"Bangunan nya sudah jadi sekitar enam puluh persen, Jimin-aa..."
Jimin bersandar dibahu Hoseok. Wajahnya sendu seperti memikirkan sesuatu. Setelah berdebat dengan sang kakak, akhirnya Jimin bisa menurunkan amarahnya dan bisa baik lagi dengan Hoseok.
"Kalau sudah bertengkar, seperti kapal pecah... Kalau sedang akur, romantisnya melebihi Romeo dan Juliet. Ahh tidak-tidak, ada yang lebih romantis dari itu." Gumam Seokjin yang memperhatikan kedua adiknya dari kejauhan.
Dari dulu, sang ibu dan ayah selalu membagi dua anaknya. Dalam artian, apa-apa harus sama dibagi dua agar adil. Seokjin dengan Yoongi, Hoseok dengan Jimin. Maka dari itu, tak salah jika Jimin juga sangat dekat dengan Hoseok.
Tapi Jimin selalu dekat dengan ketiga kakaknya, kok. Setiap Jimin ada masalah, tiga orang itulah yang akan ia cari.
"Biasanya aku bersama Yoongi saling mengejek Hoseok dan Jimin. Tapi kehidupan yang mempersatukan agar kita bertiga harus lebih kuat." Sambung Seokjin yang masih berbicara sendirian.
"Bicara romantis barusan... Teringat Yoongi pernah bercerita tentang buku yang pernah Yoongi baca. Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Az-Zahra... Ah, benarkah mereka kisah cinta paling romantis di seluruh alam ini!?" Ujar Seokjin lagi.
"Lagi kurang kerjaan juga Yoongi membaca cerita itu..."
"Bukan kurang kerjaan."
"Eoh kamjagiya! Ibu.." Pekik Seokjin. Bagaimana tidak terkejut kalau tiba-tiba saja ada yang membisik di telinga nya.
"Adikmu itu cuek, dingin, tapi ya bisa perhatian juga, kan? Dia senang sebenarnya baca-baca cerita romantis seperti itu. Ingin rasanya mempraktekkan langsung romantisnya. Hanya saja, gengsi nya terlalu tinggi." Ucap sang ibu lembut menjelaskan kepada putra sulung nya.
Seokjin terkekeh, "Ibu benar, Yoongi mana pernah romantis dengan kakaknya sekalipun, Bu."
"Tapi diam-diam dia selalu memperhatikan kakak dan adik-adiknya, kan?"
"Eung, ibu benar... Ada aja cara nya dia untuk perhatian tanpa harus diketahui aku, Hoseok, dan Jimin."
Kembali ke Hoseok dan Jimin yang sedang saling bermanja.
"Urusanmu di Gwacheon sudah berapa persen?" Tanya Hoseok seraya mengelus rambut Jimin.
"Enam puluh persen, hyung." Jawab Jimin.
"Tabunganmu?"
"Ada... Hyung tenang saja. Lagipula misalkan habis juga aku yakin uang itu akan kembali jika niat kita berbuat baik." Jelas Jimin.
"Lalu apa yang kau harapkan dengan membuat itu? Uangmu habis tapi tidak dapat apa-apa." Tanya Hoseok penasaran.
"Pahala. Aku berharap doa dari anak-anak itu akan terus mengalir untukku, Yoongi hyung, dan dia." Jawab Jimin.
"Lagian uang itu bisa dicari dengan cara apapun, tapi kalau pahala? Kalau bukan kita yang mencarinya dengan sengaja ya mana bisa." Sambung Jimin menjelaskan.
"Tahu apa kau tentang pahala, Jim?" Ujar Hoseok bertanya kembali.
"Kakakku tidak ada yang bodoh, kok." Jawab Jimin dengan memeluk Hoseok dengan erat.
"Kakimu sakit? Berkali-kali menari dengan apa yang hyung suruh barusan?" Tanya Hoseok seraya memperhatikan kaki mungil Jimin.
"Aniyo..." Jimin menggelengkan kepalanya.
"Maafkan hyung ya? Nanti belajar lagi, tak bisa juga tak apa.. Hyung tidak memaksa."
"Aku juga minta maaf karena sudah membentak hyung tadi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Night
FanfictionSequel of Just One Day Apa yang harus kulakukan sedangkan apapun yang kulakukan selalu salah(?) • K i m T a e h y u n g ( S w e e t N i g h t ) by Rachalova 05-11-2021 : #1 - taehyung