28 - Ada Apa Dengan Perasaan? (1)

38 5 0
                                    

"Mampir dulu, Ri," tawar Dea saat mereka sudah sampai di rumahnya.

"Eh, nggak usah. Lain kali aja," tolak Matahari dengan sopan.

Tiba-tiba muncul Anis dari dalam rumah. Perempuan paruh baya itu menggendong Delaci menggunakan kain. "Eh, kamu sudah pulang ternyata. Kita makan siang dulu, yuk. Temannya sekalian diajak aja," ujar Anis sambil melirik Matahari.

"Ayo, kita makan siang dulu. Nggak baik loh nolak rezeki," ujar Dea.

Karena tidak enak jika menolak, akhirnya Matahari setuju untuk mampir dan numpang makan siang.

Saat ini pukul setengah dua siang. Mereka pergi sejak pukul sebelas siang. Sebenarnya perjalanan ke rumah Pak Arya tidak lama. Hanya dua puluh menit pulang pergi. Yang lama ya saat meyakinkan Pak Arya tadi.

Dea, Matahari dan Anis duduk berhadap-hadapan di meja makan. Sementara itu, Delaci duduk di kursi khusus bayi tepat disebelah Dea. Bocah perempuan kecil itu tengah menggigit-gigit snack khusus bayi sambil berceloteh dengan kata-kata yang belum jelas.

"Namanya siapa?" tanya Anis.

"Hari, Bu," jawab Matahari sopan.

"Oh .... Hari." Anis mengangguk. "Kalian satu jurusan, ya?" tanyanya lagi.

"Iya, Bu. Sama-sama akuntansi," jawab Matahari sopan.

"Sebenarnya Dea itu mau di universitas Jambi, tapi nggak lulus. Akhirnya di STIE Bhineka Tunggal Ika," ujar Anis seraya memasukkan sambal ke piringnya.

Matahari hanya mengangguk sambil tersenyum saja.

Matahari tidak berlama-lama di rumah Dea. Setelah selesai makan siang dan berbincang sebentar, ia langsung pamit pulang. Bukan apa-apa, ia merasa tidak nyaman berlama-lama di rumah perempuan yang bukan muhrimnya. Takut menimbulkan fitnah.

Sesampainya di rumah, Matahari langsung dikejutkan dengan kehadiran Wisnu. Hantu laki-laki tersebut tersenyum lebar ke arah Matahari. Kemudian ia hilang dengan perlahan-lahan.

Matahari mengerutkan keningnya samar. Mengapa Wisnu bertingkah tidak seperti biasanya? Pasalnya, biasanya bocah laki-laki itu selalu menyebalkan.

"Ah, entahlah." Matahari menggelang pelan. Laki-laki itu lalu masuk ke dalam rumah. Ia merebahkan tubuhnya di atas kasur.

Mata laki-laki itu menerawang. Tiba-tiba saja muncul wajah Dea di pikirannya.

"Ah, gila! Ini gila." Matahari bermonolog. Laki-laki itu lantas menutup wajahnya dengan bantal.

🍁🍁🍁

Teror Hantu Penghuni Kampus (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang