Hari ini akan menjadi hari pertama diselanggarakannya belajar kelompok kami di rumah neneknya Triana. Kenapa di rumah neneknya?
Tentu saja karena Triana tinggal dengan neneknya, karena orang tuanya sedang berada di australia. Masa kalian lupa?, padahal gue pernah kasih tau di awal-awal cerita dulu.
Kini, gue bersama Putra dan Yuki, tengah berada di depan gerbang sebuah rumah yg terlihat sederhana. Meski tidak terlihat mewah, tapi rumah ini terkesan asri dan nyaman untuk ditinggali.
Awalnya gue berpikir kalau rumah neneknya Triana itu akan luas dan mewah, seperti rumah-rumah orang kaya yg suka di tampilkan di TV. Karena dia bilang, pekarangan belakangnya bisa dijadikan tempat barberque.
Meski begitu gue juga gak kecewa dengan rumah ini. Justru nuansanya yg asri dan nyaman ini, malah lebih terkesan seperti rumah nenek yg sesungguhnya. Karena seorang nenek itu selalu khas dengan senyuman dan pelukannya yg hangat dan itu yg gue rasakan dari rumah ini.
Yuki memencet bel rumah itu, membuat si poni muncul dengan kuncir kudanya tak lama kemudian.
"Hei... Kalian udah datang ya." Sambut Triana membuka gerbang.
Dia pun mempersilahkan kami masuk. Tetapi anehnya, kami tidak diajak masuk ke dalam rumahnya, melainkan di ajak menuju sebuah gang kecil di pojok rumah itu.
Ternyata jalan kecil itu di rancang khusus untuk menuju halaman belakang rumahnya, tanpa perlu masuk ke dalam rumah. Cukup unik juga desain rumah ini pikir gue.
Gue pikir jalan kecil ini dibangun karena pada saat orang tua Triana remaja dan ingin berkumpul dengan teman-temannya, tidak mengganggu orang yg sedang ada di dalam rumah.
Ternyata tidak benar. Triana bercerita kalau jalan kecil ini dibangun untuk membawa berbagai kebutuhan untuk merawat taman belakang seperti pupuk, tanah dan lain-lain, agar tidak mengotori rumah saat di angkut ke halaman belakang.
Karena menurut cerita neneknya yg pernah didengar Triana, ayahnya juga bukan tipe orang yg memiliki banyak teman. Ayahnya hanya memiliki segelintir teman dan hanya beberapa kali di ajak berkumpul di rumah ini.
Waah, sepertinya keahlian itu menurun pada anaknya sekarang. Pantas saja mereka akur dan sering melakukan sesuatu bersama.
Kami pun keluar dari jalan kecil itu dan tiba di halaman belakang. Diluar dugaan, halaman belakang rumah ini cukup luas. Di sana, terdapat beberapa jenis bunga-bunga dan juga tanaman hias yg tumbuh rapih dan sangat terawat.
Selain tanaman, terdapat juga sebuah gazebo berukuran sedang yg berada di belakang taman, dekat dengan tembok pembatas setinggi tiga meter yg mengelilingi rumah ini.
"Na, pokoknya kita belajar di gazebo itu aja." Pinta Yuki.
"Iya na, gue yakin suasana kaya gini, bisa menambah mood kita buat belajar." Timpal Putra.
"Iya boleh. Aku juga mau nyaranin disitu juga sebenarnya. Biar lebih santai dan gak terganggu belajarnya, ketimbang di ruang tamu." Balas Triana.
Gue cukup setuju dengan Triana. Karena, kalau kita belajar di ruang tamu. Gue lebih khawatir Yuki yg akan mengganggu ketentraman rumah ini, ketimbang belajar kita yg akan terganggu.
Di tengah kami semua sedang asik belajar. Muncul seorang wanita dari dalam rumah dengan membawa nampan berisi camilan dan teko teh transparan dengan es batu di dalamnya.
"Bagaimana belajarnya?" Tanya wanita yg masih tetap terlihat cantik di usianya itu. Beliau adalah neneknya Triana.
"Ini nenek bawakan camilan sama es teh manis, biar kalian makin semangat belajarnya." Ucap sang nenek, diakhiri senyuman yg mirip seperti senyuman milik cucunya.
"Wahh makasih ya nek." Sambut Putra sembari mengambil nampan tersebut dari tangan si nenek.
Si nenek pun berpamitan dan kembali masuk ke dalam rumah.
"Na, nenek lu baik banget ya." Ucap Putra sembari mengambil camilan cracker dan memakannya.
"Iya, kaya cucunya." Timpal Yuki sehabis meneguk segelas es teh manis.
"Dia juga terlihat anggun dan cantik, untuk ukuran nenek-nenek." Ungkap gue.
"Sama nggak kaya cucunya?, hehehe..." Sela Triana.
"Huuh, sayangnya lu ceroboh na. Kayanya bagian itu gak menurun ke lu deh." Balas gue yg membuat Yuki dan Putra tertawa. Sehingga membuat Triana menggelembungkan pipinya.
***
Setiap hari minggu selama dua bulan terakhir ini, kami selalu berkumpul untuk belajar di rumah neneknya Triana. Hingga hari ini pun yg menjadi minggu terakhir sebelum dimulainya UAS pada hari senin besok, rencananya kami masih akan mengadakan belajar kelompok tersebut.
Tapi, entah kenapa si Putra dan Yuki mengatakan akan datang terlambat. Membuat gue harus menunggu di gazebo tempat kami belajar ini, sendirian.
Triana kemana?
Dia sedang mandi. Karena saat gue tiba disini, dia mengatakan kalau baru saja selesai membantu neneknya membersihkan rumah sejak pagi tadi. Sehingga, berakhirlah gue ngelamun di gazebo ini sendirian.
Gue juga tidak membawa 3DS kesayangan gue, karena terakhir gue bawa pas belajar kelompok. Yuki marah-marah ke gue dan mengancam akan menyitanya kalau sampai gue membawanya lagi. Katanya sih biar fokus belajar. Padahal, gak pernah gue mainin sama sekali saat sedang belajar.
"Lagi mikirin apa don?" Tegur si nenek yg membuat gue tersadar dari lamunan.
Karena kegiatan belajar rutin ini, kami menjadi cukup dekat dengan neneknya Triana sekarang. Berkat kebaikan beliau yg selalu menyediakan camilan dan es teh manis untuk kami di setiap minggunya.
"Eh, ng... Gak nek. Lagi ngelamun aja, hehehe..." Balas gue cepat.
"Masih muda kok senang ngelamun." Ledek si nenek di akhiri senyumnya.
"Oh iya, kemana Putra dan Yuki. Kenapa mereka tidak datang hari ini?" Tanya si nenek.
"Mereka bilang akan datang terlambat nek." Jawab Gue.
"Oh, syukurlah. Nenek kira mereka tidak akan datang, karena ada masalah dengan Triana atau semacamnya." Ungkap si nenek.
"Gak mungkin lah nek, mereka tuh temen deketnya Triana. Apalagi Yuki, akhir-akhir ini hubungan mereka kelihatan semakin akrab." Jelas gue.
"Iya, mungkin nenek saja yg berpikir terlalu berlebihan." Ucapnya.
"Karena Triana itu anak yg pemalu, dia kesulitan mendapat teman dekat saat SMP. Jadi, nenek sempat khawatir kalau itu akan terulang di masa SMA-nya." Sambung si nenek.
"Saya tau kok nek, Triana pernah sedikit bercerita tentang hal itu sebelumnya." Balas gue.
"Tapi nenek sekarang gak perlu khawatir, karena Triana sudah punya kami bertiga sebagai temannya dekatnya dan dia sudah tidak sendirian lagi." Lanjut gue.
"Makasih ya don, nenek titip Triana ya sama kamu dan juga yg lain." Ujar si nenek, tak lupa dengan senyum yg menghiasi wajahnya.
Kemudian Triana muncul dari balik pintu jalan samping, diikuti Yuki dan Putra yg baru saja tiba dengan masing-masing membawa sekantong plastik camilan sebagai tanda maaf karena datang terlambat, katanya.
Kami pun segera memulai belajar kelompok sesi terakhir ini. Karena besok, kami sudah akan berjuang dengan UAS. Dan gue berharap UAS semester genap ini, dapat berjalan tanpa kendala.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Buat yg sudah mampir, semoga terhibur dengan ceritanya.
Dibantu vote, share dan komennya juga ya.
Terima kasih :)
KAMU SEDANG MEMBACA
My Highschool Story : First Step (TAMAT)
HumorKisah seorang anak bernama Donni yg memilih menjadi otaku, setelah berkali-kali di tolak oleh banyak wanita dan membuatnya menjadi bahan olok-olokan seluruh siswa seangkatannya saat SMP, memulai langkah pertamanya memasuki dunia SMA. Dia berusaha un...