Ah pusing sekali.
Kenapa hitungan ini harus ada lagi?
Kenapa deretan angka ini tak hilang saja?
Kenapa aku harus selalu berurusan dengan semua bilangan memusingkan ini?
Oh astaga.
Aku masih tak menyangka,
Kenapa anak IPA harus selalu berurusan dengan matematika?Apa tak cukup dengan pusingnya senyawa Kimia?
Atau rumitnya hitungan Fisika?
Dan jangan lupakan si asik yang sering sekali menggetarkan hati,
Biologi.Yang untung saja,
Aku belum dituntut untuk membedah kodok atau tikus yang tak salah apa-apa."Say, nyontek dong."
Aku langsung menghela napas sambil tertawa.
"Tapi aku tak bisa jamin benar ya."
"Ya. Karena jawabanmu memang tak pernah salah, cinta."
Aku hanya menggeleng-gelengkan kepalaku,
Untuk sahabatku,
Yang saat ini sudah cepat sekali menyalin jawabanku.Bosan dengan deretan angka,
Akhirnya aku jadi memutar pandanganku untuk melihat hal lainnya yang mungkin akan menyenangkan mata.Dan tepat sekali di sana.
Aku tak menyangka,
Ada Biru yang saat ini sedang tersenyum dengan sangat bahagia."Sedang apa?" Tanyanya.
Aku langsung menggelengkan kepalaku.
"Harusnya, aku yang bertanya seperti itu." Jawabku.
"Sini." Katanya lagi.
"Tidak mau." Pura-puraku.
"Mau aku yang masuk?"
Aku langsung menahan senyumanku.
Karena rupanya,
Biru sudah mulai bisa mengancam dengan kata-katanya."Cepat."
Ah Biru jadi si tukang paksa.
Tapi entah mengapa,
Aku tetap saja suka.Aku lekas bangkit berdiri dari tempat dudukku,
Setelah tadi selesai memberikan penjelasan pada sahabatku,
Juga melarikan diri dari godaan yang ia berikan padaku."Bersenang-senanglah, sana. Supaya nanti tugasmu bisa selesai dengan segera. Jadi aku juga bisa menyalinnya tanpa tersisa."
Dasar.
Tapi tak apa,
Karena di tugas lainnya,
Terkadang sahabatku yang harus bekerja lebih banyak daripada yang aku punya.Karena kami kan memang selalu menerapkan simbiosis mutualisme.
Harus bisa saling menguntungkan,
Dan jangan sampai merugikan.Karena kalau aku yang bisa,
Maka sahabatku yang akan berleha-leha.Tapi kalau sahabatku yang lebih mampu,
Maka giliranku yang akan menyerahkan semua tugasku.Aku telah sampai di hadapan Biru,
Dan senyum manis Biru semakin berhasil untuk menggetarkan hatiku."Kenapa bisa ada di sini?"
"Karena di sini ada kamu."
"Pembual."
Jawabanku seperti tak mau,
Dan seakan sedang menolak keras seperti itu.Tapi sebenarnya,
Jawaban Biru sangat berhasil untuk membuat wajahku jadi merona.Dan sepertinya,
Biru juga menyadarinya,
Karena saat ini dia sudah terkekeh dengan sangat bahagia."Sudah selesai?" Tanya Biru manis sekali.
"Hampir."
"Mau kubantu?"
"Jangan."
"Kenapa?"
"Karena aku tak ingin dihukum bersamamu."
Biru langsung tertawa.
"Padahal sepertinya, itu akan sangat menyenangkan untuk dicoba."
"Tidak akan."
Setelahnya,
Aku dan Biru tersenyum di waktu yang sama."Ini."
Aku langsung menerimanya,
Tanpa harus banyak bertanya."Tadi, aku ingin membeli ice cream kesukaanmu di sini. Tapi pasti meleleh. Jadi kubawakan jus sebagai gantinya."
"Terimakasih."
"Aku tak mau menjawab sama-sama sekarang."
"Kenapa?"
"Karena belum waktunya makan siang."
"Memangnya ada apa dengan waktu makan siang?"
"Ya karena kita harus makan bersama."
Astaga Biru!
Berhenti memberikan debaran yang begitu mengejutkan di dalam hatiku.
Biru tertawa.
Dan mulai berjalan mundur dengan lambaian tangannya.
"Cepat selesaikan tugasnya. Supaya nanti kita juga bisa segera makan siang bersama."
Dasar menggemaskan.
"Jangan kabur lagi." Peringatku dengan suara yang pelan sekali.
"Tak janji."
Aku langsung mendelikan mata,
Tapi Biru justru kembali tertawa."Cepat masuk, dan minum jusnya. Lalu kumpulkan tugas Pak Budi dengan segera."
"Iya."
"Jangan lupa makan bakso bersama."
"Kamu yang bayar ya?" Balasku padanya. Hanya ingin mengetes saja sebenarnya.
"Tentu saja. Aku kan pria yang punya dedikasi luar biasa tingginya."
Aku langsung tertawa.
Tak menyangka dengan jawaban Biru yang jadi terdengar sangat menggelitik dengan naik-turunnya kedua alis tebalnya.
Ah memang menggemaskan.
Biru yang manis senyumnya,
Kini juga jadi seperti seorang pembual yang makin handal di setiap harinya."Nanti, aku jajan banyak sekali."
"Tak apa. Sepuasnya."
"Cepat pergi sana." Usirku pura-pura.
Dan sepertinya,
Biru juga segera bisa menyadarinya,
Karena kini ia sudah kembali tertawa dengan sangat bahagia."Aku kembali ke kelasku. Jadi jangan kangen aku."
Ah Biru memang menyebalkan!
Tapi juga pintar sekali membuatku jadi rindu.
"Jangan lupa. Kalau jawaban sama-sama, akan kuberikan nanti saat jam makan siang telah tiba."
"Iya."
Biru masih berjalan mundur dengan senyum bahagia di wajahnya.
Dan itu benar-benar membuatku jadi gemas sekali padanya.
Dasar pria manis!
KAMU SEDANG MEMBACA
Biru Milikku ✔
PoesiaJANGAN LUPA FOLLOW YA 😊😍 Mari kita dukung para penulis yang sudah berusaha keras mempublikasikan dan menyelesaikan setiap tulisannya dengan memberikan apresiasi pada karya serta kehadirannya 😊 ***** [COMPLETED] - KUMPULAN PUISI - Menyelami lagi, ...