33

3.7K 397 20
                                    













Dua puluh menit dokter yang menangani Aran tak kunjung keluar. Mirza masih gelisah dengan keadaan sahabatnya. Sedangkan Chika, sudah tertidur dengan bersandar di pundak Mirza.

Tak berapa lama, Shania dan Bobby datang menghampiri Mirza dengan tergesa-gesa. Terlihat Shania yang sudah menangis sambil menggandeng lengan Bobby.

"Gimana keadaan Aran?"ucap Bobby.

Mirza menggelengkan kepalanya."dokter belum keluar dari ruangannya"ujar Mirza.

Bobby menghela nafasnya kasar. Chika yang terusik karena mendengar seseorang yang sedang berbicara pun akhirnya terbangun.

Chika mengedarkan pandangannya. Ia melihat di sana sudah Adah mamah dan papah nya Aran.

"Om Tante kenapa ga duduk?"tanya Chika polos.

Shania menatap datar ke arah Chika. Entahlah, sejak kejadian ini, ia sedikit ragu untuk melepaskan anak semata wayangnya itu dengan Chika.

Mirza yang menyadari bawah Shania menatap Chika dengan tak suka, ia berusaha mengalihkan pembicaraan mereka.

"Em, om"panggil Mirza.

"Iya"

"Kakek dengan Rehan gimana?"ucap Mirza sedikit ragu.

Bobby terdiam sejenak.

"Mereka berdua sudah saya berikan ke waxton"ucap Bobby.

"Ha? Saha?"ucap Mirza bingung.

"Beruang"ucap Bobby santai.

Mirza menganggukkan kepalanya, otaknya benar benar belum konek.

"Ha?!"kaget Mirza membuat Chika yang berada di sampingnya ikut terkejut.

"Apa sih kak, ngagetin aja!"gerutu Chika kesal.

"B-beruang?"tanya Mirza tak percaya.

Bobby menganggukkan kepalanya tanpa dosa.

"J-jadi kakek dan Rehan..."

"Mereka sudah mati, tidak apa, waxton belum makan daging manusia beberapa Minggu ini"ucap Bobby santai membuat Mirza melotot.

Mirza menelan ludah kasar, badannya mulai bergetar karena ketakutan. Sedangkan Chika, ia melongo melihat tubuh Mirza yang bergetar.

"Kenapa, kau tak suka?"tanya Bobby.

Mirza menggelengkan kepalanya cepat. Sungguh kali ini ia benar benar sangat terkejut, karena mengetahui papahnya Aran sekejam ini.

Tak berapa lama, dokter keluar dari rumah itu. Shania langsung berlari mendekati dokter itu, di ikuti oleh yang lainnya.

"Gimana keadaan anak saya?"ucap Shani lirih.

Dokter itu menghela nafasnya.

"Banyak tulang-tulang di bagian tubuhnya mengalami keretakan akibat benturan keras. Hal ini bisa menyebabkan pasien jika sadar nanti akan merasakan nyeri pada tulang-tulangnya"jelas dokter itu.

"Tapi anak saya bisa di sembuhkan?"tanya Bobby.

"Bisa, tapi mungkin memakan waktu yang lama"ucap dokter itu.

"Boleh saya lihat anak saya?"tanya Shania, yang di balas anggukan oleh dokter itu.

Shania berjalan masuk kedalam ruangan Aran. Melihat Shani yang di perbolehkan untuk masuk, Chika melangkahkan kakinya untuk masuk. Namun langkahnya terhenti saat Shania melarangnya untuk masuk.

"Kamu di luar aja, jangan masuk kedalam"ucap Shania dingin.

"Tapi Chika mau ketemu Aran"ucap Chika memanyunkan bibirnya.

"Saya ga izinkan kamu untuk ketemu anak saya"desis Shania, ia menarik Bobby untuk masuk kedalam ruangan Aran.

Chika yang tak diperbolehkan masuk pun menangis. Mirza yang melihat itu hanya bisa memeluk Chika.

"Jangan nangis, nanti kita ketemu Aran ya"bujuk Mirza.

"Hiks, Chika mau Aran,mau peluk Aran hiks!"tangis Chika.

"Iya, kak Mirza janji, nanti kita bakalan ketemu sama Aran"

"Tapi Chika mau sekarang hhhuuaa hiks Aran"tangis Chika semakin kencang.

"Sssstttt jangan nangis, kata Aran kemarin mau belikan Chika es krim yang banyak"ucap Mirza berbohong.

"Beneran?"tanya Chika memanyunkan bibirnya.

"Iya beneran, tapi Chika jangan nangis"

"Iya Chika ga nangis"

"Janji ya jangan nangis"

"Janji"














TBC...

Posesif Aran [Telah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang