Chapter #10 - Triana

11 5 0
                                    

Seorang cewe yg mengenakan setelan hoodie + celana training yg berwarna biru langit, sedang bermain basket.

Rambut poni bergelombang yg biasanya terurai kini diikat kuncir kuda. Membuat gue tertawa kecil ketika terbersit kata 'kuda poni' di otak gue.

Triana sedang berlatih basket di lapangan itu sendirian. Mungkin ia ingin melepaskan rasa frustasinya karena bermain buruk kemarin.

Angkot putih yg gue tunggu tadi, akhirnya tiba di hadapan gue.

Akan tetapi, karena gue penasaran dengan sosok yg sedang berlatih basket itu. Gue memberikan kode dengan gelengan kepala gue ke arah supir angkot yg membuatnya kembali melaju dan meninggalkan gue.

Kemudian, gue menyebrang jalan untuk menghampiri si poni yg sedang berlatih basket di lapangan itu.

Tampaknya, ia sedang berlatih shooting. Tembakannya cukup bagus, entah kenapa mata gue seperti tersihir saat melihatnya melemparkan bola.

Gerakannya sangat harmonis dan indah. Sangat berkebalikan dengan permainan yg di tunjukannya saat pertandingan kemarin.

Namun, di lemparan yg entah ke berapa itu, dia gagal memasukan bolanya. Membuat bola basket itu memantul menjauhinya dan pergi ke arah sisi kiri lapangan.

Bola itu terus memantul mengarah tepat ke posisi gue sekarang. Posisi di mana gue sedang memperhatikannya sambil bersandar pada pohon besar yg ada di taman ini.

Gue menghentikan bola tersebut dengan menangkapnya. Aksi gue barusan membuat si poni terkejut, karena tidak menduga kalau ada orang lain yg sedang memperhatikannya latihan.

Gue menghampiri Triana dan memberikan bola itu padanya sambil berkata, "sayang banget tembakan ke limanya gak masuk."

Triana mengucapkan terima kasih di barengi dengan senyum kecilnya.

"Gue gak nyangka lu suka main basket." Ucap gue.

"Iya, sekedar suka doang. Tapi aku gak jago mainnya." balasnya malu-malu.

"Gue tau kok lu gak jago. Gue kan liat lu kemarin bertanding." Jelas gue.

Triana yg merasa malu, menundukkan wajahnya dan menggaruk-garuk bola basket yg ada di tangannya. Ekspresinya sangat lucu ketika ia bersikap seperti itu.

"Tapi, tembakan lu gak buruk loh. Kemarin lu juga berhasil masukin tembakan three poin kan, dan itu bukan hal yg mudah." ujar gue.

"Jadi, tembakan gue hebat?" Ucap Triana yg kembali bersemangat.

Gue mengangguk.

"Tapi sisanya parah. Lu ngasih poin banyak banget buat musuh." Kata gue sambil menyeringai.

"Sebenarnya kamu mau menghibur atau meledek aku sih don." Ucapnya dengan wajah cemberut.

"Eh, jangan ngambek dong. Gue kan cuma bilang faktanya aja." Balas gue.

Dia memutuskan untuk istirahat, dan mengajak gue untuk duduk di bangku taman. Dia juga membelikan gue pocari sweat dari penjual minuman di sekitar taman.

Sebenarnya, gue agak ragu menerimanya. Kenapa gue di berikan pocari sweat? padahal kan yg olahraga cuma dia, sedangkan gue gak ikutan sama sekali.

Tapi, biarlah...

"Jadi, apa yg bikin lu suka basket na?" Tanya gue, membuka percakapan.

"Aku suka basket karena papah aku." Jawabnya.

"Papah lu atlit basket?" Seru gue.

Triana menggeleng.

Sudah gue duga, rasanya akan aneh kalau anak seorang atlet basket bermain seperti kemarin. Pastinya dia akan di latih dengan benar sampai jago, kalau dia memang anak seorang atlit basket.

My Highschool Story : First Step  (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang