29 - Ada Apa Dengan Perasaan? (2)

41 6 0
                                    

"Mak, sudah lama ya kita nggak ke makam Ayah dan Alam," ujar Dea sambil melipat pakaian Delaci.

"Hampir sebulan," sahut Anis yang sedang bermain dengan Delaci.

"Gimana kalau sore ini kita ke makam?" usul Dea.

Anis menggeleng tegas. "Besok aja pas pagi. Jangan sore-sore."

"Kenapa?"

"Nggak enak aja. Serem," sahut Anis asal.

"Ya udah deh. Yang penting kita jangan pernah putus kirim do'a buat mereka," ujar Dea. "Eh ... ngomong-ngomong, Mamak nggak pingin nikah lagi?"

Anis menoleh ke arah Dea sambil tersenyum misterius. "Jangan bilang kamu yang pingin nikah lagi," godanya.

"Ish! Mana ada. Aku masih cinta mati sama bapaknya Dela."

Anis terkekeh. "Mamak kira kamu ada hubungan sama cowok yang tadi."

Dea mendengus pelan. Jujur saja, ia tidak memiliki perasaan istimewa kepada Matahari. Ia dekat Matahari hanya demi misi saja. Tidak lebih dari itu. Perasaan Dea kepada almarhum suaminya masih sama seperti dulu. Cinta itu masih tumbuh subur di hatinya.

"Memang susah buat move on. Perlu waktu lama untuk bisa lupa sama mantan suami."

Kata-kata Anis membuat monolog yang ada di kepala Dea berhamburan.

"Siapa yang ngajarin Mamak move on move on. Kayak anak muda aja," ledek Dea.

"Walaupun casing Mamak sudah tua. Tapi jiwa Mamak ini masih muda. Rekan kerja Mamak masih muda semua, jadi itu membuat jiwa Mamak menolak untuk tua."

Dea terkekeh sambil geleng-geleng kepala. Ibunya bekerja sebagai marketing di dealer mobil. Sebenarnya Dea ingin ibunya berhenti kerja. Tinggal di rumah saja dan Dea akan mencukupi semua kebutuhan ibunya.

Tapi berhubung ibunya tidak mau berhenti kerja, akhirnya Dea tidak mau memaksa. Kata ibunya, kalau ia pensiun dan hanya duduk-duduk saja di rumah, ia bisa cepat mati.

Terang saja Dea tidak setuju dengan pendapat ibunya itu. Menurut Dea, hidup mati itu sudah diatur Tuhan. Kalau sudah ajalnya, mau pensiun dini atau kerja sampai tua, ya tetap mati juga.

"Delaci sudah tidur. Kalau gitu Mamak mau masak ah," gumam Anis sambil merebahkan Delaci ke atas kasur lantai.

"Nggak usah masak lah, Mak. Nanti Dea beli di luar aja."

"Mamak lagi pengen masak. Nggak bisa dicegah."

"Baik lah, baik lah," sahut Dea masih dengan aktivitas melipat pakaian Delaci.

🍁🍁🍁

Teror Hantu Penghuni Kampus (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang