17. Mala Rindu

51 8 4
                                    

"Jangan pasang ekspresi begitu. Nanti aku jadi gemas padamu."

Aku tahu suara ini,
Jadi aku langsung mendengus dengan panjang sekali.

Tapi dia tertawa,
Dengan begitu senangnya,
Seperti biasanya.

"Aku suka kalau kamu sudah mulai sebal."

Aku diam saja.

"Lebih bahagia lagi kalau kamu sudah mulai menggerutu karena kesal."

Aku tetap bungkam.

"Wah sepertinya, hari ini kamu sudah jadi gadis yang sabarnya luar biasa."

Aku segera mengangkat wajahku,
Dan dia sudah langsung memasang ekspresi sok manisnya di hadapanku.

"Wah si gadis penyabar sudah mulai ingin mengomel sekarang."

Aku memberikan delikan mataku,
Tapi dia justru semakin mendekatkan wajahnya padaku.

"Mundur."

Tapi dia tak mengindahkan permintaanku.

"Kuhitung sampai tiga."

"Silahkan saja."

Menarik napas dalam-dalam,
Aku sungguhan sedang berusaha supaya ekspresi wajahku saat ini tak berubah jadi kelam.

"Mundur cepat. Karena ini sesak."

"Jangan ikut membual."

"Kakak juga. Jangan memancing amarah sesering biasanya."

"Tak apa. Kalau dengan kamu, marah pun aku suka."

"Kakak!"

"Cepat marah."

"Diam."

"Ayo ngomel."

"Aku sedang menyimpan tenagaku supaya tak terbuang sia-sia."

Dia tertawa,
Dan mengulurkan satu botol minuman untukku dengan mimik wajah kelewat ceria.

"Kesukaanmu."

Aku segera menganggukan kepalaku,
Karena walau dia sering sekali menantangku,
Tapi dia memang selalu paham apa saja kesenanganku.

"Ah hari ini kamu tak asik."

"Biarkan."

"Padahal aku rindu."

"Tapi aku tidak."

"Bohong."

"Aku pantang untuk berdusta."

"Berarti hari ini kamu sedang ingin melakukan dusta."

"Tidak."

"Kamu memang sedang rindu. Walau tidak dengan aku."

Aku diam saja.

Apalagi setelah melihat Sahabat Biru menghilangkan ekspresi konyolnya.

"Kuminum ya?" tanyaku untuk membelokan pembicaraan serius yang sepertinya akan segera ada.

"Memang harus dihabiskan. Supaya aku tak semakin memendam kekesalan."

Aku tersenyum setelah meneguk jus pemberiannya,
Pun juga dia yang kembali menunjukan mimik senangnya.

Ah Sahabat Biru,
Memang tak akan pernah bisa untuk bertahan serius terlalu lama jika sedang bersamaku.

"Rindu Biru ya?"

"Haruskah kujawab?"

"Tidak usah. Karena itu akan sangat berhasil untuk membuatku jadi marah."

Aku langsung tertawa.

"Kalau ingin marah, ya marah saja. Kenapa jadi ke mari dengan sangat tiba-tiba?"

"Tidak tiba-tiba sebenarnya. Karena memang sudah direncanakan sebelumnya."

"Untuk?"

"Ya jelas untuk kamu. Memang untuk siapa lagi aku datang ke mari kalau bukan untuk kamu?"

Aku diam saja.

Tapi Sahabat Biru justru mengeluarkan dengusannya,
Dengan begitu panjangnya.

Memangnya aku salah apa?

Kenapa dia jadi terlihat kesal seperti itu di hadapanku?

"Ayo pulang."

Aku masih tersenyum sambil memperhatikan tingkah kesalnya.

Kenapa dia jadi seperti itu padaku?

"Cepat berdiri. Sebelum aku yang memaksamu di sini."

Aku segera mengulurkan jus pemberian darinya dengan tangan kananku, "Mau?"

Tapi aku langsung menarik tanganku secepatnya,
Apalagi setelah melihat senyum penuh kejahilan di wajahnya.

"Yakin memberikanku minuman yang sama denganmu?"

Ah memang salah kalau berbuat baik padanya.

Semuanya pasti akan bisa dibuat sebagai candaan yang tiada hentinya.

Aku sudah berdiri di dekatnya,
Dan dia masih saja tertawa dengan begitu bahagia.

"Terus saja tertawa, sepuasnya. Kalau tersedak nantinya, baru tahu rasa."

Sahabat Biru mengikutiku,
Lalu menyampirkan sesuatu yang hangat di bahuku.

"Kalau ingin menggerutu, perhatikan dulu bajumu."

"Memang kenapa dengan pakaianku?"

"Sudah pakai saja. Dan jangan banyak bertanya."

Aku tertawa,
Dan lekas mengeratkan pakaian hangat yang diberikan olehnya.

"Kalau ingin bersikap manis denganku, jangan tanggung-tanggung begitu. Jangan dengan menggerutu."

"Kalau dengan kamu, tak apa kalau aku seperti itu."

"Jahat sekali."

"Bukan jahat."

"Tapi?"

"Tapi berbeda."

Aku diam saja.

"Karena itu dengan kamu, jadi walau aku tak menunjukan sisi manisku, kamu pasti akan tetap bisa mengerti apa maksudku."

Aku memberikan dengusanku,
Lalu segera mengeluarkan seruanku,
Saat tiba-tiba Sahabat Biru menyipratkan air hujan ke arah wajahku.

"Kakak!"

"Ya. Ngomel saja. Secepatnya. Itu lebih menggemaskan dilihatnya, dan aku sangat suka."

Aku menggeram tertahan.

Dan Sahabat Biru tertawa semakin kesenangan.

Ah Biru,
Aku rindu kamu!

Jadi kenapa kamu harus mengutus sahabatmu?

Biru Milikku ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang