Bik Yanti menatap ku dengan seksama, aku tahu Bik Yanti lumayan terkejut dengan kedatangan ku karena ku yakini, dia sedang fokus pada masakannya dan juga beberapa pekerjaannya.
"Loh, Bu kapan datangnya?" Tanyanya.
"Udah lumayan lama kok, Bik Yanti udah kelar masak apa aja?"
"Sayur asem, ikan bakar, kalau sop kikil yang ada di meja itu oleh-oleh dari Ayah dan juga Ibu Tuan Yusuf," terang Bik Yanti.
Aku mengangguk, lalu mengumpulkan beberapa barang kotor dan segera mencucinya. Aku harus menyibukkan diri ku, dan itu sudah jelas. Tujuannya tidak lain tidak bukan yaitu menghalau segala kesedihan.
"Eh nggak usah di cuci Bu, nanti saya saja. Beberapa pekerjaan sudah mau kelar kok. Sebentar lagi," tahan Bik Yanti.
"Di lanjutin aja memasaknya Bik Yanti, ini sedikit aja kok barang-barang kotornya."
"Eh, dikit lagi kok. Ibu istrahat aja."
"Aku udah mulai kok ini, nggak apa-apa Bik Yanti. Bik Yanti lanjut aja."
Aku lalu mulai melakukan pekerjaan ku dan mulai menyelami pikiran ku sendiri.
'Padahal salah satu tujuan ku mencari tahu ini, agar aku di nikahkan kembali dengan Mas Yusuf yang tentu saja sudah menggunakan nasab Ibu kandung ku.'
'Tapi ternyata dari awal aku sudah di nikahkan menggunakan nasab Ibu, pantas saja waktu itu mereka beralasan untuk acara lebih khidmat tidak ada pengeras suara dan juga video."
'Terlepas dari rumitnya masalah yang ku hadapi, aku sudah tidak khawatir lagi jika pernikahan kami tidak sah. Setidaknya hanya itu point terpentingnya sekarang.'
'Dan menyangkut Ayah, apakah ia masih hidup?"
Aku terkejut dan segera sadar dari segala pikiran ku karena mendengar suara teriakan Bik Yanti. Aku mendapati Bik Yanti yang kini tengah tegang karena melihat darah tengah mengucur deras dari tangan ku.
"Bu, padahal tadi sudah saya ingatkan biar piring kotornya di simpan aja nanti saya yang cuci. Jadi luka kan," ucap Bik Yanti yang kini tengah sibuk mencari kotak P3K.
"S-saya memangnya kenapa?" Tanya ku.
"Gelas yang Ibu cuci itu pecah di tangannya Ibu, Ibu nggak rasa?" Tanya Bik Yanti lagi.
Aku menggeleng sebagai jawaban, tentu saja semua ini karena aku memikirkan banyak hal.
"Astagfirullah, maaf Bik Yanti. Aku melamun tadi, sini Bik Yanti biar saya saja yang mengobati luka saya." Lanjut ku sembari mengambil kotak P3K dari tangan Bik Yanti lalu mengobati tangan ku yang luka.
"Nazwa," panggil seorang lelaki yang benar-benar sudah ku kenali suaranya.
"Iya Mas Yusuf, Mas dari mana? Aku udah dari tadi datang loh," ucap ku beralibi.
"Aku dari kamar Ibu dan Ayah, maaf yah membuat mu mencari. Kamu sedang apa?" Tanyanya sembari menghampiri ku.
"Oh ini, hanya sedang mengobati luka kecil," jawab ku.
Dia kelihatan terkejut, dan langsung bereaksi dengan berlebihan. Bukan Mas Yusuf namanya kalau tidak panik.
"Apa yang membuat mu luka? Nazwa, kita ke rumah sakit yah?" Tawarnya pada ku.
Aku menggeleng "Ini hanya luka kecil doang, nggak usah tegang, ini dia aku udah perban darahnya juga udah berhenti."
"Kamu luka gara-gara apa sih?" Tanyanya sembari menarik tangan ku dan kami duduk.
"Aku cuci gelas dan nggak sengaja pecahin."
"Mungkin perlengkapan dapur kita udah pada rusak yah? Malam saya temani kamu belanja peralatan dapur," ucapnya.
Aku tersenyum mengangguk, aku kini telah melewati banyak hal pada saat setelah menikah dan beratnya aku tidak bercerita apapun pada siapa-siapa, aku rasa memang berat namun ketika kembali melihat suami ku dengan senyum damainya aku kembali tersadar bahwa, aku harus bahagia karena aku punya Mas Yusuf.
.
.
.
Bertepatan dengan beberapa hari Mas Yusuf kembali dari luar kota, syukuran dalam rangka pembukaan cabang baru, di adakan di kantor pusat Mas Yusuf. Kali ini, Mas Yusuf menyiapkannya dengan sangat matang, karena di sana akan banyak rekan bisnis dan juga keluarga yang datang. Aku cukup bangga dengan pencapaian suami ku, karena dengan hasil kerja kerasnya ia mampu membuka lapangan kerja untuk orang lain.
Aku tersenyum, ketika mendapati ia masuk ke kamar sembari membawa pakaian yang aku kenakan di sana. MUA yang kali ini merias wajah ku tersenyum melihat tingkah Mas Yusuf.
"Naz, ini gamis kamu yah? Semoga suka, saya pilih sendiri desain dan juga warnanya. Dan saya rasa ini cocok untuk mu dan warnanya juga warna kesukaan mu," ucapnya lalu keluar kamar padahal, belum sempat aku mengucapkan terimakasih.
Aku menatap pantulan wajahku di cermin, make upnya seperti keinginan ku tidak terlalu berlebihan. Aku lalu bergegas untuk mengganti pakaian dan segera keluar menemui suami ku. Ternyata ia tengah duduk menunggu ku. Senyum di wajahnya kini terbit.
"Selalu sederhana dan terlihat cantik," pujinya.
Dia lalu meraih tangan ku dan membawa ku keluar, jujur saja aku benar-benar tegang karena ini pertama kalinya bagi ku untuk bergabung di acara besar yang suami ku adakan di perusahaan, awalnya aku memang menolak karena aku tahu dunia ku bukan seperti ini namun, ia berkali-kali membujuk ku dengan alasan ia hanya ingin sekedar mempertemukan aku dengan beberapa rekan bisnis dan juga karyawan. Dan aku rasa itu memang bukanlah sebuah ide yang buruk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wanita Kedua Suamiku (On Going)
RomanceNazwa berpikir, bahwa pernikahannya adalah pernihakan bahagia yang jauh dari kata sedih. Di perlakukan bagai ratu, menjadi Ibu dari seorang anak angkat yang cantik juga baik, selalu di sayangi oleh suaminya dan juga rumah tangganya terbilang minim k...