Bagian 40

4.1K 167 15
                                    

Dua minggu telah berlalu, hasil tes DNA telah keluar. Yusuf yang tengah berada di kantor, mendapat telepon dari pihak rumah sakit. Bahwasannya hasil tes DNA yang telah ia lakukan sudah keluar. Bahkan, pihak rumah sakit mengusahakan agar hasilnya segera keluar dan ternyata mereka hanya bisa mengusahakan waktu dua minggu saja.

Yusuf di temani sopir untuk mengambil hasil tersebut, dia bahkan bertemu beberapa teman-teman semasa SMA dulu yang ternyata juga menjadi Dokter di sana.

Setelah mengambil hasil tes DNA tersebut, ia lalu masuk kedalam mobil. Pelan-pelan, tangannya membuka amplop yang berisi hasil tes itu. Matanya dengan cermat membaca kata tiap kata yang tertulis di dalam kertas itu. Satu fakta yang membuat seorang Yusuf terkejut hingga merasa lemah di sana tertulis bahwa ia bukanlah Ayah biologis anak itu.

"A-apa ini?" Ucap Yusuf dengan suara kecil.

"Khalisa menipuku?"

"Dia tidak hamil anakku? Aku ternyata mandul?" Ucap Yusuf dengan suara bergetar.

"Yaa Allah, aku lemah. Ampuni aku. Bagaimana bisa semua ini bisa terjadi? Apa yang ku jaga ternyata selama ini menipuku dan korban selama ini? Nazwa terluka karenaku," ucap Yusuf menangis.

Lelaki itu terlihat tak berdaya. Apa yang harus ia lakukan? Bagaimana bisa dia lalai dan terlalu terburu-buru pada saat itu?

Yusuf lalu memberitahukan kepada sopirnya untuk kembali ke kantor. Dia bahkan nyaris tak bisa berbicara, kebenaran baru saja terjawab dan dia amat sangat merasa di bohongi dan juga malu. Tubuhnya bahkan terasa lemah, dia harus bagaimana jika bertemu dengan Khalisa. Apa sebaiknya dia keluar kota dulu untuk menenangkan diri? Dia tidak siap bertemu Khalisa, dia belum bisa membicarakan ini kepada Khalisa. Bahkan, untuk menatap wajah istrinya itu ia tak mampu. Apa yang di genggam Yusuf dulu, di lepaskan demi bersama dengan Khalisa.

Lelaki itu lalu menyuruh sopir untuk putar haluan dan kebandara, ia harus melakukan penerbangan keluar kota. Dengan baju di badan lelaki itu berhasil mendapatkan tiket dan pergi.

.

.

.

"Yeeyy great job sayang," teriak Nazwa dari pinggir lapangan.

Safa terlihat sangat lihai berkuda, anak itu bahkan terus berlatih untuk mengikuti kejuaraan internasional. Gibran terus menyoraki Safa dengan semangat. Tambahan info, semenjak kepulangan Gibran dari Singapura, dan mengetahui Nazwa mengangkat anak yaitu Safa, lelaki itu terus perhatian kepada Safa maupun Nazwa. Di segala kondisi, dia selalu ada untuk mereka berdua.

"Go Safa, kamu hebat," teriak Gibran sembari memberikan dua jempolnya.

Namun, tiba-tiba Safa terjatuh dari kuda yang tengah berlari kencang. Pelatih dan juga tim yang tengah berada di sana berlarian menghampiri Safa. Nazwa bahkan berteriak karena terkejut. Kakinya bergerak cepat menghampiri tubuh anaknya.

"Safa, bangun nak," ucap Nazwa.

"Fa, ini Bunda," sambung Nazwa lagi.

"Naz, kita bawa kerumah sakit," teriak Gibran lalu berlari mengambil mobil.

Gibran mengangkat tubuh anak itu, dan membawanya kerumah sakit. Nazwa menatap wajah Safa yang terlihat pucat dan makin membuat rasa khawatir di hati Nazwa terus bertambah. Setalah sampai, Gibran langsung mengangkat tubuh Safa masuk ke IGD, dan langsung di tangani oleh Dokter yang tengah jaga.

