Chapter #2 - Langkah awal

38 7 2
                                    

Langit cerah dihiasi awan putih, sinar hangat matahari yg memanjakan kulit, serta rasa sejuk dari angin semilir yg sesekali berhembus. Menjadikan awal hari ini terasa sempurna buat gue.

Gue berdiri didepan gerbang sebuah bangunan. Sebuah bangunan yg akan menjadi tempat gue menimba ilmu. Sebuah bangunan yg akan menjadi saksi bisu kehidupan remaja gue, selama tiga tahun ke depan.

Perlahan gue memejamkan mata. Menarik nafas panjang, dan menghembuskannya perlahan. Menguatkan genggaman gue pada lengan ransel yg mengait di bahu kanan gue.

Ini akan menjadi langkah pertama gue untuk memasuki dunia SMA. Langkah yg akan mengawali sebuah kisah baru. Langkah yg gue yakini akan menjauhkan gue dari kesia....

Krraaaakk....!!!. Gue menginjak sesuatu.

"Heee, apa ini. Jangan bilang ini pertanda buruk." Gue membatin.

Perlahan gue mengintip ke bawah kaki gue. Mencoba melihat apa yg baru saja gue injak.

Sebuah logam pipih berbentuk bulat berwarna abu-abu. Memiliki mata, hidung dan juga mulut, mirip seperti kepala seekor hewan.

Namun, tiba-tiba ada sesuatu yg menyenggol sikut kanan gue dan membuat gue terkejut.

Gue pun segera menoleh.

Ternyata, yg menyenggol siku gue itu adalah seorang siswi dengan rambut panjang bergelombang serta berponi, plus kacamata yg melorot di hidungnya.

"Maaf... maaf, aku gak sengaja", Ucap siswi tersebut.

"Hmm... ", jawab gue sambil mengangguk.

"Sebenarnya, aku lagi mencari sesuatu. Kamu lihat gak, ada gantungan kunci terjatuh?", tanya sang siswi.

"Gantungan kunci?", jawab gue sambil mengerutkan dahi.

"iya, gantungan kunci berbentuk koala gitu. Trus dia pakai baju biru", jelasnya.

Tunggu, bulat abu-abu, gak mungkin kan gantungan kunci koala yg dia maksud itu yg sekarang ada di bawah kaki gue.

Gue melirik ke bawah dan ternyata ada sebuah plat berbahan metal tidak jauh dari kaki kanan gue yg...

MENYERUPAI BADAN HEWAN BERWARNA ABU-ABU DAN MEMAKAI BAJU BIRU...!!!

Dengan sigap gue menutupi benda tersebut dengan tumit kaki gue.

Jantung gue berdegup tidak karuan. Entah kenapa gue seperti merasa kesialan mulai menghampiri. Dan insting gue berkata, ini akan menjadi malapetaka buat gue.

"Ng... gak. Nggak, gue gak liat", jawab gue sambil membuang muka dan menggaruk wajah dengan telunjuk, meski tidak merasa gatal.

"Ohh gitu ya. Duhh, dimana ya jatuhnya", Ucapnya dengan wajah kecewa.

Siswi itu kembali melanjutkan pencariannya dan menjauh dari gue.

Setelah di rasa cukup aman, gue segera mengambil benda yg gue injak tadi.

Ternyata benar, benda itu adalah gantungan kunci berbentuk koala yg memakai baju berwarna biru.

Hanya saja, kondisinya sangat mengenaskan. Gantungan kunci itu terbelah menjadi dua bagian tepat di lehernya, seperti koala yg habis kena hukum pancung.

Meski terbuat dari jenis metal, bahan gantungan kunci ini bukan bahan keras seperti besi atau baja.

Mungkin bahan gantungan kunci ini adalah aluminium dengan tingkat kekerasan yg rendah, sehingga akan masuk akal bila patah ketika gue menginjaknya tadi.

Sepertinya ini benda yg berharga baginya. Tapi dengan kondisi benda ini sekarang, gue gak bisa mengembalikannya.

Sementara ini gue akan menyimpannya di saku celana, nanti pulang sekolah benda ini akan gue kubur atau gue buang ke sungai untuk menghilangkan jejak.

Maaf, mungkin ini terlihat kejam. Tapi gue terpaksa harus melakukannya, karena gue gak mau berakhir dengan kesialan di hari pertama gue masuk SMA.

***

Kini gue tengah menyusuri lorong kelas. Lorong yg dihuni oleh murid-murid kelas 10. Gue kebagian kelas 10-E yg berada di ujung lorong ini.

Disekitar gue banyak siswa siswi yg berlalu-lalang. Beberapa dari mereka sedang bercengkrama bahagia, karena bisa kembali berada di sekolah yg sama setelah lulus dari SMP.

Sedangkan gue berharap sebaliknya. Gue sengaja memilih sekolah yg dekat dengan rumah dan tidak terlalu populer, untuk meminimalisir bisa bertemu kembali dengan murid-murid dari SMP gue yg dulu.

"Doonnniii...!!! ", teriak seorang siswa dengan nada yg menjengkelkan.

Entah kenapa gue seperti sedang di permainkan oleh dewi kesialan. Setiap gue berharap sesuatu, yg terjadi pasti kebalikannya.

Segitu sukanya kah dewi kesialan sama gue, hingga seakan selalu melekat pada diri ini.

"Yoo, donni. Kita satu sekolah lagi ternyata", ucapnya, seraya merangkul gue.

Gue hanya bisa menghela nafas panjang.
Makhluk menyebalkan ini Putra namanya. Seorang laki-laki gaul dan modis, di SMP dulu ia cukup populer dikalangan para gadis. Gampangnya dia adalah kebalikannya dari gue.

"Oh iya, lu dikelas mana?", tanya si putra.

"10-E", jawab gue singkat.

"Wah, kita sekelas. Duduk bareng gue ya nanti", putra memberi ide.

"Ogah", balas gue, sambil mempercepat langkah gue.

"Eh, kenapa? kita kan temen, masa gak mau duduk bareng", Ucap putra sembari menyamai kecepatan langkah gue.

Gue menghentikan langkah dan melirik ke arahnya. Meski kelakuan laki-laki ini terasa sedikit menyebalkan, tetapi dia punya hati yg baik.

Dari seluruh murid seangkatan gue yg suka mengolok-olok gue, hanya dia satu-satunya orang yg baik sama gue meski tidak pernah satu kelas.

Kalian mesti bingung kan, kenapa gue bisa deket sama dia meski gak pernah sekelas?. Jawabannya hanya satu, game lah yg mempertemukan kita.

Beruntungnya dia punya kehidupan sosial yg baik, sehingga tidak terseret ke dalam dunia otaku seperti gue. Meski begitu, gue lumayan dekat sama dia sebagai sesama penyuka game.

Akan tetapi, gue enggan untuk duduk bareng sama dia, karena dia tuh ibarat magnet bagi para gadis-gadis.

Gue takut auranya si putra yg bisa bikin cewe berkumpul didekatnya, akan berimbas memberikan kesialan ke gue.

"Ayo dong don, duduk sama gue", pinta si putra sambil menarik lengan baju gue.

Gue menutup wajah gue.

Rengekannya kian lama kian menjijikan. Gue gak mau orang yg melihat adegan ini menjadi salah paham, dan menganggap kita berdua adalah pasangan homo.

Gue kembali menghela nafas. Sepertinya gue harus menerima ajakannya, atau dia tidak akan berhenti merengek. Lagi pula, mempunyai sekutu yg bisa di percaya sepertinya bukanlah hal yg buruk.

Gue menepis tangannya yg dari tadi menarik-narik lengan baju gue.

"Yaudah, cuman gue minta satu hal. Jangan pernah ungkit cerita-cerita di SMP tentang gue, gue gak mau jadi bahan ledekan lagi disini", ucap gue tegas.

Seketika senyum terukir di wajah si putra, dan tanpa rasa malu menunjukan ekspresi senangnya.

"Tenang don. Sebagai partner in game, gue akan selalu ada di pihak lu", jawabnya, sembari menjulurkan kepalan tangannya ke arah gue.

Gue pun membalasnya dengan mempertemukan kepalan tangan kita sebagai kontrak kepercayaan antar laki-laki yg tidak akan pernah diingkari, dan melanjutkan perjalanan kita berdua menuju kelas.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Buat yg sudah mampir, semoga terhibur dengan ceritanya.

Dibantu vote, share dan komennya juga ya.

Terima kasih :)

My Highschool Story : First Step  (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang