15. Pura-Pura

63 5 2
                                    

"Hai."

Oh Biru,
Kenapa sapaanmu tetap selalu seperti itu?

Hangat si,
Tapi terlalu banyak yang seperti ini.

Kenapa tak diganti saja,
Jadi sayang misalnya.

Ah hayalan sore hari,
Memang sering sekali jadi membuat lupa tempat berdiri.

"Halo."

"Belum pulang?"

"Belum?"

"Masih dipusingkan dengan deretan angka?" Tanya Biru sambil tertawa.

Yang membuatku ingin sekali untuk mendengus padanya.

Tapi jelas aku tak tega untuk melakukannya.

Karena ini Biru yang manis sekali senyumnya.

"Untungnya, hari ini tidak. Dan jika diberi, sepertinya, aku juga akan menolak."

Biru kembali tertawa,
Setelah dirinya berhasil mendudukan dirinya di hadapanku dengan sangat tiba-tiba.

Kapan Biru memutar kursinya?

Kenapa aku tak menyadarinya?

Ah salahkan senyumnya yang manis sekali,
Jadi aku sampai tak sadar dengan hal lainnya yang ada di sekitarku saat ini.

"Matematika itu asik lho."

"Ya, Biru. Untukmu."

Tawa Biru kembali mengudara,
Dan hatiku langsung menghangat karenanya.

"Rumahmu, di mana?"

"Kenapa bertanya?"

"Supaya aku jadi tahu?"

"Kenapa tak yakin begitu?"

"Karena aku takut tak akan diberi jawaban pastinya."

Kini,
Giliran aku yang tertawa bahagia sekali.

"Memangnya akan bagaimana kalau sudah tahu?"

"Nanti akan kuantarkan martabak manis dan bakso hangat ke sana. Kalau perlu, ronde buah juga."

Aku kembali tertawa.

"Kenapa tiba-tiba?"

"Karena ini malam minggu."

Astaga, Biru!

Kenapa kamu berucap seperti itu dengan nada yang tenang sekali?

Ya ampun.

Suaranya yang tenang,
Justru sangat berhasil untuk membuatku jadi terbang ke awang-awang.

Karena aku takut jadi salah paham!

"Jadi, bagaimana? Rumahmu, di mana?"

"Aku belum punya rumahku. Karena itu masih rumah Bapak Ibuku."

Tawa Biru terdengar semakin bahagia,
Dan aku jelas langsung tersenyum karenanya.

"Apa ini penolakan?"

"Bukan."

"Lalu?"

"Karena ingin lebih diusahakan?"

Setelah memberikan jawaban seperti itu,
Biru lekas memberikan senyum semanis madu untukku.

"Baiklah kalau begitu, mungkin aku yang terburu-buru."

Aku masih setia memberikan senyumku,
Hanya untuk Biru.

Tentu saja.

"Aku pasti akan mengusahakannya, segera."

"Kalau begitu, kutunggu."

"Kuterima tantangannya."

Kini tak saling berganti,
Karena aku dan Biru jadi tertawa bersama saat ini.

"Kalau rumah masih belum jadi hak milik pribadi. Tapi kalau nomor ponsel, ada kan sendiri?"

Senyumku kini,
Jadi membuat perutku terasa geli sekali.

Tapi ini menyenangkan.

Degupannya juga terasa sangat mengejutkan.

Ah Biru,
Kamu benar-benar tak baik untuk kondisi jantungku.

"Pintar sekali merayunya."

"Bukan merayu. Tapi ini salah satu usahaku."

"Baiklah. Yang ini, aku kalah."

Biru tertawa,
Lalu mengulurkan si kotak pintar dengan sangat segera.

"Tulis sendiri. Tapi nanti, aku yang menamai."

"Jangan yang aneh-aneh ya."

"Tidak akan."

"Manis tidak?"

"Mungkin. Tapi tak akan membuat mual, kujamin."

Aku kembali tertawa,
Dengan dua ibu jariku yang kini sudah sangat terampil untuk menuliskan nomor ponselku di kotak pintar yang Biru berikan sebelumnya.

"Kita sudah sering bercerita. Tapi kenapa selalu tak sempat untuk saling bertukar nomor ya?"

Aku langsung tertawa di dalam hati,
Karena aku ingin pura-pura saat ini.

Tak tahu saja Biru,
Kalau sebenarnya aku sudah mempunyai kontak pribadinya sejak dulu.

Tapi memang aku yang sedikit malu,
Jadi aku belum mau untuk menghubunginya terlebih dahulu.

Selain itu,
Aku tak mau dianggap terlalu berani jika berbuat begitu.

Jadi mari,
Kita pura-pura saat ini.

Pura-pura tak tahu.

Pura-pura baru tahu.

Ya apa pun itu pilihannya,
Pokoknya pura-pura saja.

Karena kini,
Jadi Biru yang meminta untuk pertama kali.

"Sudah."

"Baiklah."

Dah setelahnya hening.

Sampai akhirnya aku dikejutkan dengan suara getar ponselku.

"Buka."

"Dari kamu?"

Biru tersenyum manis sekali.

Dan aku tahu pasti,
Kalau tebakanku tadi,
Tepat sekali.

Dan saat aku sudah membuka pesan darinya,
Debaran menyenangkannya jadi meletup luar biasa.

"Walau hanya satu saja, tapi sudah jelas kan dari siapa?"

Ah Biru memang pintar sekali,
Membuat jantungku jadi berdebar dengan sangat kencang seperti saat ini.

Dan ini sungguhan sangat menyenangkan!

From : +6281*********

💙

Ya.

Walau hanya satu saja,
Tapi itu jelas sekali menggambarkan siapa dirinya.

Biru.

Milikku.

Semoga saja.

Ya?

Biru Milikku ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang