena kepekaan Raung, berdehem canggung ia menunduk sesaat. "Hari ini Lasi balik ke tempat persembunyiannya."
Deg
Bima menegang mendapati Raung tiba-tiba menghentikan langkahnya, dari belakang Bima bisa menyaksikan betapa lelaki itu terguncang. Menutup mata, Bima merutuki kebodohannya.
"Oh?" Raung merespon, suaranya nyaris tak terdengar. "Yaudah."
Sontak kening Bima jadi berkerut, heran lah ia karena Raung tampak begitu tenang. Tak seperti sebelumnya yang kerap kalap jika nama Lasi disebut.
"Gue dapet info dari Alta." Bima meringis sebelum melanjutkan. "Dia cerita semalam."
Seringai Raung terbit, melirik sekilas ke belakang seraya geleng-geleng. "Lo akrab dengan bajingan itu sekarang?"
Menghela nafas, buru-buru Bima menyusul Raung sembari meluruskan kekeliruan yang terjadi. "Sorry, gue tahu lo masih benci banget sama dia. Tapi gue punya hutang budi yang besar banget ke Alta. Dia tulus bantu Erra dan gue, Rau. Nggak selamanya dia jahat. Lo cuma belum nerima kenyataan."
"Terserah lo." balas Raung pendek, terlihat acuh tak acuh. "Gue nggak peduli lagi dengan Alta atau Lasi."
"Tapi mata lo bilang yang sebaliknya."
Tangan Raung terkepal, sambil berjalan cepat, ia menahan mati-matian emosinya. Tak mau berkelahi dengan sahabat sendiri, terlebih Bima.
"Kalau lo berubah pikiran, dia bakal berangkat jam Tiga sore. Mungkin lo mau ketemu dia, kalau nggak salah Netta dan Prisci bakal ke rumahnya habis pulang sekolah. Lakukan apapun yang lo mau, asal jangan nyesel."
Bima menepuk-nepuk pundak Raung dua kali sebelum berlalu. Dia nyengir dan pamit pulang lebih dulu karena ingin menghabiskan waktu bersama Erra.
Sehabis kenaikkan, Erra akan langsung diboyong Diga ke negaranya. Ada kemungkinan Erra akan mengulang sekolah setahun, namun Diga tengah mengupayakan Erra untuk lanjut sekolah seperti biasa.
Ah, sialan. Raung merasa dadanya bergemuruh tak tenang, ia gelisah tak berkesudahan. Namun ada juga amarah yang tak kunjung padam.
"Shit." Raung mengacak rambutnya, tak mau terpengaruh oleh ucapan Bima. "Bodo amat lah."
Nyatanya, Raung bahkan tak mampu mengeyahkan gambar Lasi dalam kepalanya. Kata acuhnya ternyata hanya sebuah tameng supaya dirinya tetap kuat.
***
"Kak Diga udah siapin semuanya. Izin juga udah dapet, cuma lagi usahain kamu tetap masuk sekolah kelas 12 di sana. Biar nggak ngulang."
Erra mengangguk cepat. War is over, akhirnya keadilan yang ia harap datang juga.
"Jangan lupa packing ya, Erra. Bawa barang yang bagimu berharga, baju dan sebagainya nggak usah banyak-banyak. Nanti kita belanja di sana, oke?" Diga melirik adik sepupunya itu dengan heran.
KAMU SEDANG MEMBACA
MANTAN DOI ( TAMAT )
RomansaSemesta Series 1 ( Mountain ) Young Adult Bima Bumi Barameru, sesuai arti namanya Bumi yang berkuasa di gunung Merapi. Bima, terkenal sebagai penguasa di sekolah maupun jalanan. Bima pernah mempunyai pacar bernama Aquanetta de Lovina, sering dipangg...