Hari Santri

51 1 0
                                    

"Nah, udah dimasukkan semua kan bingkisannya ...?"

Hening. Cek, cek, cek ... cicak-cicak di dinding, diam-diam merayap. Saking heningnya nyanyian cicak nyaring menggema.

Sosok mungil bergamis ungu muda senada dengan bergo lebarnya seakan terhipnotis, selama beberapa menit pandangannya kosong dengan mulut menganga. Bayangkan aja para abege yang nge-blank seketika (mimpi) ketemu Kim Seon Ho (nggak usah baper nama ini disebut, mang sengaja dimunculin kok ... wkwkwk). Nah semacam itulah kondisi Munah.

"Ndoro ... masyaallah, terlalu tam ... pan, ya Allah, kek Gus-gus di cerita kegemaran Mince, huaa," gumam Munah sembari menutup mulutnya, tersipu malu-malu.

Giandra yang malam ini mengenakan koko putih lengan panjang dipadu sarung berhias bordiran pintu aceh pada bagian bawah menambah apik tampilannya (di mata Munah, hahaha) plus menyejukkan, sebelas dua belas ama ubin mushola.

Dahinya mengernyit, "Munah! Dengar saya?!"

"U ... udah kok, udah beres, semua kardus udah masuk mobil."

Maniknya ragu menyapu sekilas si asisten yang masih saja tak bisa menyembunyikan keterpukauannya.
Digelengkan kepala, lalu jemarinya sibuk mengutak-atik ponsel. "Munah, kegiatan Hari Santri ini udah kami persiapkan lama ya, jangan sampai ada satu pun barang yang tertinggal, tolong dipastikan lagi!" pintanya sekaligus peringatan.

Setiap 22 Oktober, dalam rangka peringatan Hari Santri Nasional, Giandara dan teman-teman komunitasnya mengadakan berbagai kegiatan sosial di pondok pesantren.

"Beres, Ndoro!" Munah mengacungkan dua jempolnya.

"Nah, saya Maghrib dulu ya. Kalau Asril dan Bima datang, tolong suruh tunggu sebentar."
"Waaaah, ... Akak-akak sholeh pada ngumpul, asik, yes, yes, yes."

Si pemuda berdehem.

"Ndoro, emm, saya boleh ikut ke pondok pesantren juga kan? Nanti di sana pasti butuh tenaga buat nurunin bingkisannya kan?" Si pemuda menggeleng cepat.

"Kan buat bantuin bagi-bagi bingkisannya juga, pasti nanti kewalahan akak-akak kalo nggak ada saya, ya kan, ya kan. Iya, kan, Ndoro." Tak menyerah, Munah mulai mengeluarkan jurus mabuknya, eh merajuk.

"Munah! Ini khusus santri laki-laki. Santriwati ada sendiri waktunya."

"Ndorooo, saya kan ingin berbuat baik. Pengen dapat pahala juga, berbagi pun belajar bareng, kayak Ndoro, gituuu ...," rajuknya makin menjadi.

"Niatnya dulu diperbaiki."

Munah melotot nggak terima. Niat Munah terlalu kentara, mudah ditebak tuannya. Haks.

"Besok aja, kalo mau biar disamperin Mei ikut kajian bareng di Masjid Jami Al Ma'mur, Cikini."

Munah berdecak pelan,"Akh ada apa sih sama sesembak Mei, Juni, Juli itu. Dia mulu perasaan."

Jangan pakai perasaan, Munah. Hiks.

#ceritamunah

Cerita MunahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang