Keputusan bersama

1.7K 70 1
                                    

Tangan Yusuf setia menggenggam tangan Safa, langkah kaki mereka bertiga kini memasuki area pemakaman. Raut wajah Safa kini berubah, anak itu terlihat diam dengan ekspresi sedih yang sulit ia sembunyikan. Yusuf terus menguatkan anak itu dengan kalimat-kalimat yang sedari tadi ia ulang terus.

"Assalamualaikum Nenek," ucap Safa.

Hembusan angin bertiup dengan damai, daun-daun kering berjatuhan, daun-daun di pepohonan saling bergesekan hingga menciptakan bunyi yang terdengar damai. Nazwa menatap manik mata suaminya yang terus fokus pada Safa yang kini hanya diam.

"Ayo Safa pamit dulu sama Nenek," tegur Nazwa kepada anak itu.

"Semalam, Safa tidur bareng Bude Eti. Safa nggak nakal kok, Safa makan dengan lauk yang Nenek masak kemarin siang dan Safa makannya banyak sekali Nek. Hari ini, Ibu Guru Nazwa dan juga suaminya mengajak Safa bermain dan juga jalan-jalan. Safa pamit yah Nek."

Angin kembali bertitup dengan damai, Safa kecil tertunduk lemah. Bahkan, air matanya kembali tak terbendung. Dengan sigap Yusuf membawa anak itu ke dalam pelukannya.

"Safa kangen sama Nenek, Safa belum siap di tinggal Nenek," ucap Safa dengan tangisan pilunya.

"Safa sayang, Nenek masih perhatikan kamu dari jauh kok Nak. Bedanya, sekarang Nenek lagi jauh dari jangkauan Safa, bukan hanya itu saja loh Nak Allah lebih banyak turun tangan mengurus Safa karena Nenek lagi jauh sama Safa kamu itu istimewa banget loh dari teman-teman yang lain," sahut Nazwa menenangkan Safa.

Pelan-pelan Safa tenang dan diam, anak itu harus berusaha mengerti keadaannya dan juga keadaan sekitarnya dan hal itu membuat Yusuf bersedih atas keadaan Safa.

Yusuf menghela nafas berat dan berucap "Jangan khawatir mengenai Safa, in syaa Allah cepat atau lambat kami akan mencari jalan tebaik untuk dirinya dan juga masa depannya," ucap Yusuf tiba-tiba.

"Ayo Safa, Paman sudah lapar nih. Sepertinya, perut kamu juga nggak bisa bohong deh kalau dia lapar banget," ledek Yusuf.

Safa hanya tersenyum malu lalu segera berlari dan masuk kedalam mobil.

"Pelan-pelan Nak," ucap Nazwa memperingatkan.

"Takdir Allah itu kadang membuatku bingung," ucap Yusuf tiba-tiba membuka suara sembari menatap langit cerah.

Nazwa lalu menatap suaminya yang tengah berjalan di sampingnya dengan tatapan bingung.

"Bingung kenapa?" tanya Nazwa.

"Cobaan yang di lalui seorang anak sekecil Safa kadang membuatku tidak habis pikir. Kehilangan orang tua, Neneknya turut pergi meninggalkannya, dan sekarang? Dia kembali di uji akan hidupnya, Safa terlalu kecil untuk merasakan banyaknya hal pahit Naz. Aku tidak pernah buka mata dengan keadaan anak-anak di panti karena mereka datang di antar oleh orang tua bahkan Nenek mereka dengan berbagai alasan. Tapi, mataku kali ini terbuka lebar ketika aku melihat fakta di depan mataku. Sewaktu kecil, aku besar dan berkelakuan sesuai usiaku bahkan masih kekanakan karena Ibu memanjakanku namun, sekarang aku harus melihat seorang anak kecil yang berusaha memaksa dirinya untuk dewasa dari usianya. Itu sakit bagiku Naz bahkan memikirkannya saja aku tidak kuat," ucap Yusuf menjelaskan isi hatinya.

Nazwa menghela nafas berat dan mengangguk setuju.

"Benar katamu. Namun, kita tidak boleh menyalakan Allah atas keadaan yang di dapati Safa kini. Karena, cobaan yang ia dapatkan kini akan ada hikmah besar yang akan dia dapat kedepannya, jangan berburuk sangka, Allah yang akan turun tangan langsung mengurus Safa dan juga masa depannya nanti," ucap Nazwa lagi.

Yusuf mengangguk setuju, dia merasa di kalahkan oleh perasaan dan sempat menilah Allah tidak seimbang dalam memberikan cobaan.

.


Wanita Kedua Suamiku (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang