Chapter #7 - Hukuman

16 6 0
                                    

Teriknya matahari membuat kepala gue serasa mendidih. Gue khawatir otak di kepala gue ini bisa meleleh, dan perlahan keluar lewat kuping.

Gue sedang berdiri di atas sebuah podium kecil di pinggir lapangan. Sebuah podium yg biasanya di gunakan sebagai tempat pijakan pembina upacara saat apel pagi di hari senin.

Kemudian, kedua tangan gue memegang sebuah papan bertuliskan

'Saya menyesal datang terlambat'.

Ditambah segumpal tisu yg menyumbat hidung kanan gue, yg digunakan untuk menghentikan mimisan gue. Sehabis gue bercumbu dengan pintu tadi.

Ternyata, setelah menceramahi gue selama lebih dari 60 menitan tadi, tidak cukup membuat mereka puas. Kini, gue harus melanjutkan kembali hukuman gue dengan dijemur di lapangan.

Di sebrang lapangan, ada segerombol murid mengenakan baju putih berlengan abu-abu pendek, serta celana dengan warna senada dengan lengan bajunya. Tampaknya mereka sedang menjalani pelajaran olahraga.

Meski samar-samar akibat efek dehidrasi yg gue rasakan. Gue melihat seorang murid melambai-lambaikan tangannya ke arah gue.

"Mereka pasti sedang asik mencemooh dan mengolok-olok gue." Ucap gue dalam hati.

Walau begitu, gue sudah tidak perduli lagi dengan apa yg di pikirkan murid-murid itu saat melihat gue. Tubuh dan pikiran gue sudah terlalu lelah untuk memproses itu semua.

Keinginan gue sekarang hanya satu. Semoga hukuman ini segera selesai, karena rasa dahaga di tenggorokan gue ini sudah tidak bisa di toleransi lagi.

Gue ingin segera pergi ke kantin dan meneguk segelas es teh manis 3 ribuan, buatan bibi kantin. Yg pastinya bisa membuat gue kembali segar dan bertenaga kembali. Membayangkannya saja, sudah bisa membuat air liur gue menetes.

Tepat ketika bel penanda waktu istirahat berbunyi, gue akhirnya di bebaskan dari hukuman.

Gue menyeret tas gue sepanjang perjalanan dari ruang BK ke kelas. Tenaga gue benar-benar terkuras.

Bahkan, untuk sekedar untuk memanggul tas di pundak saja, gue sudah tidak mampu.

Ketika gue masuk kelas, suasana tiba-tiba sunyi. Beberapa tawa kecil dan bisikan cewe-cewe yg bergosip, menemani langkah gue menuju kursi yg berada di pojok belakang itu.

Ahh... Sepertinya gosip tentang gue di jemur di lapangan tadi sudah menyebar dengan cepat hingga sampai ke kelas ini.

"Yooo don, lu akan jadi terkenal sekarang." Ucap si putra sembari cengengesan dan berjalan menyambangi gue.

Gue hanya berdecih dan memberinya tatapan tajam, sebagai isyarat untuk tidak mengganggu gue untuk saat ini.

Dan itu sudah lebih dari cukup untuk membuat si putra menghentikan langkahnya dan membungkam mulutnya.

Sesudah menaruh tas di kursi, gue segera melangkah ke luar. Di ambang pintu kelas langkah gue terhenti oleh seorang siswi yg sedang bertolak pinggang.

"Gentle juga lu, gak bocorin gue." Ucap siswi itu.

Gue hanya memandanginya dengan ujung mata gue.

Seorang cewe yg memiliki aura mirip seorang laki-laki. Rambut bob pendek seukuran lehernya, serta bagian 'depannya' yg datar. Memberikan kesan tomboy yg kuat pada dirinya.

Apa lagi sih ini?, lagian juga gue gak kenal sama ni cewe. Apa dia sedang berusaha meledek gue?.

Karena enggan menanggapi, serta tidak paham maksud siswi itu. Gue meninggalkannya tanpa sepatah kata pun dan melanjutkan perjalanan gue ke kantin.

Namun cewe aneh itu mengejar gue dan merendengi langkah gue.

"Segitu marahnya lu, sama gue." Ucap si tomboy (julukan yg gue berikan kepada si cewe ini).

Gue masih mencoba untuk tidak memperdulikannya, meskipun ia terus membeo dan mengikuti gue.

Bahkan sampai gue tiba di kantin. Lalu, memesan es teh manis, dan hingga gue duduk di bangku panjang yg berada di tengah kantin.

Si cewe yg entah siapa ini masih saja membicarakan sesuatu yg sama sekali gak gue pahami.

"Sumpah ini cewe aneh banget, mau apa sih dia sebenarnya." Ucap gue dalam hati.

Gue duduk bertopang dagu sembari perlahan-lahan menyeruput es teh manis gue. Berpura-pura mendengarkan ocehannya, padahal pikiran gue melayang entah kemana.

Akan tetapi tiba-tiba saja, ada lengan yg merangkul gue. Lengan yg sukses membuat gue menyemburkan es teh manis dari mulut gue, karena terkejut.

Bola mata gue segera mencari pemilik lengan ini. Ternyata tangan budukan yg bikin gue tersedak ini milik si putra.

Rasa lega sekaligus jengkel bercampur aduk seketika, karena gue pikir pemilik tangan ini adalah si tomboy.

Tentu saja gue akan sangat terkejut kalau tiba-tiba ada seseorang, apalagi cewe yg tidak gue kenal, tiba-tiba merangkul gue.

"Eh, lu deket sama si yuki juga don? Cie.. Cie... Terus triana mau di kemanain?" Ledek Putra.

"Yuki...?" Tanya gue bingung.

Si Putra menunjuk ke arah cewe yg ada di samping gue. Cewe yg dari tadi ngikutin gue dari kelas sampai ke kantin. Cewe menyebalkan yg gue cuekin, karena entah apa yg di bicarakannya dari tadi.

"iya nama gue yuki, gue duduk di samping si Putra pas di kelas." Ucap si tomboy memperkenalkan dirinya.

Gue kembali memandang si putra, kemudian menepis lengannya yg merangkul gue.

"Sory gue gak kenal, ketemu aja baru tadi." Sanggah gue, sambil kembali menyeruput es teh manis gue.

"Heeh!, lu masih marah?, gue kan udah minta maaf dari tadi. Ya ampun, baperan amat jadi cowo." Ujar si Yuki kesal.

"Ngomong apa sih, gue gak paham. Kalau mau ngeledek gue gara-gara dihukum tadi, silahkan saja. Gue gak peduli." kata gue.

"Ngeledek?" Yuki tampak heran, "justru gue mau minta maaf, sekaligus berterima kasih sama lu, bego!."

Akhirnya dia berhasil mendapatkan atensi gue.

"He?. Berterima kasih?, minta maaf?, ke gue?, buat apaan coba." Tanya gue.

"Wah... Kayanya seru nih, coba dong ceritain kronologinya." Ujar si putra.

"Tadi, lu loncat tembok belakang sekolah kan, gara-gara lu telat?" Yuki mulai bercerita.

"Hhmm..." Gue mengangguk.

"Terus, lu ke tangkep guru BK gara-gara diteriakin kalau ada murid yg telat, terus loncat tembok kan?" Lanjut yuki.

"Hah, jadi lu dijadiin tumbal don?" Tanya Putra kaget.

"Hhmm... Kalau sampe gue ketemu lagi sama tuh cowo sialan, bakalan gue kebiri dia." Maki gue kesal. "Nyesel gue, udah percaya sa..."

"Makannya gue minta maaf ke lu sekarang," Potong yuki.

Gue cukup terkejut dengan permintaan maafnya barusan.

Gue bertukar pandang dengan si Putra. Berharap dia bisa memberikan jawaban dari kebingungan gue ini. Namun, tak ada reaksi sama sekali dari si Putra dan membuat gue semakin bingung.

Kenapa dia minta maaf ke gue?.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Buat yg sudah mampir, semoga terhibur dengan ceritanya.

Dibantu vote, share dan komennya juga ya.

Terima kasih :)

My Highschool Story : First Step  (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang