21. Nasi Rames

1.7K 210 4
                                    

Rasa ingin tahu itu emang bagus untuk anak golden age bukan untuk ngorek mantan.

"Selamat pagi dr.Peri..."

Ya ya ya... pagi yang dingin penuh embun kali ini, gue sudah disapa hangat sama CEO mateng bernama Pandu Kartosuroso dan jangan lupakan gelar doktoralnya yang keren.

"Ada yang bisa saya bantu Pak? To the point saja!"

Entah ada apa hari ini. Gue berasa jadi seleb yang dicariin banyak orang-padahal juga cuma 2 orang. Jio yang mau setoran dan Pak Pandu yang satu ini.

"Ini nih yang buat saya suka."

Gimana, gimana?

"Ha? Maksud saya, tadi Bapak ngomong apa?"
"Gak berbelit-belit. Kamu orangnya to the point. Itu yang buat saya suka sama kamu."

Uhuk-uhuk keselek napas sendiri. Emang bisa keselek napas? Bisa, dibisa-bisa in.

"Tolong temenin saya sarapan, ya?"

Itu pertanyaan atau perintah?

Emang Lo bisa nolak, kalau yang minta modelan kayak begitu? Jawabannya tentu gak.

"Nemenin aja Pak? Saya gak diajak sarapan sekalian?"
"Kamu manis banget sih Fa?"

Jawabnya sambil tersenyum lebar.

Fa? Dia panggil nama gue langsung tanpa embel-embel dokter kayak biasanya. Ada apa sobat?

"Silahkan!"

Pak Pandu kembali dari arah mini pantry nya dengan membawa 2 mangkok ditangannya kemudian meletakkan 1 di hadapan gue.

"BurJo?"
"Iya."

Jawabnya santai kemudian memasukkan satu suapan ke mulutnya.

"Bubur kacang ijo?"

Gue mengulang satu nama makanan yang mendadak viral 2 hari ini di hidup gue. Mengulang dengan menyelipkan pertanyaan tersirat "maksudnya ini apa Pak?"

"Iya, itu burjo Fa, bubur kacang ijo. Kamu gak mulai rabun dan nganggep ini siomay kan?"

Lagi, dia ngobrol sama gue dengan bahasa informal. Fa?.

Dan yes, Pak Pandu gak berhasil nangkep pertanyaan tersirat gue. Emang Lo pikir ini sinetron Ry? Yang kata hati nya bisa ngomong sendiri pakek suara kenceng-kenceng?

"Maksud saya, ini maksudnya apa Pak?"

Dengan sabar gue menunggu Pak Pandu mengunyah dan menelan satu suapan yang terlanjur masuk ke mulut saat gue bertanya.

"Katanya kamu lagi pengen sarapan burjo. Jadi, saya beliin, atau sekarang udah gak pengen lagi?"
"Kata siapa?"

Refleks gue menepuk mulut pakek tangan karena bahasa gue yang kelewatan. Pak Pandu hanya tertawa elegan melihat aksi gue.

"Maksud saya, Bapak tahu dari mana saya pengen sarapan burjo?"
"Salah ya? Kamu udah gak pengen lagi? Atau pengen sarapan yang lain?"
"Pak, itu bukan jawaban dari pertanyaan saya lhoh."

Kembali dia tertawa. Serasa jadi komika gue. Gak ada yang lucu Bapak Pandu, please!

"Saya tahu dari karyawan. Ayo, segera dimakan! Kalau dingin rasanya udah beda, Fa."

Sejak kapan kepentingan gue jadi kepentingan seluruh umat sih? Gue kemarin bilang burjo itu di OK waktu histerektomi dan itu udah pkl.16.30 WIB seketika kedengeran gitu sampek lantai 37?

Gue memilih untuk segera mengambil mangkok yang isinya hampir penuh itu. Memilih untuk mengabaikan panggilan baru gue-Fa dari Pak Pandu dengan suara yang bisa dibilang so soft.

Spesialis ObgynTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang