33. Keropi

1.3K 208 16
                                    

.
.
.

Samar-samar bau karbol menyerang indera pembau Gue. Ah-pasti di rumah sakit. Perlahan Gue membuka mata dan mendapati Kiran tidur dengan posisi duduk di samping Gue. Dia masih menggunakan kemeja yang dipakainya waktu pamit kerja.

"Ran...bangun!"

Tangan Gue yang terpasang infus menggoyang-goyang bahu Kiran.

"Hooooaaaam..."

Kebo. Kiran dengan santai meregangkan kedua tangannya sampai atas kepala. Itu mata masih kebuka seperempat.

"Udah sadar? Pinter banget Lo, pinsan sekalian tidur sampek pagi."

Lah kan baru bangun, masih bau jigong aja omongannya udah kayak sianida.

"Mending sekarang Lo ke nurse station bilang Gue udah sadar terus bilang mau bawa pulang Gue."
"Gak cukup ya Gue jadi kacung di kantor? Ini sekarang gantian Lo yang jadiin Gue kacung?"
"Lo juga mau tidur nyenyak di kasur kontrakan kan? Jadi, nurut aja yang Gue bilang."

Kiran masih cemberut. Gue tahu, dia kayaknya capek banget sama pekerjaannya ditambah harus nungguin Gue di RS.

"Gue pakek alesan apa biar berkas Lo di acc?"
"Faktor biaya."

Meskipun ogah-ogahan, Kiran tetep beranjak dari kursi dan keluar ruangan.

Sekitar 2 jam berkas selesai dan Gue pulang dengan catatan pulang paksa pkl.05.00. Untung administrasi buka 24 jam kalau gak Gue gak bisa bayangin bosennya harus nunggu visit dokter yang entah kapan datangnya.

"Makasih ya Ran."

Ucap Gue tulus setelah mobil meninggalkan pelataran RS.

"Kebaikan Gue gak berlaku 2x."
"Iya."

Gue tersenyum menanggapi jawaban Kiran. Kenapa? Karena jawaban Kiran selalu itu-itu aja, padahal kalaupun Gue kambuh lagi entah untuk yang keberapa, dia tetep standby nolongin. Sebaik itu sepupu Gue meski mulutnya persis sianida. Gue gak nyesel udah kenalin Dia sama Evan, karena Evan bisa memperlakukan Kiran dengan pantas.

"Kronologinya gimana?"

Kiran mengetuk kemudi beberapa kali sebelum menjawab pertanyaan Gue.

"Pkl.22.30 Gue pulang kantor. Pkl.23.00 Mang Didin telfon Gue pakek hp Lo. Dia bilang Lo pinsan di villa."
"Lo sama siapa tengah malem berani nyetir ke villa?"

Jalan menuju villa kebanyakan masih sepi penduduk. Meskipun Kiran itu bukan penakut, Dia juga gak seberani itu buat nyetir tengah malem.

"Sama Pak RT."
"Ha?"
"Otak Gue buntu. Keluar kontrakan yang Gue lihat cuma rumah Pak RT, ya udah Gue minta tolong deh."

Tepok jidat. Ternyata Kiran gak kalah absurd nya dari pada Evan, bener-bener goal couple.

Segera setelah sampai kontrakan Gue mandi. Eeeh habis mandi Gue ke kamar itu Kiran udah ileran di bantal, tanpa mandi tanpa ganti baju, hebat bener itu anak kalau urusan molor. Ya udah sih Gue juga kasihan sama Dia yang semaleman tidur di kursi, pasti itu badan mau patah rasanya.

Kulkas sebenernya penuh bahan makanan yang kemarin Gue isi saat Kiran kerja tapi hasrat ini pengennya mie instan. Gak papalah sekali-kali nyicip makanan surga.

Tidak sampai 5 menit mie instan rasa soto terhidang dalam mangkok jago tidak lupa telur ceplok menghiasi. Lengkap sudah kebahagian perut Gue.

"Ayaaaaang..."

Keras suara melengking Kiran sampai ke dapur. Bukannya itu manusia lagi molor waktu Gue tinggal ke dapur? Tadi dia manggil siapa? 'Ayang' maksudnya Evan? Evan spesialis jiwa itu?

Spesialis ObgynTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang