43. Si Kadal Jantan

2.4K 251 38
                                    

Gocar yang Gue tumpangi sekarang sedang berhenti di depan gedung bertingkat bernama apartemen. Apartemen elite yang menjulang tinggi di depan Gue ini, salah satu unitnya dihuni oleh manusia bernama Lian, Calliandra. Nomer berapa unitnya? Gue gak tahu karena Gue cuma nunggu di dalem mobil dan gak ada niat sedikitpun buat turun.

"Tumben Lo nawarin nganter Gue? Pasti ada maunya."

Celetuk Lian tanpa sopan saat bokongnya berhasil mendarat di kursi penumpang tepat di samping Gue.

"Gue pengen bakpia pathok semua varian asyeeeli Jogja."

To the point Gue, ditanggapi gelak tawa oleh Lian. Sebenarnya itu hanya alibi agar Lian tidak bertanya terus. Pasalnya Lian gak tahu kalau ransel ukuran sedang yang Gue bawa berisi hal serupa sama yang Dia taruh di koper mini miliknya, yaitu baju.

Gue masih ingat betul perkataan Pak Pandu 5 hari lalu di ruangannya, yang menjadi alasan ransel berisi baju ini sekarang Gue jinjing.

"Saya akan berusaha untuk menyelesaikan ini semua secepatnya, Fa... Jangan pernah berfikir bahwa Saya menginginkan hal ini terjadi."

Terlihat jelas mata lelah Pak Pandu sedang menyorot Gue dengan tatapan agar Gue nurut.

"Kenapa Saya harus dimutasi?"

Sejujurnya itu bukan pertanyaan karena Gue sendiri tahu jawabannya. Kondisi RS sedang kacau dan lebih kacau lagi adalah kondisi pria di hadapan Gue yang sedang melepas kaca matanya dengan asal. Gue tidak ingin dimutasi karena Gue ingin ikut andil dalam menyelesaikan masalah di RS, lebih tepatnya masalah yang dihadapi Pak Pandu. Dia dilaporkan balik oleh pihak Jeremy dengan tuduhan merekayasa keadaan. Keadaan apa? Keadaan pasien yang sebelumnya memang bukan pasien RS Sayang Anak melainkan pihak luar. Jadi seharusnya bukan RS yang dirugikan karena obat gagal–produk PT.Jeremy yang dikonsumsi pasien di dapat dari luar, namun laporan dari Pak Pandu mengaku sebaliknya. Pusying pala barbie.

"Setelah masalah selesai, Secepatnya Saya akan menarik Kamu ke pusat lagi, Fa. Saya tidak ingin Kamu terseret lebih dalam."
"Saya yang lebih dulu mencari tahu kasus ini Pak. Saya yang seharusnya di posisi Pak Pandu."

Meskipun dalam hati Gue juga amit-amit kesangkut masalah ruwet macem gini. Tapi mau gimana? Rasa gak enak hati–rasa bersalah yang Gue rasain sekarang bikin Gue gak bisa tidur nyenyak. Kesurupan ya Lo, Ry? Seorang Fairy gak bisa tidur nyenyak?? Ada gempa aja Lo masih bisa ngiler di bantal. Sialan!

"Jangan salahkan diri Kamu, Fa! Yang sekarang harus Kamu lakukan adalah mempermudah Saya untuk menepati janji Saya ke Kamu."

Janji? Janji apaan?

Seakan tahu isi kepala Gue, Pak Pandu melanjutkan kalimatnya.

"Kamu harus tetap menjalani harimu seperti biasa, sama seperti harimu dulu sebelum masalah ini ada, tanpa beban, tanpa tekanan. Itu janji Saya beberapa hari lalu, bukan?"

Kalimat itu memang pernah dilontarkan Pak Pandu beberapa hari lalu sebelum masalah runyam. Namun, saat itu Gue berfikir bahwa hal itu terlalu berlebihan untuk diucapkan seorang Pandu Kartosuroso terhadap staf nya. Tidak dinyana hal itu memang dipegang dan berusaha diwujudkan oleh Pak Pandu buat Gue.

Saat itu yang pengen banget Gue lakuin adalah berjalan ke arah Pak Pandu dan memeluknya, namun tentu itu hanya di pikiran Gue dan hanya berakhir dengan ucapan terima kasih. Bagaimana bisa orang setulus Pak Pandu apes banget dalam masalah pernikahan? Padahal sama Gue yang bukan apa-apanya aja care banget.

"Hoi..."

Suara Lian berhasil mengembalikan kesadaran Gue dan menatap kenyataan bahwa lantai porselen yang Gue injak sekarang adalah lantai bandara.

Spesialis ObgynTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang