Aku benci dengan perpisahan,
Karena itu pasti akan selalu menyakitkan."Aku akan ambil jurusan ekonomi."
Aku langsung menganggukan kepalaku.
Karena aku memang sudah bisa menebaknya sejak dulu.
Sebab Biru memang selalu mengesankan dengan semua deretan angka yang selalu jadi kesukaannya itu.
"Selamat."
"Terimakasih."
Setelahnya hening.
Walau sebenarnya aku tak ingin.
Karena setiap bersama Biru,
Aku pasti ingin sekali untuk berbicara banyak hal tentang ini dan itu.Tapi kali ini,
Kenapa rasanya sulit sekali?Apa karena aku telah menyadari,
Bahwa mungkin saja ini untuk terakhir kali?Terakhir bersama Biru di masa putih dan abu-abu ini?
Ah kenapa rasanya sudah sakit sekali?
Padahal ucapan selamat tinggal saja belum kudapati.
"Nggak kerasa ya ..."
Aku langsung mengepalkan kedua tanganku,
Sedang berusaha untuk mempersiapkan diriku,
Supaya aku bisa kuat menerima semua kemungkinan buruk yang kini sudah mulai berkeliaran dengan begitu kencangnya di dalam otakku."Sudah setahun berlalu. Dan sekarang, aku di sini, bersama kamu."
"Hanya untuk sekarang?"
Dan Biru tertawa,
Yang membuatku jadi bertanya-tanya,
Apa dia sedang setuju atau mencoba menyampaikan sanggahannya?"Setelah lulus, aku akan langsung meneruskan usaha keluargaku. Dengan usahaku sendiri juga, seperti apa yang sering kuceritakan dengan kamu."
Aku kembali memberikan anggukan kepalaku.
Karena Biru memang selalu seperti itu,
Sejak dulu.Yang selalu penuh dengan rencana,
Dan pasti akan selalu ia usahakan serta lakukan dengan sangat segera.Secepatnya.
Seperti apa yang selalu ia rencanakan dengan sangat detail di dalam setiap impian besarnya.
Karena Biru memang seperti itu,
Yang selalu berhasil membuatku jadi semakin kagum dengan semua mimpi dan cita-cita yang ia beberkan dengan binar mata penuh bahagia di hadapanku."Aku percaya, kalau kamu pasti akan bisa melakukan keduanya. Sama-sama." Kataku pilu, dengan suara tersendat karena sedang berusaha keras untuk menyembunyikan sesak yang saat ini sudah mulai menguasai sebagian besar hatiku.
"Sungguh?"
"Ya. Karena Biru memang selalu hebat dengan segala hal yang telah ia punya."
"Kalau begitu ..."
Kumohon.
Jangan selamat tinggal.
Karena aku sangat benci dengan kata perpisahan,
Apalagi merelakan.Pun aku juga tak suka dengan kalimat sampai jumpa.
Karena aku masih tetap ingin melihat Biru seperti biasanya,
Sesering yang aku mau ketika aku hanya perlu melongokan kepalaku di jendela,
Dan setelah itu aku bisa langsung melihat Biru yang sedang tersenyum begitu cerah di seberang kelasku berada.Aku masih ingin itu.
Jadi jangan memasang ekspresi sendu, Biru.
Jangan!
Biru,
Kumohon jangan katakan itu.Sungguh.
Tapi ternyata,
Semesta memang mempunyai banyak sekali kejutan yang terkadang sudah bisa sekali ditebak dengan mata dan kepala.Seperti Biru,
Yang saat ini sudah tertunduk dengan sangat lesu,
Seperti aku.Tak bisakah hari ini diundur saja?
Atau kalau perlu dihilangkan saja kejadian sendunya.
Supaya aku tak perlu menguatkan hatiku,
Untuk menahan isak tangis yang saat ini sudah ingin sekali untuk keluar dari kedua sudut mataku.Aku benci perpisahan.
Atau lebih tepatnya,
Aku tak ingin kehilangan Biru dan segala presensinya.Karena aku dan dia,
Belum jadi kita.Lalu kenapa berucap selamat tinggal yang membuatku jadi bingung harus memberikan jawaban seperti apa?
KAMU SEDANG MEMBACA
Biru Milikku ✔
PoetryJANGAN LUPA FOLLOW YA 😊😍 Mari kita dukung para penulis yang sudah berusaha keras mempublikasikan dan menyelesaikan setiap tulisannya dengan memberikan apresiasi pada karya serta kehadirannya 😊 ***** [COMPLETED] - KUMPULAN PUISI - Menyelami lagi, ...