Chapter #5 - Pengakuan

13 6 0
                                    

Di dalam kelas, gue bertelungkup di meja gue. Meratapi kebodohan gue yg sok berlagak keren didepan seorang gadis.

Gue tau cewe membawa kesialan buat gue. Tapi kenapa, gue masih saja terhanyut oleh adegan-adegan yg diciptakannya.

Perut gue semakin tidak bisa di ajak kompromi. Ia mengeluarkan gemuruh hebat yg terdengar seperti hinaan darinya kepada gue, karena mengambil sebuah keputusan yg gegabah.

Seseorang menyentuh pundak gue dengan brutal, membuat gue harus mengangkat wajah gue.

"Lu kenapa don?" tanya si Putra.

Gue gak perlu repot untuk menjawabnya, karena perut gue sudah memberikan jawaban lewat gemuruhnya.

"Lu laper?" Putra kembali bertanya.

Gue mengangguk lemas.

"Bentar gue ada sesuatu." Ucapnya sambil berlari ke arah kursinya dan mengubek-ubek tasnya.

Baru kali ini gue merasa bahagia selama berkawan sama si Putra. Karena biasanya dia hanya melakukan hal menyebalkan seperti mengganggu gue atau meminjam kaset game yg sampai sekarang belum pernah dia kembalikan.

"Nih, buat ganjel." Ujarnya sambil menyodorkan kotak berwarna hijau dengan gambar lambung dan bertuliskan Promag.

Brengsek!!!, gue kembali bertelungkup. Gue udah gak punya sisa tenaga lagi buat marah sama dia.

Gue kira dia akan berubah menjadi malaikat penyelamat gue untuk saat ini. Ternyata tidak, dia tetap menjadi Putra. Seorang kawan yg menyebalkan dan tidak bisa diandalkan.

Seseorang kembali menyentuh pundak gue. Namun kali ini berbeda, sentuhannya terasa lebih halus di barengi suara lembutnya memanggil nama gue beberapa kali.

Gue mengangkat kembali wajah gue, dan gue melihat seorang malaikat.

Aahh, apakah ini sudah berakhir?. Jadi cerita ini akan berakhir dengan MC yg mati kelaparan di kelas gara-gara berlagak sok keren di depan cewe?.

Kalau memang kisah ini akan berakhir, gue berharap bisa reinkarnasi dan di transfer ke issekai. Layaknya yg terjadi pada karakter-karakter di anime yg biasa gue tonton.

Gue juga berharap jika bisa reinkarnasi ke dunia lain, gue diberikan kemampuan yg lebih baik atau setidaknya kisah harem dengan para gadis, sebagai ganti kisah percintaan gue yg suram ini. .

"Don, hey... Donni." Panggil seseorang sambil menggoyangkan pundak gue perlahan.

Gue kembali ke alam sadar gue. Ternyata orang yg mengguncang-guncang pundak gue itu si poni alias Triana.

Dia mengucapkan terima kasih buat rotinya, karena tadi belum sempat mengucapkannya.

"Terus kamu udah makan belum don?" tanya Triana.

Kkrruuukk...!!!

Entah kenapa perut gue langsung menjawabnya sendiri jika ditanya soal makanan.

Triana tertawa, mendengar jawaban dari perut gue itu.

Dia pun menjelaskan, sebenarnya dia mau membelikan makanan lain sebagai pengganti roti yg gue kasih. Tapi, semua makanan di kantin sudah habis, jadi ia menawarkan untuk berbagi roti yg berhasil gue dapatkan tadi.

Seketika gue merasa senang karena tidak perlu menahan lapar dengan obat lambung dari si Putra tadi. Namun lagi-lagi, gue teringat tentang barang yg ada di saku celana gue ini.

Perasaan ini kian lama kian mengganggu dan bikin gue merasa gak nyaman. Gue merasa harus menyelesaikan masalah ini sekarang juga.

Gue mencoba memberanikan diri untuk mengakui semuanya. Meski hati gue merasa takut akan konsekuensi apa yg akan menanti gue pada akhirnya.

Gue merogoh saku celana gue dan menaruh isinya di atas meja.

"Gue minta maaf buat hal ini." Gue mulai menjelaskan dengan kepala tertunduk, tak kuasa menatap lawan bicara gue.

