57. Irvin Sea Mora ; Pacarku

267 28 6
                                    

Ujian kenaikan sudah usai, seluruh murid mendapatkan jatah libur dan menunggu-nunggu tour yang diadakan sekolah ke daerah istimewa Yogyakarta.

"Ah! Senengnya. Bentar lagi kita kelas 12, Vin." seru Netta berceloteh di kafe milik Alta.

Katanya, Irvin ada perlu dengan cowok itu. Jadi, Netta diajak sekalian untuk jalan. Nggak masalah sih, sebab Netta sudah hafal pekerja di kafe Alta karena Lasi sering mengajak mereka makan gratis di sini.

"Kamu jadi ambil kuliah di luar negeri?" tanya Netta, kalem.

Ya, kalem sih. Kelihatan dari luar tenang dan santai, padahal hatinya dugun-dugun tak karuan. Kalau boleh berpendapat, Netta memilih tak memperbolehkan Irvin menuntut ilmu di negara orang. Karena sepertinya, Netta nggak sanggup berjauhan dari Irvin.

Duh, ngebayanginnya aja udah sukses bikin sedih. Kalau dia nangis, ngambek, laper tengah malam, pegal, pusing dan sakit. Siapa yang mau datang pertama kalau bukan lelaki ini?

"Masih lama, Net. Itu kan baru rencanaku."

Irvin senyum-senyum sendiri menyadari kekasihnya mendadak murung. Netta terus saja mengaduk-aduk es dalam gelas dengan sedotan. Wajahnya yang tak bersemangat membuatnya tahu perihal apa sang gadis bersedih hati.

"Makin kesini aku berat sih." kata Irvin, memiringkan kepalanya agar bisa mencuri pandang ke arah Netta yang setia menunduk. "Kepikiran kamu terus."

Nah kan. Kalau nggak dirayu-rayu, mana mau Netta mengangkat kepalanya? Irvin jadi terkekeh kecil, diusapnya pipi kiri Netta. "Ambisi kuliah di luar masih ada. Tapi berat banget buatku jauh dari cewek yang suka ngambek gara-gara nggak dibeliin seblak."

"Ih, Irvin!" Netta menepis tangan lembut Irvin dengan malu-malu.

"Kamu mah yang belum kejadian dipikirin terus." ujar sang remaja berkemeja hitam tersebut. "Coba pola pikirnya dirubah. Daripada kamu menerka-nerka takdir yang kamu sendiri nggak tahu pasti, lebih baik kamu menikmati waktu saat ini."

Ya Allah. Gimana dong cara Netta agar tidak meleyot terus bersama Irvin? Goyah nih imannya! Makin kendor saja kalau Irvin dalam mode bijaksana begini. Udah cocok banget dijadiin suami kan?

"Kayaknya susah deh kalau LDR."

Irvin menaikkan alisnya. Namun mendadak ia meneguk ludah diam-diam. "Tapi kalau aku beneran kuliah di luar, nggak apa-apa kan?"

Mengangguk malas, Netta menusuk-nusuk serabi di depannya agak kasar.

"Ngangguk tapi ekspresinya kayak mau bunuh orang." sambar Irvin bercanda.

Tapi ternyata menyulut kekesalan, cewek ya gitu. Benar-benar baper, bentar-bentar ngambek. Dirayu dikit, malah kesel. Nggak dibaikin, perang panjang. Nggak salah, tapi tetap Irvin yang harus minta maaf.

"Kenapa sih sensi banget?" Irvin mengusap kepala Netta dengan sayang. "Kalaupun aku kuliah di luar, aku bakal sering-sering ngabarin kamu. Nggak bakal aku lepas orang yang dari nol sama aku." ujarnya, lembut, membujuk.

Netta luluh. Dia hanya merasa gamang jika Irvin benar-benar ambil kuliah di luar. Hubungan jarak jauh itu kan nggak mudah. Yang sering ketemu aja tetap bisa selingkuh, gimana yang tidak tatap muka? Jelek banget pikiran Netta deh.

"Vin, Alta noh." Ragil menghampiri sambil membawakan Netta sebuah rujak. "Mau nggak lo?"

"Mau lah, Bunda Ragil." jawab Netta sumringah. "Maaciw, Bunda. Goyang india-nya mana?"

"Kampret!" Ragil hampir ingin menoyor Netta kalau saja Irvin tak terus menatapnya lekat. "Ragil yang ini gentleman tahu!"

"Your a man, when I call you a man, Ragil. Gimana sih?" protes Netta, mencocol mangga muda di atas sambal. "Anjir! Sedep. Pedesnya nampol, siapa yang bikin sambelnya?"

MANTAN DOI ( TAMAT )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang