44. Banana cha cha

2.5K 227 21
                                    

Lebih dari 3 pekan kejadian Lian ngomel-ngomel ditelpon gara-gara Gue memberikan no.WA ke Reyhan telah berlalu. Kini bukan lagi Lian yang cerewet, melainkan Mas Feri. Dia rutin banget nelfon kek nagih kreditan panci. Manusia supel itu mendadak irit bicara kalau telfon, say hello, tanya kabar selesai, kayak udah ke-setting dari pabrikan.

"Belum sarapan ya, dok?"
"Eh..."

Gue tersadar dari lamunan. Seulas senyum lawak terpatri di wajah dr.Sutrisno–Kepala dept.Obgyn. Beliau menyodorkan satu pisang ke hadapan Gue yang dengan senang hati Gue terima.

"Apa dr.Fairy ada waktu sebentar? Kalau ada, bisa ke ruangan Saya?"
"Baik Dok."
"Jangan terburu-buru, habiskan dulu pisangnya! Itu gak ada sianida nya kok."

Setelah menghabiskan pisang, Gue bergegas menyusul dr.Sutrisno yang telah lebih dulu ke ruangannya.

Tok
Tok
Tok

Gue masuk ke ruangan dr.Sutrisno setelah terdengar sahutan 'masuk!' dari dalam ruangan. Entah untuk keperluan apa, tiba-tiba saat urusan di poli selesai, dr.Sutrisno menghampiri Gue yang sedang duduk termenung di kursi depan nurse station dan meminta Gue untuk ke ruangannya.

"Lambungnya gak papa 'kan dok, habis makan pisang dari Saya?"

Gue hanya tertawa mendengar pertanyaan dr.Sutrisno. Sosok yang ada di hadapan Gue sekarang memang  demen ngelawak tapi gosipnya, kalau sama koas galaknya kayak tanggal tua.

"Ada yang bisa Saya bantu, dok?"
"Bukan masalah besar. Silahkan duduk dr.Fairy!"

Dokter berusia sekitar setengah abad itu menyodorkan map biru ke hadapan Gue.

Pasti Rekam Medis.

"Biasalah dok... pasien PIAIPI."

Lagi-lagi Gue tertawa mendengar pelafalan VIP ala dr.Sutrisno. Kalau pasien VIP emang kenapa? Gue meminta penjelasan lebih pada dr.Sutrisno lewat tatapan yang tentunya hanya ditanggapi dengan senyum. Beliau memberikan gestur untuk membuka map tersebut dengan dagunya.

Menuruti perintah beliau, perlahan map itu Gue buka. Nĺama yang tertera pada data diri pasien membuat tawa Gue yang semula bak rempeyek yang kriuk-kriuk jadi kaya adonan roti kurang ragi. Satu nama itu, Ny.Shofia Dermawan. Bener-bener... sempit banget dunia. Emang kurang jauh ya Gue minggat ke Batam? Sampek harus ketemu mereka lagi?

"Beliau meminta Anda secara khusus untuk menanganinya."

Gue mendongak untuk menatap dr.Sutrisno, berharap ada penjelasan lain, namun yang ada lagi lagi hanya ulasan senyumnya.

"Silahkan dipertimbangkan dulu dr.Fairy!"
"Bagaimana kalau Saya menolak?"

Perlahan Gue menutup map dan meletakannya dengan hati-hati di atas meja.

"Gak usah buru-buru, dok!"

Senyum kebapakan yang ditampilkan dr.Sutrisno tidak berdampak positif di kepala Gue. Malah Gue mulai berfikir, kayaknya pisang dari dr.Sutrisno beneran ada sianidanya deh. Buktinya, kepala Gue mulai pening sekarang, ditambah saat ngelihat map rekam medis dari Ny.Shofia, hedeuh...

Map biru itu akhirnya berpindah tempat ke ruangan Gue, membuat kepala ini makin pening. Masih terngiang  kalimat lelucon dari dr.Sutrisno sebelum Gue pergi dari ruangannya 'Dibawa dulu saja berkasnya! Anggap aja lagi baca twit receh di twitter.' Astagaaa...tepok jidat. Baru tahu Gue, kalau ada twit modelan rekam medis.

Map biru itu Gue taruh di laci meja dan bersamaan dengan itu selembar kartu nama Gue keluarkan dari laci yang sama. Gue lupa kapan tepatnya kartu nama itu Gue tinggalkan di laci, padahal dulu selalu Gue taruh di dompet dan ikut kemanapun Gue kelayapan. Kini fokus Gue tertuju pada selembar kartu nama tersebut.

Spesialis ObgynTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang