Hari cerah di negara yang di juluki kota singa, seorang wanita tua tersenyum bahagia. Akhirnya, ia bisa kembali ke negara asalnya, bisa berjumpa dengan anak perempuannya yang sudah lama sekali tidak ia temui. Rasanya rindu itu semakin menusuk hati karena ia memutuskan tak ingin mengabari apapun kepada Putrinya mengenai sakit kanker yang menggerogotinya hingga ia sembuh.
"Ummi, rasanya sudah tidak sabar untuk bertemu Nazwa."
Gibran tersenyum menyetujui hal itu, rasa rindunya juga tak kalah hebat. Ini bukan rindu antara Adik dan Kakak namun, rasa rindunya antara wanita dan lelaki. Dirinya sudah mengetahui bahwa Nazwa bukanlah Adik kandungnya bahkan dari Gibran kecil, ia di ajarkan menjaga batasannya kepada Nazwa dan banyak hal lain. Mencintai Nazwa, namun cinta itu harus ia simpan rapat-rapat adalah sesuatu yang sulit di tahan. Bahkan, lelaki ini beberapa kali menerima pekerjaan di luar kota dan berpindah-pindah tempat demi membatasi pertemuannya dengan Nazwa yang kala itu sudah menginjak dewasa.
"Aku sudah menghubungi Yusuf, katanya Nazwa hari ini tidak kemana-mana. Ada baiknya kita langsung kerumahnya saja?" Tanya Gibran.
Ruqaiyyah tersenyum.
"Ide yang bagus Gib, Abi mu mana?" Tanya Ruqaiyyah lagi.
"Tengah menunggu taksi yang akan kita tumpangi ke bandara."
.
.
.
"Nazwa, aku sudah memikirkan hal ini matang-matang sedari malam," ucap Yusuf membuka suara.
Nazwa menatap Yusuf dengan tatapan tanya "Apa?"
"Begini, Khalisa tengah mengandung. Ia harus kemari tinggal bersama kita, dan juga kau harus menerima keberadaannya dan statusnya sebagai istriku juga," ucap Yusuf.
Nazwa tertawa garing, spontan tangannya melepaskan sendok dan garpu yang tengah ia pegang.
"Tidak cukup menyakitiku dengan kebohongan yang kau buat selama ini?"
"Kebohongan apa? Bahkan jauh sebelum insiden kecelakaan itu aku berniat memberitahumu," jawab Yusuf tenang.
"Hentikan omong kosongmu Yusuf," bentak Nazwa keras, bahkan tubuh wanita itu terlihat bergetar.
Degh..
Bentakan ini kali pertama Yusuf dapati, bukan hanya itu saja rasanya beda ketika Nazwa menbentaknya. Selama ini Nazwa selalu baik, patuh, dan juga lembut terhadapnya. Tapi sekarang? Sungguh, ia tak menyangka kejadian ini sukses merubah Nazwa sepenuhnya.
"Kau melihatku diam, tidak banyak bicara ketika kau pulang kerumah ini dengan sepihak kau menganggapku menerima perbuatan kotormu itu? Heyy, buka matamu aku menerimamu pulang kemari dan tak mengajakmu bertengkar karena level kebencianku terhadapmu sudah meningkat sangat-sangat banyak. Apa kau tak sadar?" Ucap Nazwa.
"Kita saling mencintai, aku mencintamu itu faktanya, aku tahu kau tak membenciku. Kita suami istri, aku tahu kau sekarang tengah belajar menerima keadaan ini."
"Sejak kapan perselingkuhan di terima? Sejak kapan kebohongan di dalam rumah tangga juga di terima?"
Yusuf terdiam.
"Jika Khalisa akan kemari, aku siap angkat kaki dari rumah ini. Aku sudah beli rumah baru untukku tinggali dan juga Safa. Kau tahu? Aku tidak sudi jika harus satu atap dengan wanita kotor seperti Khalisa."
"Tidak, jangan meninggalkan rumah ini. Kau adalah ratu di dalam rumah ini."
"Aku ratu di rumah ini? Hahah..bagaimana aku bisa menyebutmu raja? Kalau kau harus membangun dua istana sekaligus, kau tahu? Untuk satu istana saja raja sangat sulit mengaturnya bagaimana dengan dua istana? Kau pasti tahu jawabannya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Wanita Kedua Suamiku (On Going)
Roman d'amourNazwa berpikir, bahwa pernikahannya adalah pernihakan bahagia yang jauh dari kata sedih. Di perlakukan bagai ratu, menjadi Ibu dari seorang anak angkat yang cantik juga baik, selalu di sayangi oleh suaminya dan juga rumah tangganya terbilang minim k...