Nazwa buru-buru menghubungi Bariq dan juga Sofia. Dan tak lama kemudian, mereka datang.

"Kenapa sampai jatuh dari kuda?" Tanya Bariq.

"Nggak tahu Ayah, padahal aku dan juga Mas Gibran masih teriak-teriak buat support dia dari pinggir lapangan. Namun, tiba-tiba saja dia jatuh dan nggak sadarkan diri," ucap Nazwa menjelaskan.

Sofia memeluk tubuh Nazwa.

"Jangan panik nak. In syaa Allah Safa nggak akan kenapa-kenapa kok," ucap Sofia.

Beberapa menit kemudian, Dokter selesai memeriksa Safa dan langsung berbicara kepada Nazwa.

"Bu, kami harus melakukan CT SCAN pada pasien yah. Menurut laporan Ibu tadi dia jatuh dari kuda dan dalam kondisi nggak menggunakan helm. Kondisinya sedikit lainnya, tangannya cedera tapi tidak sampai patah serta kondisinya sedikit menurun Bu, dia harus istrahat dulu sembari saya lapor dulu di bagian radiologi ," ucap Dokter itu lalu pergi.

Nazwa menemui Safa yang tengah terbaring lemah.

"Safa, kamu capek yah nak? Atau kamu sakit tapi nggak bilang-bilang Bunda?" ucap Nazwa sembari membelai kepala Safa.

"Nggak kok Bunda, Safa baik-baik saja kok."

"Kamu selalu bersemangat nak, akhirnya lupa kalau capek. Lain kali jangan memaksakan diri yah?" Ucap Sofia.

"Iya Gema," jawab Safa dengan senyum kecilnya.

"Pintar cucu Gema."

Di tempat lain, Gibran dan juga Bariq bersama-sama mengurus administrasi rumah sakit dan kamar yang akan di gunakan Safa. Lumayan lama menunggu antrian, Bariq langsung membuka suara.

"Gib, jika Ayah menitipkan anak Ayah padamu kau bisa bertanggung jawab padanya?" Tanya Bariq.

Gibran menatap Bariq dengan dalam lalu berucap "Aku sudah lama menjaganya Paman, tak perlu menitipnya pun aku sudah bertanggung jawab terhadapnya."

Bariq menggeleng.

"Kalian bukan saudara kandung. Yang Paman katakan di sini bertanggung jawab sebagai suaminya kelak," ucap Bariq lancar.

Degh.

Jantung Gibran berdetak tak karuan. Apakah Bariq sudah lama menebak perasaan Gibran kepada Nazwa bukan perasaan Adik dan juga Kakak melainkan sebagai Wanita dan Lelaki?

"M-mungkin, sekarang bukan waktu yang tepat untuk membicarakan ini Paman. Nazwa masih dalam masa pemulihan mental karena perceraiannya."

Bariq mengangguk "Jika suka, berjuanglah. Paman mendukungmu nak," jawab Bariq.

Gibran hanya mengangguk. Bagaimana harus berjuang kalau wanita yang harus ia yakini adalah wanita dengan trauma hebatnya dalam pernikahan.

Setelah mengurus semuanya, mereka lalu kembali di IGD dan ternyata, Ners sudah akan membawa Safa ke ruang CT SCAN. Nazwa dan yang lain terus menyemangati Safa, dan meyakinkan anak itu bahwa semuanya akan baik-baik saja.

Nazwa hanya duduk dengan air mata yang terus mengalir, ia merasa bersalah. Bagaimana bisa Safa lalai dari perhatiannya? Namun, setelah CT SCAN di lakukan, Safa langsung mencari Bundanya dan sigap Nazwa langsung berada di samping anak itu.

"Bunda, jangan jauh-jauh tinggalkan Safa." Ucap Safa.

"Iya sayang. Nggak kok, kamu istrahat yah kalau kita balik ke kamar?" Ucap Nazwa dan di angguki oleh Safa.

"Bunda jangan nangis yah Bund. Safa nggak apa-apa kok," ucap Safa menguatkan Nazwa.

******

Doain yah biar bisa update tiap hari wkwk. Jangan lupa vote dan comment🌹

Wanita Kedua Suamiku (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang