Hari di mana setelah akad berlangsung, hari itu pula Mas Yusuf pergi keluar kota untuk urusan pekerjaan. Aku menatap suasana sore ini yang di luar tengah turun hujan. Tidak seperti pengantin pada umumnya, pikir ku.
Aku lalu membangkitkan tubuh ku untuk keluar kamar, hingga aku menatap koper ukuran kecil yang ku yakini itu punya Mas Yusuf yang berada di pojokan kamar.
Sejenak kaki ku bergerak untuk mendekati koper itu, namun aku ragu karena hal ini cukup menganggu kenyamanannya jika saja ia tahu aku membongkar kopernya. Kaki ku kembali melangkah keluar dan mendapati beberapa anggota keluarga yang kini tengah bercengkrama di ruang keluarga.
"Eh pengantin baru, kamu udah istrahat?" Tanya Ummi kepada ku.
Aku mengangguk mengiyakan dan duduk tepat di dekat Abi.
"Jangan sedih yah nak? Yusuf pergi untuk urusan pekerjaan dan mendadak pula dia nggak ada niat kok pergi setelah akad tadi bahkan Mas mu yang pesan tiket untuknya," Ucap Abi menjelaskan sembari membelai kepala ku yang di tutupi kerudung hitam.
Aku hanya mengangguk.
"Mertua mu juga sudah balik di rumahnya, mereka nggak izin dulu sama kamu karena kamunya lagi istrahat kata Mama mertua mu kasihan kamu kecapean," Ujar Ummi sembari menuangkan teh hangat.
"Enak yah Nazwa dapat Ibu mertua baik, Tante yang lain sempat bahas ituloh tadi. Kalau Ibu mertua mu baik itu juga rezeki, maa syaa Allah," Sambung Tante Anggi—adik Ummi.
"Hehe alhamdulilah Tante," Jawab ku kikuk.
"Ohiya, setelah menikah masih lanjut ngajar lagi gak? Atau gimana rencana mu selanjutnya?" Tanya Paman Herman.
"Loh, bukannya Nazwa mau ngikut suami di kota sebelah? Otomatis nggak ngajar lagi kan Naz?" Jawab Tante Anggi sekaligus menuntut jawaban dari ku.
Aku menatap bingung ke arah Tante Anggi, merasa akan hal itu Tante Anggi segera angkat bicara.
"B-bukannya suami mu sudah membicarakan ini dengan mu?" Tanyanya memastikan.
Aku sedikit paham, ohayolah sejauh inikah aku dan juga Mas Yusuf? Bahkan hal seperti ini pun, dia memilih membicarakannya dengan keluarga ku bukan dengan ku. Aku hanya mengangguki pertanyaan Tante Anggi untuk menghindari lebih banyak pertanyaan.
"Yusuf itu kerjanya apa?" Tanya Tante Anggi.
"Dia itu pengusaha, kalau nggak salah sih usahanya bergerak di bidang properti bahkan cabangnya juga udah ada di beberapa kota," Jawab Abi cepat.
"Loh-loh, berarti secara finansial Yusuf itu sudah matang banget dong?" Ucap Tante Anggi terlihat takjub.
"Bangganya jadi Nazwa," Sambung Tante Anggi lagi.
Aku menghela nafas berat lalu berucap "Nggak semua hal yang berbau harta dan uang bisa membanggakan, pekerjaan Mas Yusuf sekarang pun buat aku takut apakah pekerjaan itu bisa melalaikannya mengingat Allah terlebih kewajiban-kewajibannya."
Semua mata tertuju kepada ku, sepertinya jawaban ku ini akan menjadi pro dan kontra.
"Aku setuju sama kamu Dek," Jawab Mas Gibran cepat.
"Kamu realistis dikit lah Nazwa, di masa sekarang di mana-mana itu butuh uang. Yah kamu patutnya syukur dong, nggak semua perempuan seberuntung kamu dapat lelaki yang sudah mapan ekonomi. Kamu lihat nggak beberapa anggota keluarga kita? Bahkan wanita yang menjadi tulang punggung, secara nggak langsungkan itu sudah keluar dari fitrahnya. Kalau seandainya nggak nikah sama Yusuf gimana? Kamu bisa jamin jodoh mu bakalan semapan Yusuf?" Ucap Tante Aira yang sedari tadi hanya menyimak.
"I-iya Tante maaf," Jawab ku mengalah.
"Tapi kan Tante, kalau meninggal pertanggung jawaban suami di hadapan Allah itu besar loh, Allah nggak bakalan nanya ada berapa banyak harta yang kita punya tapi lebih ke apakah suami berhasil mendidik istrinya menjadi baik atau tidak? Istri itu bisa menjadi surga sekaligus neraka bagi suami," Jawab Mas Gibran lagi.
"Gib, kamu ngomong gitu karena masih belum kerja, belum nikah juga. Mana tahu sih kamu sama dunia pernikahan?" Ucap Tante Aira lagi.
Setelah ucapan ku yang membuat beragam pendapat muncul dan membuat suasana sedikit memanas, aku memutuskan untuk pergi ke ruang bekerja Abi, tempat ternyaman ku ketika belajar.
Hingga pada saat sampai, aku berdiri di depan pintu tersebut dan menghela nafas berat.
"Kalau memang Mas Yusuf akan membawa ku di kota sebelah, maka aku harus mengunjungi mu setiap hari jika masih di rumah," Ucap ku lalu memutar knop pintu.
Aroma buku-buku menyeruak masuk ke dalam indra penciuman ku ketika pintu terbuka lebar. Kali ini, aku kembali duduk di tempat favorit ku. Namun, beberapa kertas yang berserakan di meja kerja Abi membuat ku sedikit terganggu. Aku lalu mulai membereskannya agar segera memulai rutinitas belajar ku.
Hingga, dua buah amplop membuat perhatian ku terbagi. Sebuah amplop usang dengan tulisan yang sudah agak luntur di sana. Membaca tulisannya saja aku sudah penasaran apa isi amplop itu.
Tangan ku lalu pelan-pelan menarik isi amplop dan membukanya, perlahan aku membaca isi tulisannya dengan seksama.
Tiba-tiba saja mengetahui fakta di dalam isi kertas itu membuat nafas ku tiba-tiba saja tercekat, jantung ku serasa berhenti dan kaki ku tak bisa lagi menopang berat tubuh ku.
"A-apa ini?"
Hiks..
Hiks..
Tangis ku mulai pecah ketika membuka satu amplop lagi dan mulai membacanya.
"A-apa ini Yaa Allah?"
Hiks..
Hiks..
Hingga, deringan ponsel membuat ku cepat-cepat mengubah suara ku. Dan beruntungnya aku memang ahli dalam berpura-pura.
"Halo assalamualaikum Mas," Sapa ku dengan nada gembira namun dengan air mata yang terus mengalir deras hingga membasahi kerudung ku.
"Iya udah, iya Mas. A-aku akan berada di sini hingga kamu menjemput ku," Jawab ku cepat lalu mematikan sambungan telepon.
Hati ku benar-benar hancur mendapati banyak fakta yang tertulis di sana dan tentu saja hal ini menjadi pembuka dari episode baru di hidup ku. Badan ku seketika terbaring di lantai dan menggenggam erat-erat kertas yang ada di tangan ku ini. Aku berharap ini semua adalah mimpi, mimpi yang ketika aku bangun kembali itu semua tidak nyata. Aku menutup mata ku sejenak dan kembali membuka mata, mencubit hampir seluruh tubuh ku dengan keras. Ternyata usaha ku untuk membuat hal ini tidak nyata sia-sia, apa yang ku baca dan ku dapati adalah satu di antara banyaknya fakta yang tidak ingin ku tahu. Aku kembali menangis dengan keras, ku rasa suara ku akan tertutupi dengan hujan yang cukup keras di luar sana.
Hiks..
Hiks..
*****
Assalamualaikum, Berbagi Surga up lagi nih. Selamat membaca jangan lupa vote dan comment yah🌸
KAMU SEDANG MEMBACA
Wanita Kedua Suamiku (On Going)
DragosteNazwa berpikir, bahwa pernikahannya adalah pernihakan bahagia yang jauh dari kata sedih. Di perlakukan bagai ratu, menjadi Ibu dari seorang anak angkat yang cantik juga baik, selalu di sayangi oleh suaminya dan juga rumah tangganya terbilang minim k...