"Kita minggu ini udah mau liburan, tapi aku lihat kamu masih sibuk apa kali ini kamu ingin menyelesaikan pekerjaanmu dan liburan dengan tenang?" ucap Nazwa sembari menuangkan teh di cangkir Yusuf.
Yusuf yang tengah membuka ponselnya tiba-tiba berhenti. Ia menatap Nazwa dengan dalam lalu berucap "Sayang, sepertinya liburan minggu ini kita tunda dulu deh. Aku harus urus pekerjaanku ke luar negeri, aku harus ke sana minggu ini karena ada investor asing yang harus ku temui, mungkin akan mempengaruhi kemajuan perusahaan propertiku," ucap Yusuf dengan suara kecil.
Nazwa yang tengah mengaduk teh tiba-tiba terhenti. Dia menatap Yusuf.
"Mas, sudah dari satu bulan yang lalu kita ngomongin masalah inikan? Safa tiap hari bahas liburan di telingamu dan hari ini kamu ngomong batalin? Kamu tega banget sama Safa," ucap Nazwa dengan nada marah.
"Tapi ini masalah pekerjaan, pekerjaan yang nggak bisa kita tunda. Orang yang akan kutemui adalah orang penting, dia sibuk, hari ini dia di negara A besok lagi dia di negara B. Mumpung dia sudah atur jadwal aku harus ikut ke dia kita bisa liburan di waktu-waktu lain kok," jawab Yusuf lalu berdiri memegang bahu Nazwa.
Lelaki itu terus berusaha membuat Nazwa yakin seyakin-yakinnya.
"Waktu-waktu lain? Bahkan kamu di rumah saja sangat jarang. Kamu pergi pagi buta dan pulang sudah larut malam, itu yang kamu bilang waktu-waktu lain?"
"Kita bisa atur ulang jadwal liburan kita, aku janji setelah urusan ini kita akan liburan dengan tenang tanpa di ganggu dengan urusan pekerjaan," ucap Yusuf lagi.
"Tolong di pikirkan lagi. Aku nggak mau lihat Safa kecewa," ucap Nazwa dengan suara sudah memelan.
Yusuf menggeleng "Keputusan sudah finall, lusa aku akan berangkan ke Paris bersama tim," ucap Yusuf.
Mendengar kata Paris, Nazwa tertarik. Bahkan, Paris adalah tempat yang akan mereka kunjungi.
"Kenapa tidak sekalian membawa kami?"
"Karena saat sampai di bandara, kami akan langsung di jemput oleh tim dari kantor investornya dan langsung ke kantor untuk membicarakan urusan bisnis," ucap Yusuf.
"Apa kalian akan sesibuk itu di sana?" Tanya Nazwa lagi.
"I-iya," jawab Yusuf seolah tak yakin.
Nazwa kembali curiga. Yusuf adalah lelaki yang selalu mementingkan kepentingan keluarganya, namun setelah kecurigaan Nazwa timbul lelaki malah semakin berubah. Atau, Nazwa memang baru sadar sekarang?
"Baiklah," jawab Nazwa dengan senyum terpaksa.
"Aku akan memberitahukan ini kepada Safa, mungkin kami bisa pergi ke taman bermain atau kemana saja untuk meredakan rasa sedihnya," ucap Nazwa.
"Aku harap kamu bisa mengerti keadaanku kali ini."
"Kamu harap aku bisa mengerti? Kau tahu? Aku selalu mengerti keadaanmu. Sudah enam tahun kita menikah dan aku selalu mengerti, tentang pekerjaanmu, tanggung jawabmu, semuanya aku mengerti Mas. Tapi ku harap, kalimat mu barusan bukanlah sebuah kalimat dengan maksud lain," jawab Nazwa lalu meninggalkan Yusuf.
"Maksud lain bagaimana maksudmu?" Ucap Yusuf lalu menarik lengan Nazwa.
Nazwa menoleh, lalu melemparkan senyum termanisnya "Kalimat ku di akhir sepertinya membuatmu terpancing," jawab Nazwa menatap manik mata Yusuf dengan tajam lalu melepaskan tangan Yusuf.
Yusuf menatap dalam-dalam punggung Nazwa yang perlahan menjauhinya. Lelaki itu menghela nafas berat, akhir-akhir ini Nazwa lebih berani berbicara banyak.
"Kakak, kamu sudah siap?" Panggil Nazwa.
"Sebentar Bunda, buku Safa yang Bahasa Indonesia ku hilang entah kemana," sahut Safa lagi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Wanita Kedua Suamiku (On Going)
RomanceNazwa berpikir, bahwa pernikahannya adalah pernihakan bahagia yang jauh dari kata sedih. Di perlakukan bagai ratu, menjadi Ibu dari seorang anak angkat yang cantik juga baik, selalu di sayangi oleh suaminya dan juga rumah tangganya terbilang minim k...