Adzan subuh berkumandang dengan merdu, aku menatap lelaki yang masih erat memelukku dengan pelukan posesifnya. Senyum ku tertarik, bahkan di saat tidurpun wajahnya terlihat begitu menenangkan. Aku membelai pelan pipinya dan menciuminya beberapa kali agar dia terbangun namun, bukannya bangun ia malah semakin terlelap.
"Mas, ayo bangun. Sholat subuh yuk," ucap ku pelan dan masih beta membelai pipinya.
"Mas, sudah jam berapa loh ini," sambung ku.
Matanya perlahan terbuka dan menatap wajah ku dengan seksama "Bagaimana mau bangun kalau cara mu membangunkan ku terlalu lembut, malah jadi makin nyaman tidurnya," jawabnya dengan senyuman dan menarik lembut tanganku dan menciumnya dengan mesra.
Aku terkekeh "Iya deh maaf, yaudah ayo bangun dulu siap-siap ke masjid buat sholat berjamaah."
Dia lalu bangun sedikit memeluk dan mencium wajah ku dengan lembut dan segera ke kamar mandi untuk membersihkan diri, aku lalu bergegas menyiapkan sarung, peci dan juga baju koko yang akan ia pakai. Setelah menyiapkan perlangkapannya aku lalu ke kamar sebelah untuk memakai kamar mandi dan berwudhu. Aku keluar dari kamar sebelah ketika ia sudah keluar dengan pakaian lengkap dan juga rapi.
"Naz, saya ke masjid dulu yah? Saya yakin di bawah Hasan sudah menunggu ku," pamit Mas Yusuf.
"Hati-hati Mas," ucap ku lalu masuk ke dalam kamar untuk melaksanakan sholat subuh.
.
.
.
"Maa syaa Allah, masak apa hari ini?" Tanya Yusuf yang tiba-tiba saja muncul di dapur.
"Ngagetin aja, ini hanya masak sayur bening, dan juga tahu tempe sesuai request kamu kemarin," jawab Nazwa yang kini fokus memindahkan sambal terasi di piring kecil.
"Dan untuk Mas Hasan, aku hanya menyiapkan beberapa jenis roti dan selai dan akan Bik Yanti tanya apa yang dia suka minum di pagi hari. Mungkin saja dia nggak biasa sarapan berat."
Yusuf terdiam, Mas Hasan. Panggilan itu terngiang-ngiang di kepala Yusuf. Bukan karena ia cemburu karena ia sendiri tahu mereka bersaudara, namun melihat sikap istrinya selepas dari rumah Azkia kemarin ia sudah cukup terbuka kepada Hasan bahkan sudah mau berbicara dengan lelaki itu. Apakah karena Nazwa sudah tahu Hasan adalah suadaranya?
"Hasan, ayo sini kita sarapan. Bagaimana tidur mu semalam?" Tanya Yusuf.
"Alhamdulilah nyaman, maaf yah merepotkan kalian berdua."
"Hasan, Nazwa nggak tahu kamu biasanya sarapan dengan apa. Untuk berjaga-jaga dia meyiapkan beberapa roti dan selai, ohiya kau minum apa?"
"Maa syaa Allah, kenapa harus repot-repot aku hanya dengan roti saja sudah cukup kok minum apa saja juga boleh," jawab Hasan tak enak hati.
Nazwa lalu menyiapkan dua cangkir teh hangat untuk Yusuf dan juga Hasan. Dan untuk pertama kalinya Hasan melihat senyuman Nazwa terbit untuknya.
"Bagaimana keadaan Ibumu? Sudah baikan?" Tanya Yusuf sembari mengunyah makanannya.
Hasan mengangguk.
"Kata tetangga mereka sempat mendengar suara antara Ibu dan juga seorang wanita tengah berbicara. Dan kalau nggak salah sih wanita itu datang dan mengaku sebagai anaknya Ibu," jawab Hasan.
Spontan Yusuf menatap punggung istrinya yang tengah sibuk dan Nazwa yang mendengar ucapan Hasan langsung beristigfar di dalam hati. Ternyata, kehadirannya cukup membuat Ibunya tertekan sampai sakit.
"Mungkin hanya salah alamat atau gimana gitu," jawab Yusuf segera.
Hasan mengangguk, namun ada satu sangkaan yang berada di dalam kepalanya dan harus ia sampaikan.
"Kata Mbak Annora itu orang gila," ucap Hasan
"Tapi, aku nggak pernah melihat Ibu setertekan itu Suf. Ibu bukan tipikal orang yang memikirkan hal-hal seperti itu namun setelah mengucapkan hal tersebut Mbak Annora menarik perkataannya dan dia rasa ada yang berbeda," ucap Hasan akhirnya.
"Kamu tahukan San, kalau kadangkala orang tua itu semakin bertambah umur jadi semakin sensitif," jawab Yusuf berusaha menbuat Hasan tidak berpikir sejauh itu.
"Iya juga, tapi sejauh ini kondisi Ibu memang sudah cukup membaik. Itu sudah lebih dari cukup kok."
Yusuf mengangguk "Titip salam yah sama Tante Rahma semoga nanti lekas bersua."
Nazwa berusaha menahan hati agar tidak terlibat di dalam percakapan kedua lelaki di belakangnya kini, dia benar-benar harus di buat tahan banting agar tidak terlihat lemah. Padahal, air matanya terasa akan jatuh pada saat itu juga.
"Ini brownis buatan ku, kemarin aku nonton video tutorial memasak dan akhirnya berhasil buat ini. Ayo di makan dulu," ucap Nazwa lalu meninggalkan dapur.
"Terimakasih," ucap Yusuf sembari memperhatikan punggung Nazwa yang perlahan menjauh darinya.
"Nazwa nggak sarapan?" Tanya Hasan.
"Biasanya dia sarapan, tapi mungkin dia lupa menyiapkan pakaian untuk ku," jawab Yusuf beralibi.
Hasan terus beristigfar di dalam hatinya, bagaimana bisa perasaannya masih sama untuk istri sepupunya sendiri? Bahkan, melihat senyum Nazwa dia lupa bahwa wanita itu sudah bersuami. Harusnya, Hasan menjauh sejauh mungkin untuk menghilangkan perasaannya, namun ia malah semakin dekat dengan Yusuf. Hasan kembali berpikir, apakah yang ia lakukan ini adalah godaan setan yang berhasil? Tidak, harusnya memang ia menjaga jarak dengan Nazwa dengan tidak bertemu dengan Yusuf ketika wanita itu ada sebab, sama saja ia tengah mempersulit dirinya dan secara tidak langsung is menjerat dirinya di dalam dosa yang tidak seharusnya ia lakukan.
"Yusuf, terimakasih yah atas tumpangan mu malam ini, maaf merepotkan mu. Ohiya, sepertinya aku harus segera ke sekolah," ucap Hasan pamit lalu meninggalkan Yusuf.
Yusuf duduk sendiri dan menyelami keaadaan yang di ceritakan Hasan olehnya. Apakah benar Nazwa ke sana malah bertemu dengan Rahma? Dan apakah Nazwa memang sudah mengetahui segalanya? Tapi, mengapa wanita itu hanya diam dan bersikap biasa saja?
"Yaa Allah, berantakan sekali pikiran ku," ucap Yusuf bermonolog.
———-
Kembali up lagi hehe. Selamat membaca jangan lupa vote dan comment🥰
KAMU SEDANG MEMBACA
Wanita Kedua Suamiku (On Going)
RomanceNazwa berpikir, bahwa pernikahannya adalah pernihakan bahagia yang jauh dari kata sedih. Di perlakukan bagai ratu, menjadi Ibu dari seorang anak angkat yang cantik juga baik, selalu di sayangi oleh suaminya dan juga rumah tangganya terbilang minim k...