30 - Ada Apa Dengan Perasaan? (3)

39 5 0
                                    

Dea tengah berada di sebuah hutan yang lebat. Aroma basah menusuk ke dalam hidungnya. Dari arah belakangnya, muncul Alam sang mantan suami.

"Sayang ....," lirih Alam.

Dea langsung berbalik badan. Dan perempuan itu langsung memeluk suaminya dengan erat. "Aku kangen kamu," lirihnya sambil terisak.

Alam mengelus puncak kepala istrinya dengan sayang. "Aku juga," balasnya.

Dea terus terisak di dalam pelukan suaminya. Hangat, dan penuh kedamaian.

"Kamu pasti capek kan lihat makhluk halus terus? Sebenarnya kamu bisa kontrol, kok. Kalau kamu lagi nggak mau lihat, kamu nggak akan lihat. Tapi kalau kamu lagi kosong dan suka melamun, kamu pasti bisa melihat mereka. Jadi mulai sekarang, di kontrol, ya?" ujar Alam sambil menatap istrinya lekat-lekat.

Suara tangis Delaci membuat Dea terbangun. Perempuan itu lantas memeriksa putrinya. Ternyata sang putri buang air besar.

Dengan telaten dan penuh cinta, Dea membersihkan kotoran putrinya. Setelah itu, ia kembali menidurkan sang putri.

Setelah putrinya tertidur, Dea duduk di atas kasur sambil mengingat-ingat mimpinya. Mimpi yang terasa sangat nyata.

"Aku bisa mengontrol?" gumam Dea. Baiklah, mulai detik ini, Dea akan mengontrol tubuhnya, supaya ia tidak melihat makhluk halus lagi.

Percayalah, melihat makhluk yang berbeda dari kita dengan tampilan dan aroma menyengat, itu benar-benar tidak nyaman.

Tok! Tok! Tok! Tok! tok!

Jendela kamar Dea diketuk sangat keras dari luar. Ia merasakan aroma yang tidak enak.  Hawa sangat dingin menusuk hingga ke tulang. Dan juga disertai bau anyir darah.

Apa itu kelakuan Kiki? pikir Dea.

Pasalnya selama ini hanya Kiki yang selalu mengisenginya di rumah.

Terdengar sekali lagi ketukan dengan sangat keras. Dea menoleh ke sumber suara, tapi ia tidak berani melihat ke luar. Ia memiliki perasaan tidak enak. Ia merasa yakin, kalau itu adalah ulah dari makhluk tak kasat mata.

Duar!

Suara dentuman yang sangat keras membuat Dea sampai terlonjak. Perempuan itu menoleh ke arah Delaci yang ada di sebelahnya. Ia berharap, semoga mereka tidak menganggu Delaci.

Tiba-tiba saja tengkuk Dea terasa sangat dingin sekali. Seperti ditempeli oleh es batu. Dingin yang tidak wajar. Ia tahu ini pertanda apa. Tapi karena ia sedang tidak ingin melihat, ia memfokuskan dirinya sendiri. Ia terus berdzikir dan membaca do'a yang ia hafal di dalam hati. Ia lelah. Tidak ingin melihat makhluk halus lagi.

Selain tengkuk yang sangat dingin. Udara di ruangan tersebut juga sangat dingin sekali. Dinginnya berbeda dengan dingin AC ataupun kipas angin.

"Dea, ini aku. Kenapa kamu berubah?"

Suara lirih terdengar jelas di telinga kiri Dea. Perempuan itu tahu itu suara siapa.

"Kiki?" tanya Dea.

"Ya, ini aku. Ada apa denganmu? Mengapa auramu berubah?"

"Pergilah, Ki! Aku sedang lelah. Aku ingin istirahat dengan damai. Tolong jangan ganggu aku. Kalau yang aku lakukan untukmu masih kamu anggap kurang, aku akan mendatangi makammu dan mengirim do'a," lirih Dea sambil menunduk.

"Itu tadi bukan aku. Itu perbuatan hantu lain yang ingin meminta tolong juga kepadamu. Tapi kamu tenang saja, aku sudah mengusirnya."

"Terimakasih," sahut Dea. "Sekarang pergilah!" usir Dea dengan nada rendah.

"Baiklah."

Suhu ruangan langsung berubah normal. Tengkuknya juga tidak lagi dingin. Dan itu menandakan kalau Kiki benar-benar sudah pergi.

Dea menghembuskan nafas lega. Perempuan itu memijat pelipisnya yang berdenyut. Ada hantu lain yang mendatanginya untuk meminta tolong? Lucu sekali. Memangnya dia ini siapa? Penolong para hantu? Jelas saja bukan.

Ada sedikit penyesalan di hati Dea. Sepertinya pilihan menolong Kiki bukan sesuatu yang tepat.

"Nggak. Itu perbuatan mulia," sanggah Dea sambil menggeleng pelan. Ia tidak boleh menyesal atas apa yang telah ia lakukan. Justru ia harus lega. Karena bisa membantu makhluk lain yang sedang kesusahan.

🍁🍁🍁

Teror Hantu Penghuni Kampus (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang