7. Nikah Atau Pindah ?

9.3K 744 53
                                    

Yuk ramein part ini...

Komen ya kalo ada typo!

💍 Happy Reading 💍

Sudah hampir seminggu ini, semua anggota keluarga selalu makan malam bersama di rumah. Zerina sempat heran karena kakak lelakinya itu tak pernah meminta izin untuk makan malam di luar.

"Ma, nanti aku ikut nganter Kakak boleh ya ya ya?" Zerina kembali meminta izin, padahal sudah berulang kali permintaannya ditolak.

"Nggak boleh, Ze!"

Zerina cemberut karena itu suara Banu. "Aku lagi ngomong sama Mama."

Banu terkekeh. "Sama aja lah, jawaban Mama kamu kan tergantung jawaban Papa lah. Kalo Papa nggak ngizinin berarti Mama juga gitu."

"Masa? Bukannya kebalik?" Celetuk zerina.

"Coba aja tanya Mama kamu!" Tantang Banu.

"Iya, Ze, kapan-kapan aja ya kalo Kakak libur baru ikut Kakak!" Ucap Giya.

Zerina semakin memajukan bibirnya, kakinya di bawah sana mengentak kencang. Padahal ia memang sedang berusaha meminta izin pada sang mama karena papanya itu tak pernah mengizinkan. Siapa tahu kan kalau mamanya sudah mengizinkan maka izin dari sang papa pun otomatis keluar.

"Kakak juga nantinya sibuk, Ze, di awal-awal, nggak bakal bisa nemenin kamu jalan-jalan." Timpal Regan yang diangguki oleh Banu, semakin membuat Zerina kesal.

"Ze, kamu udah tau belum jadinya mau kuliah di mana?" Tanya Banu di sela-sela makannya setelah mereka saling diam.

Zerina menghela napas. Ia sungguh tak ingin mendapat pertanyaan semacam itu.

"Aku maunya kuliah di tempat Abang, Pa. Nggak ada pilihan lain lagi."

Kali ini helaan napas terdengar dari Banu. "Nggak bisa gitu dong, Ze. Papa sama Mama harus pindah, begitu juga sama kamu. Papa nggak mau ninggalin kamu sendirian di sini."

Dua bulan lagi Banu harus mengurus langsung cabang perusahaannya di Jogja yang baru akan mulai beroperasi. Rencana sebelumnya adalah Regan yang diberi amanat untuk mengurus kantor cabang di sana. Namun ternyata permohonan beasiswa S2 Regan di University of Cambridge lolos. Regan pun harus segera pergi ke Inggris karena ingin mengikuti jejak sang papa yang berkuliah di sana. Sehingga Zerina mau tak mau harus kuliah di Jogja, mengikuti tempat tinggal Banu dan Giya nantinya.

"Kan ada Abang yang jagain aku di sini. Aman kok, Pa." Sahut Zerina seraya melirik ke sebelahnya.

Banu kembali menghela napas. Lelaki seusia Argan sudah waktunya untuk menikah. Satu hal yang Banu khawatirkan kalau ia meninggalkan Zerina hanya bersama Argan yaitu saat nanti lelaki itu menikah sebelum Zerina lulus kuliah, Argan pasti akan meninggalkan rumah ini dan tinggal bersama istrinya. Dia tak mungkin bisa lagi menjaga Zerina selama 24 jam.

Membiarkan Zerina tinggal seorang diri tentu tak pernah masuk ke daftar hal-hal yang akan Banu setujui. Terlalu bahaya untuk anak gadisnya. Pengalaman pribadi telah mengajarkannya banyak hal.

Giya berdeham untuk menetralkan obrolan yang agak sensitif itu. Ia sangat mengerti kalau putri bungsunya tak mau ikut pindah ke Jogja, namun suaminya tak akan pernah mengizinkan Zerina untuk tinggal terpisah dengan mereka.

"Bahas ininya lanjut nanti ya, Pa, Ze. Ini masih di meja makan lho, lanjutin makannya dulu." Ucap Giya menengahi.

Semua orang yang berada di sana tentu dapat mendengar dengan jelas helaan napas yang kompak keluar dari ayah dan anak itu.

Suami Rasa AbangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang