Dokter adalah manusia yang dapat menyembunyikan kopi pahit diantara mulutnya yang semanis ice cream, lalu menyuguhkannya secara nyata di hadapan pasien.
Satu setengah jam berlalu. Berkutat dengan pincet, mess dan tubuh manusia membuat otot leher lumayan pegal-pegal.
Kini setelah air sebesar 1 liter membasahi kerongkongan gue sudah harus kembali berkutat dengan manusia dan rekam medis nya.
Tidak peduli seberapapun sepasang kekasih di hadapan gue ini bertittle VIP, yang jelas berkas rekam medis yang telah gue baca bisa menjadi kopi pahit yang harus mereka minum sebelum menjalani pernikahan.
"Sudah berapa lama bapak dan ibu menjalin kasih?"
"5 tahun."Pihak laki-laki menjawab dengan tegasnya, dibarengi dengan senyum ramah yang khas. Gue sedikit kagum dengan si cowok, dia bisa Bahasa Indonesia dengan fasih. Kenapa kagum? Karena dia bule. Bukan blasteran tapi pure 100% orang asing.
"Oow... you can speak my laguage fluently."
"Anda kaget?"
"Sedikit."Gue menanggapi dengan tawa renyah. Mereka tidak sekaku yang gue pikir. Setelah basa-basi yang lumayan buat senam mulut gue karena harus sering senyum, akhirnya pelan-pelan ke inti masalah.
Yang gak gue suka dari profesi gue adalah ketika ini mulut harus menjadi ice cream yang pelan-pelan berubah jadi kopi pahit.
"Kenapa Mbak-Mas ingin konsul program hamil bahkan sebelum menikah?"
Panggilan "Mas" buat bule ternyata lucu juga. Panggilan gue rubah setelah permintaan mereka sendiri. Katanya, mereka belum setua itu untuk dipanggil bapak dan ibu.
"Seperti yang dokter tahu, perjodohan kami awalnya adalah sebuah bisnis antar keluarga, meski akhirnya kami benar-benar saling jatuh cinta, ada harapan besar dari mereka dan kami tidak ingin mengecewakannya."
Si cewek menjawab dengan pembawaan tenang.
Keturunan. Ya, anak dari kedua pebisnis besar batu bara yang sekarang di hadapan gue sedang melakukan sesi curhat tentang keluarga mereka yang menginginkan cucu penerus segera setelah mereka menikah.
Mereka orang terpelajar, sehingga bibit, bebet dan bobot dipikirkan jauh sebelum menikah agar tidak menimbulkan masalah dikemudian hari.
"Saya senang ternyata masih ada orang yang menjadikan kesehatan sebagai salah satu syarat untuk menikah."
Don't forget, smile Ry!
"Baik saya jelaskan hasil check up kalian."
Mereka pasang kuping.
"Kalian berdua sama-sama dalam keadaan sehat. Namun, ada sedikit masalah pada golongan darah kalian."
Tarik nafas, buang, Ry! Tenang! Masih panjang pidato Lo. Sialan.
"Mbak Nova memiliki golongan darah A Rh+, sedang Mas Alex memiliki golongan darah B Rh-. Perkawinan beda rhesus beresiko pada janin. Janin biasanya memiliki rhesus yang diturunkan dari pihak ayah. Jika rhesus janin berbeda dengan rhesus ibu, maka tubuh ibu akan menganggap janin sebagai benda asing sehingga sel darah ibu akan berusaha menghancurkannya."
Mbak Nova membekap mulutnya seakan tidak percaya akan kenyataan yang gue ungkap.
"Tenang! Kemungkinan untuk anak pertama lahir dengan selamat berdasarkan penelitian itu besar, tapi untuk anak kedua dst perlu adanya terapi yang-..."
Tok tok
Itu ketukan gak sopan banget pakek motong omongan gue. Tanpa menunggu gue persilahkan itu tamu nylonong buka pintu.
"Oh...dr.Lian."
Si bule menyapa dengan antusias.
"Pak Alex..."
Lian menjabat tangan Alex yang terulur lebih dulu.
"Eritoblastosis fetalis?"
Lian bergumam sambil melihat rekam medis dua orang VIP ini dan bergantian melihat gue. Anggukan yang gue tunjukan sebagai jawaban.
"Apa yang harus kami lakukan dokter?"
Mbak Nova buka suara dengan rasa putus asa nya. Gue jadi ngrasa kayak Mamah Dedeh tempat curhat emak-emak.
"Pikirkan ulang tentang pernikahan kalian! Karena disini kalian juga melibatkan 2 keluarga yang sama-sama memiliki harapan keturunan yang besar pada kalian."
Lian memberi tanggapan udah kayak salesman jualan obat kuat.
VIP itu permisi untuk pamit. Raut frustasi tergambar jelas pada kedua nya meski senyum tak luntur dari bibir mereka setelah mengucapkan terima kasih.
"Lo kok ngomongnya gitu sih Yan..."
"Lhoh, apa yang salah coba?"
"Omongan Lo udah kayak portal bagi pernikahan mereka."
"Mereka berpendidikan. Mereka bisa nangkep apa yang gue omongin."Iya, mereka emang berpendidikan secara keluarga mereka gak bakal miskin 8 turunan. Tapi, Lian gak berhak ngomong gitu. Kan Lian bukan orang tua mereka.
"Hilih Lo enak tinggal ngomong karena Lo belum ngejalani."
Cibir gue pada akhirnya.
"Gue gak bakal ngejalani pernikahan beda rhesus Ai."
Lian mulai jadi dukun. Udah bisa ngeramal bahwa jodohnya punya rhesus yang sama kayak dia.
"Sotoy Lo. Calon aja belum ada, apalagi ngomongin rhesusnya."
"Udah ada. Lo O Rh+ dan gue AB Rh+. Rhesus kita sama. Jadi clear, gak ada masalah."Tunggu. Gimana tadi Lian ngejawabnya? Kok otak gue loading sih. Seakan sadar dari koma, gue sama Lian cuma bisa kedipin mata. Sama-sama diem kayak orang lumpuh.
Lian yang salah ngomong atau kuping gue yang kebanyakan congek sih?
"Terus... Lo ngapain kesini?"
Gue coba atur ekspresi, gue setting ulang otak dan yang keluar cuma pertanyaan gak penting itu.
Dan apa responnya? Lian nyodorin kantong kresek putih.
"Apaan?"
Gue terima itu kantong kresek dan gue buka.
"Burjo?"
Suara gue dengan jelas meminta penjelasan.
"Menurut Lo?"
Ih gue geregetan.
"Ya...gue tahu ini burjo bukan rujak. Maksud gue, Lo kesini cuma buat ngasih gue BUBUR-KACANG-IJO?"
Gue menekankan setiap kata dari makanan yang dikasih Lian ke gue. Seakan tetep gak percaya. Mustahil. Demi apa?
"Katanya tadi Lo pengen makan burjo, sampek bela-belain minta dibeliin Jio."
"Kapan?"
"Waktu di OK."What? Lian mabok?
"Kemarin lalu rendang, sekarang burjo. Kenapa Lo mau ngerepotin diri buat beliin makanan yang gue pengen? Lo gak lagi naksir gue kan?"
Lo udah gak sayang nyawa Ry?
Lo tadi pagi sarapan apa sih? Nyablak banget mulut Lo.
Aduh ini mulut lemes banget kalau ngomong. Semoga besok gue gak dibunuh sama fans club nya Lian yang bejibun. Please, gue masih pengen cari duit. Apartmen gue belum lunas hoy.
6.8.2021
MAKASIH UDAH MAU BACA. JANGAN LUPA VOTE DAN COMENT.😉😉
KAMU SEDANG MEMBACA
Spesialis Obgyn
ChickLitURUTAN PART AMBURADUL. AUTHORNYA G TAHU KENAPA. DIHARAPKAN KEBIJAKSANAAN DALAM MEMBACANYA (Diurutkan sendiri)! "Yan, gue butuh dipeluk." Lihatlah perbuatan lo, Airy... semua mata tercengang pemirsaaaah. Sedetik kemudian dada bidang itu udah nempel...