"Ayah mana?" Tanya Safa sembari menatap sekelilingnya untuk mencari keberadaan Yusuf.
Nazwa memegang tangan anak itu lalu sedikit memberinya pengertian.
"Safa, tadi sore Ayah mengirimkan pesan singkat kepada Bunda. Ayah ada pekerjaan mendadak dan itu nggak boleh di tinggalkan. Kita akan ke acara temanmu bersama Paman Hasan, dia yang akan mengantar dan menjaga kita berdua dia sana," ucap Nazwa kepada Safa.
"Tapi Bunda, Ayah sudah jarang ada waktu untuk Safa. Bahkan di pertemuan orang tua di sekolah Paman Hasan lagi yang datang dan bukan Ayah," jawab Safa merengek.
Nazwa terlihat bingung. Bagaimana tidak bingung? Yusuf sendiri yang mengatakan bahwa ia sudah memenuhi undangan sekolah Safa dan pergi ke sana.
"Kamu nggak sakahkan sayang?" Tanya Nazwa memperjelas.
Safa mengangguk.
"Oke kalau begitu, Safa tenang saja. In syaa Allah Bunda akan ngomong sama Ayah tentang keinginan kamu. Sekarang jangan murung yah? Kita kan mau pergi sayang," ucap Nazwa lagi.
Hingga, klakson mobil terdengar cukup pekat di telinga keduanya. Spontan Nazwa mengambil tasnya dan juga beberapa perlengkapan Safa.
"Paman Hasan," ucap Safa menyapa Hasan.
"Kok murung sih nak? Kamu kenapa?" Tanya Hasan kepada Safa.
Safa hanya diam, dia langsung masuk ke dalam mobil tanpa menjawab pertanyaan Hasan. Hasan yang melihat Nazwa keluar dari rumah langsung bertanya perihal Safa.
"Safa kenapa? Dia kayak nggak semangat gitu bahkan terlihat murung," ucap Hasan.
"Ayahnya nggak bisa antar, Safa sedikit kecewa." Jawab Nazwa dengan senyum tipisnya.
Hasan mengangguk. Dia lalu masuk ke dalam mobil dan menjelaskan kondisi yang sebenarnya kepada Safa.
"Safa, Ayah lagi sibuk di kantor. Teman bisnisnya yang dari luar kota tiba-tiba datang tanpa mengabari Ayahmu terlebih dahulu. Kamu tahukan adab menerima tamu bagaimana? Jadi Ayahmu sedang menemani mereka makan, dan juga mereka tengah menyusun rencana bisnis selanjutnya," ucap Hasan sembari membelai kepala Safa yang di tutupi kerudung.
Safa hanya mengangguk. Anak itu jika moodnya sudah buruk maka sulit untuk di kembalikan lagi agar menjadi baik. Nazwa hanya diam mendengar percakapan dua orang yang tengah duduk di balik kemudi dan juga di samping pengemudi. Banyak hal yang mengganjal di pikirannya kali ini, iya semua tentang Yusuf.
"Nazwa," panggil Hasan.
Nazwa hanya diam, matanya fokus melihat keluar jendela. Melihat jejeran gedung-gedung tinggi dan juga pepohonan yang tumbuh di sekitar trotoar.
"Nazwa," panggil Hasan sekali lagi.
"Iya," jawab Nazwa cepat.
"Kau kenapa?" Tanya Hasan lagi.
"Nggak apa-apa, aku nggak kenapa-kenapa kok," jawab Nazwa yang dengan tegas menjelaskan kondisinya.
Setelah sampai mereka bertiga keluar, Nazwa menyapa beberapa orang tua dari teman-teman Safa. Mereka juga kadang-kadang menanyakan Hasan, mengapa Hasan yang menemani mereka, dan apa hubungan Hasan dengan Nazwa dan juga Safa.
Ketika akan mulai makan, tak sengaja Nazwa mendengar perkataan tak enak dari beberapa di antara mereka.
"Jangan sampai, Hasan itu punya hubungan khusus dengan Ibunya Safa. Dia beberapa kali mengantarkan mereka di pertemuan-pertemuan sekolah," ucap salah seorang dari mereka.
"Kalau di lihat-lihat begitu yah?"
Nazwa spontan melepas sendok dan juga garpu yang ia pegang. Bagaimana bisa mereka mengucapkan sesuatu yang buruk seperti itu?
KAMU SEDANG MEMBACA
Wanita Kedua Suamiku (On Going)
RomanceNazwa berpikir, bahwa pernikahannya adalah pernihakan bahagia yang jauh dari kata sedih. Di perlakukan bagai ratu, menjadi Ibu dari seorang anak angkat yang cantik juga baik, selalu di sayangi oleh suaminya dan juga rumah tangganya terbilang minim k...