"Sebenernya, pas tadi pagi pertama kita bertemu, gue menginjak ini. Tapi karena kondisinya rusak begini, gue takut buat mengaku dan bohongin lu kalo gue gak liat gantungan kunci ini." Lanjut gue.

"Jadi, gue harap roti itu bisa bikin lu ma..."

"Makasih ya don!!!, akhirnya gantungan kunci ini bisa ketemu." Pekik triana memotong omongan.

"Lu gak... Marah?" Tanya gue kebingungan, sambil perlahan menatap ke arahnya.

Triana menggeleng.

"Justru aku seneng, akhirnya gantungan kunci ini bisa ketemu." Jawab Triana sembari diiringi senyumnya.

"Tapi, barang berharga lu ini. Sekarang rusak gara-gara gue." Jelas gue lagi.

"Dan si koala ini sekarang terbelah dua. Kepalanya terpisah dari badannya, mirip seperti koala yg terkena hukuman pancung. Lu yakin gak marah sama gue?" Tanya gue lagi untu meyakinkan.

Triana kini duduk di kursi kosong yg berada di samping gue. Menyandarkan punggungnya, dan menengadah ke langit-langit kelas. Kemudian, menghembuskan nafasnya perlahan.

"Memang ini benda berharga buat aku. Aku dapet ini dari papah yg lagi tugas kerja di australia. Pas liburan kelulusan SMP kemarin, papah pulang ke indonesia dan memberikan ini sebagai hadiah buat aku." Triana mulai menjelaskan.

"Tapi, semua ini terjadi karena kecerobohan aku juga yg menghilangkannya." Ucapnya, kini kedua mata kita saling bertemu.

"Jadi gini aja. Biar kamu gak kepikiran, dan merasa bersalah lagi." Usul Triana.

Bagian kepala yg masih mengait dengan rantai gantungan kuncinya di kaitkan ke tasnya.

Kemudian ia mengeluarkan peniti bros, menempelkannya ke bagian badan si koala. Sehingga menjadikannya mirip semacam pin, dan mengaitkannya di tas gue.

"Beres, masalah selesai. Bagian kepalanya jadi gantungan kunci buat aku. Terus badannya, jadi pin buat kamu." Kata triana dengan senyuman khas di wajahnya.

"Kenapa bagian badannya di kasih ke gue?" Tanya gue bingung. Sambil memperhatikan badan koala tanpa kepala, yg mirip legenda hantu jeruk purut, atau sekarang bisa disebut sebagai koala jeruk purut.

"Mmm... Anggap aja itu hadiah dari aku, sebagai tanda pertemanan kita." Sahut triana.

Sekarang gue merasa lega, serta bersyukur karena belum sempat mengubur atau membuang gantungan kunci itu.

Dan lebih bersyukurnya lagi, dia gak marah tentang gantungan kuncinya. Malahan, dia membagi roti yg sudah gue berikan tadi dan menjadi penyelamat gue dari rasa lapar.

Ternyata roti isi ini benar-benar enak. Entah karena memang gue lagi lapar banget atau bagaimana, roti isi ini terasa sangat istimewa di lidah gue.

Sambil mengunyah roti tersebut, logika gue seakan di bombardir oleh banyak pertanyaan yg terlintas di benak gue.

Mulai dari, apakah gue bisa berteman dengan lawan jenis?

Berteman dengan seorang wanita, yg biasanya membawa malapetaka buat gue?

Apa ini adalah permainan dari sang dewi kesialan?

Atau ini adalah pertanda hadirnya sang dewi cinta?

Gue gak mampu menjawab semua pertanyaan yg muncul secara tiba-tiba di otak gue itu.

Gue melirik ke arah triana, yg malah membuat bola mata kita saling bertemu. Tak lupa juga ia kembali memamerkan senyum khas miliknya, senyuman yg gue rasa hanya dimiliki olehnya.

Dan hanya dengan melihat senyuman itu. Membuat gue enggan memikirkan pertanyaan-pertanyaan itu lebih jauh lagi.

Biarlah waktu yg akan menunjukkan jawaban dari misteri-misteri kehidupan ini.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Buat yg sudah mampir, semoga terhibur dengan ceritanya.

Dibantu vote, share dan komennya juga ya.

Terima kasih :)

My Highschool Story : First Step  (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang