Nonton

83 10 0
                                    

Sore itu, wanita berkerudung motif polkadot dengan ujungnya diikat ke belakang nampak sibuk mengusap-usap jendela kaca ruang belakang.
"Kok kamu masih di sini?" tegur pria berpenampilan kasual mengagetkan Munah yang tengah bersenandung kecil.

Munah melongok kiri kanan, "Eh, Ndoro ... saya maksudnya?!" tanya wanita yang lengkap dengan peralatan perang, sembari menunjuk hidung jambunya.

"Memang ada manusia lain di sini? Kamu kan mau nonton?! Kok belum siap-siap!?" Juteknya si Ndoro keluar.

Alhasil yang diajak bicara manggut-manggut, entah paham atau tidak. Yang pasti rautnya linglung. Namun tetap saja ngacir dari pada kena damprat.

"Ya ampun, oh emji, Si Ndoro ngajakin nonton, Mboook ... Mimpi apa anakmu ini," racau Munah setibanya di dalam Kamar, kemudian lompat-lompat kegirangan kek dapat undian bungkus indom**.

Sepuluh menit kemudian. Pria dengan celana selutut itu terlihat asik bercengkerama dengan kesayangannya (ikan-red) di pojok ruang tamu. Munah melangkah mendekat. Kali ini Munah tampil tak biasanya. Kardigan hijau dipadu celana panjang nge-pink lengkap sepatu kets silver blink-blink. Udah kek ala-ala K-Poper bukan? Heleh.
Baru saja mulutnya terbuka untuk menyapa,
"Juki udah nunggu di depan, tuh," ujar sang pria tanpa mengalihkan tatapannya dari akuarium.

"Juki?" dahi Munah berkerut.

"Hmm, memangnya si Juki nggak bilang, Nah?! Mau nonton sama kamu?" Si Ndoro menoleh, hanya sekejap lalu melemparkan bulir-bulir coklat pada makhluk yang menari-nari ke sana ke mari di akuarium.

Munah menggeleng lemah, roman yang tadinya berhias pancarona berubah syahdu kelabu. Tanpa sang tuan tahu, saking cueknya.

"Jadi, Juki yang ...." Munah tak melanjutkan kalimatnya, berharap tuannya mengalihkan pandangan dari makhluk bersirip saingannya.

"Saya punya undangan nonton untuk dua orang. Saya ada rapat keluarga nanti malam. Sayang kalau nggak dipakai. Kebetulan Juki berminat, katanya mau ngajak kamu," jelasnya panjang.

Hening.

Setelah beberapa saat, akhirnya tatapan sang tuan beralih juga padanya.
"Malah bengong! Udah sanaaa! Nanti kena macet lagi!" hardiknya, membuat Munah tersadar dari lamunan.

Mata Munah berkaca-kaca, setelah sejenak sukmanya melayang-layang ringan bak kapas. Kakinya udah menapak kembali di bumi. Menyadari darah biru dengan darah merah. Ya, di situlah sejatinya jarak yang nyata. Hidup ini tak secentil drama korea, plis. 

Detik berikutnya, "Ya ampun, Ndoro baik banget sih, ngijinin saya nonton sama Juki. Saya terharu. Uuhh," sembari mengerjap-ngerjapkan mata khas Munah.

"Udah sana, sana! Nanti keburu hujan!" usir Ndoro.

Munah melesat keluar setelah melakukan aksi cium tangan yang membuat sang Ndoro geleng-geleng kepala.

Dua menit kemudian, Munah kembali menghampiri sang tuan. Napasnya ngos-ngosan. Dasar jarang olah raga. Lari dari ruang tamu ke halaman saja kek lari berkilo-kilo.

"Ndoro, emm, ini nggak salah!?" diperlihatkannya kertas undangan berbungkus plastik dari sebuah lembaga. Mulut Munah menganga. "Kok, pertunjukan wa ... wayang Ndoro," lanjutnya lemah lengkap dengan wajah memelas. Drama, kan.

"Munah ... kamu tau? Wayang itu salah satu karya adiluhung bangsa Indonesia. Sudah jadi Warisan budaya dunia, lho.  Dunia internasional aja bangga, sebagai warga negara yang baik, kamu mestinya lebih bangga. Jangan fanatiknya sama apa itu ... drama centil, cengeng. Menang aktornya sipit doang." ujarnya panjang lebar, kek kuliah satu eskaes.

Munah terbelalak tidak terima, tapi memilih meredamnya di palung hati terdalam dari pada panjang urusan. Uhuy.

"... pertamanya seolah situ ngajak nonton. Kedua bukannya nonton pilem kek, konser kek, nganu kek. Eh .... pehape beud sih Ndoro, hiks." Mulut Munah komat-kamit baca mantra.

"Kamu tadi ngomong apa?!"

"Ngg, enggak kok. Hee, nggak Ndoro, nganu, makasih ya, Ndoro, udah diizinin nonton plus dapet saku lagi." Dalam beberapa menit saja roman Munah berubah-ubah, dasar labil.

"He, Munah ngedet dulu ya, Ndoro ...." Lagi, diciumnya punggung tangan sang Ndoro. Kemudian bergegas keluar. "Juki ... ayam kambiiiing," teriaknya cempreng.

"Nanti jangan lupa sepulangnya. Ceritain ke saya lakonnya! Awas kalo nggak dicatat!" teriak sang tuan kembali fokus pada akuariumnya.

#ceritamunah

Cerita MunahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang