13

3K 139 21
                                    

"Eh?"Liora tersenyum lembut."Ada temen nya Alta rupanya."Ia melirik Alta dengan satu alis terangkat."Gue gak tau Alta punya temen cewek selain Lasi."Ia menyindir halus.

Alta berdecak malas, lalu saat mendengar lanjutan ucapan Liora Alta melotot."Atau pacarnya nih?"

"Ngapain Lo kesini? Gak sekolah?"Meski umur Liora lebih tua, Alta tidak mau memanggil dengan embel-embel Kakak.

Liora mengedikkan bahu acuh."Gue bolos."Katanya santai, duduk di sofa panjang sambil meletakkan tasnya. Alta baru sadar jika Liora menggunakan rok sekolah, dengan jaket Hoodie milik Lasi yang ia belikan. Liora mencomot ponselnya, lalu mendekati Erra."Siapa namanya, Dek?"

Erra tersenyum manis."Erra."Saat menjabat tangan Erra, Liora tersenyum tipis.

"Erra? Liora? Nama kita gak beda jauh ya?"Liora tertawa."Wajah juga gak beda, sama-sama cantik."Ucap nya PD. Erra sampai bingung ingin merespon apa."Boleh titip Alta bentar? Gue mau cari makan?"

"Oh, iya."Erra mengangguk singkat, Liora menepuk-nepuk punggung Erra hingga tanpa sadar Erra meringis ngilu. Liora sampai tertegun.

"Eh? Sakit banget ya? Perasaan gak kenceng kok?"Tanya Liora bingung, sedikit merasa bersalah.

Erra menggigit bibir bawahnya, keringat mulai menetes dari kening nya karena menahan sakit. Sewaktu Wira mendorong nya ke dinding, punggung Erra tersentak keras dan menimbulkan lebam biru. Kemudian ia menggeleng."Eng-enggak."

Alta memperhatikan gerak-gerik mereka dengan cerdik. Lagi-lagi ucapan Bima melintas di pikiran nya.

"Dia udah banyak terluka, jangan sakitin dia lagi. Gue yakin anggota Racer bakal murka karena Lo masuk rumah sakit karena Erra."

Setelah kepergian Lasi, keduanya memang saling berbincang. Bima yang menginginkan keselamatan Erra dan Alta yang bertanya tentang kehidupan Erra meski ia satu sekolah.

"Pacar Lo kayaknya punya musuh."Ucap Alta malas-malasan."Lo tau?"Tanya nya yang di balas gelengan oleh Bima, Alta menangguk paham."Sebenernya Erra gak jauh kayak Lasi, dia terancam karena jadi adik Gue. Sedang Erra terancam karena jadi pacar Lo. Waktu itu bensin Gue habis, Gue beli eceran. Gak sengaja liat dia nunduk di trotoar sambil jalan, jelas posisinya aman untuk pejalan kaki. Tapi, itu mobil kayaknya emang ngincer dia."Jelas Alta, karena Bima menginginkan kepastian dari setiap cerita.

"Tapi Erra gak seberani dan seberuntung Lasi yang punya Lo."Bima tersenyum miris, ia yang menjadi penyebab kesedihan Erra."Lo liat plat nomor nya? Atau sesuatu yang Lo ingat dari mobil itu?"

Alta menggeleng ragu."Yang Gue tau, mobil itu warnanya putih."

Bima mendengus, menarik kursi dan duduk di samping Alta."Lo bisa bohongin yang lain, enggak ke Gue!"Desis Bima, kemudian mendekat dengan meletakkan tangan nya di ranjang Alta."Apa yang Lo sembunyiin, Al?"Tanya nya tajam.

Alta balas tak kalah seram, ia tertawa kecil."Lo pikir Gue mau kasih tau gitu? Ck!"Bima menahan kesal, bekerja sama dengan Alta memang tidak gampang di tambah dengan kondisi keduanya yang tidak akur."Jaga aja cewek Lo! Kasihan, rapuh dia."

Bima menaikan alis nya."Lo kayak kenal banget sama Erra?"

"Karena cewek Lo yang datangin Gue buat minta kejelasan soal hubungan Lo dengan Netta. Denger Bim, Lo gak bisa memiliki dua cewek sekaligus. Dari kalimat Lo aja Gue tau dia sakit hati sama Lo, cuma di tahan."Komentar Alta cuek."Lo bajingan si, pengen Netta pengen Erra juga. Maruk! Bener kata Lasi, Lo itu kunyuk."Sembur Alta terang-terangan, Bima yang kesal meninju lengan nya cukup kuat.

"Gak tau terimakasih!"Sindir Alta pedas."Lo tenang aja, gue dan Racer gak main sama cewek. Kami gak nyakitin cewek, kami tau batasan. Mereka juga nanti bakal ngerti, Gue bener-bener niat menolong. Lagipula yang harusnya di salahkan itu si penabrak sialan yang lari! Bukan cewek Lo."

MANTAN DOI ( TAMAT )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang