Kajian Putri

132 18 0
                                    

Pagi yang syahdu. Seorang wanita memasuki halaman rumah dengan pagar yang terbuka, sepi. Setelah uluk salam beberapa kali, akhirnya pintu utama terbuka.

"Munah ada? Maaf, kenalkan saya Nissa, warga baru di komplek ini." Si wanita menangkupkan kedua tangannya di dada.

"Giandra." Canggung, si pemuda balas memperkenalkan diri, tanpa mengulurkan tangan memahami batasan yang ditunjukkan tamu bergamis pastel dengan senyuman manis.

Lalu dari balik punggung sang tuan, Munah muncul dengan senyuman lebarnya, "Eh, mbak Nissa, sampai ke sini."

"Ini undangan buat kamu, Nah," si gadis mengangsurkan kertas setelah uluk salam.

***

"Kamu kenal di mana, Nah?" tanya si pemuda seperginya si tamu.

"Ohh, itu mbak Annisa, tetangga baru. Tinggal di blok D. Emm, masih mahasiswa, pinter, baiikk lagi," jelas Munah nggak jelas. Ditanya apa jawabnya apa. Sang tuan mengernyitkan dahi, masih menunggu kalimat lanjutannya.

"Ketemu di mamang sayur. Mbak Annisa dan beberapa temannya, suka ngadain kajian khusus untuk putri, Ndoro. Katanya supaya saya, Mince, Nurul jadi paham soal fiqih wanita, soal berita-berita terbaru gitu. Katanya walau bukan orang kantoran, asisten pun juga kudu pinter," terang Munah satu tarikan napas. Hmm ... ceriwis emang Munah. Terharu dengerin kejujuran Munah, hiks.

Si pemuda mendengarkan dengan seksama, gerakan bola matanya menunjukkan dia sedang memikirkan sesuatu. Berkembangnya isu radikalisme, adanya kekerasan atau penipuan memang tak dapat dipungkiri merebak dan meresahkan. Semua orang harus waspada, bukan berarti curiga lalu gegabah memasung kebebasan berkelompok, berfikir, menentukan pendapat, tentunya. Duh undang-undang banget, deh.

Hening.

"Eh, kemarin aja Bu Erte ikut lho, Ndoro. Ndak sampai selesai sih, karena ditelepon Pak Erte."

Sang tuan, beroh ria, kelegaan terpancar dari matanya.

"He, saya udah ikut sekali, Ndoro. Maaf, belum izin Ndoro. Lupa." Munah meringis menggaruk-garuk kepala, merasa bersalah.

"Nah. Saya senang kamu bersosialisasi, mau belajar untuk nambah wawasan, dari pada kecanduan Drakor, sinetron. Asalkan beritahukan saya."

Munah mengangguk.

"Apalagi ... bergaul dengan orang baru," lanjut sang tuan.

"Em, eh Ndoro emm, mau kirim salam nggak buat Mbak Anissa. Hihi...," Si pemuda mengerutkan dahinya, sedang Munah tersenyum konyol.

"Hehe, soalnya Den Raditnya si Mince kemarin nitip salam, lho, hihi." Munah terkikik, cengar-cengir nggak jelas.

Si pemuda melengos, berlalu tanpa kata.

#ceritamunah

Cerita MunahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang