Didalam Mobil kami berdua hanya diam membisu, aku sendiri begitu gugup, hingga tak sadar terus menggigit ujung kuku jariku bergantian, kulihat hari sudah semakin senja, lampu-lampu jalan mulai menyala satu persatu.
"Kak, eh dek gimana kalau kita makan dulu." Ujar Anto memecah kesunyian.
"Ehh..ehmmm ya mas, gak apa-apa, kita makan dulu ya.." balasku terbata-bata. Duh kenapa sih aku jadi gugup gini
"Dek Maya mau makan apa?" tanya Anto.
"Hmm teserah mas aja.." Jawabku tanpa berani menatap wajah pria disebelahku ini, hatiku benar-benar berdegup kencang, sehingga membuat napasku menjadi sesak.
Anto membelokkan mobil masuk ke sebuah restoran ayam bakar, "Disini aja ya dek." Ujarnya, aku hanya mengangguk, pria di sebelahku itu kemudian turun dari mobil, aku memperhatikan penampilanku melalui kaca spion tengah, tak ada yang perlu kuperbaiki, riasan wajahku masih cukup sempurna, aku hanya merapihkan hijab yang kukenakan, lalu aku juga turun dari mobil.
Kulihat pria tegap dan penuh tato itu tersenyum manis kepadaku, aku hanya tersipu membalasnya, sungguh aku merasa bagaikan seorang gadis yang sedang kencan pertama kali dengan pria pujaan hatinya.
Di restoran itu kami memesan sepotong ayam bakar, sepotong Nila bakar, tahu tempe dan beberapa lalapan dan juga sambal, tak lupa kami juga memesan sayur asem, sepertinya Anto menyukai sayur asem, "Dek Maya mau pesan minuman apa." Tanya Anto.
"Lemon Tea aja mas," jawabku, Anto kemudian menambhakan dua buah lemon tea dalam nota menu, setelah semuanya dirasa cukup Anto memanggil pelayan dan menyerahkan nota tersebut.
"Apa dek Maya gak masalah?" tanya Anto menatapku tajam.
Duh tatapan itu sangat tajam menusuk ke dalam relung hatiku, tatapan seorang pria sejati, tatapan yang mendominasi segenap perasaan dan hasratku, "Maksud mas gak masalah?" aku balas bertanya.
"Maksud mas, soal pijat itu." Tanyanya lagi.
Mendapat pertanyaan seperti itu membuatku tak tahu harus menjawab apa, aku hanya tersipu malu.
"Dek, kalau dek Maya keberatan, ya sebaiknya gak usah." Sepertinya pria didepanku ini mencoba memastikan bahwa apa yang terjadi setelah ini merupakan kesepakatan kedua belah pihak.
Aku kini mencoba mengumpulkan keberanian menatap wajahnya, kami saling menatap, aku tak menjawab hanya tersenyum memandangnya, diapun tersenyum seolah mendapat jawaban yang dia inginkan.
Beberapa pelaayan restoran membawa makanan pesanan kami, mereka dengan cekatan menata semua makanan di meja kami, dan meja kami hampir gak muat lagi menampung makanan, "Silahkan bapak dan ibu, jika ada apa-apa jangan sungkan untuk memanggil kami." Ucap salah seorang dari mereka.
"Terima kasih mas." Ucap mas Anto pada pelayan-pelayan tersebut
Para pelayan tersebut meninggalkan kami berdua, "Mas, aku mau ke toilet dulu ya." Ucapku, Mas Anto tersenyum mengangguk.
Aku segera menuju Toilet mengikuti petunjuk arah yang tertempel di dinding, Toilet restoran ini cukup bersih, aku memandang wajahku di cermin, wajah imutku terlihat merona saat itu, mungkin pengaruh detak jantungku yang agresif memompa darah, duh...kira-kira apa yang terjadi nanti ya, hatiku berdesir-desir membayangkan apa yang terjadi malam ini, sungguh tak ada keinginanku untuk pulang saat ini, desiran hatiku karena aku begitu gugup, tiba-tiba hpku berdering, notifikasi panggilan video, seketika aku menjadi sedikit panik, aku tahu pasti siapa yang menelpon.
"Ya mas, eh yank.." duh maya santai aja...
"Loh kok mas, heheh sejak kapan kamu manggil aku mas," ucap Mas Adam, kelihatannya dia masih berada di kamar hotelnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary Seorang Istri
General FictionKisah ini adalah tentang Perjalanan Seorang Perempuan Muda Dalam Menemukan Kebahagiaan Ragawinya, kekecewaannya pada suaminya seolah menemukan satu pelabuhan baru, wanita muda yang berasal dari kalangan atas, terjebak dengan pesona pria dari kalan...