Dekat namun tak dekat

1.8K 60 0
                                    

Setelah memberikan jawaban pasti perihal perjodohan yang di lakukan orangtua kami, Mas Yusuf terus mendapatkan dorongan dari kedua orangtuanya untuk terus berusaha mendekatiku. Walaupun memang berat baginya.

Aku tidak tahu apakah dia benar-benar serius memilihku untuk menjadi penyempurna agamanya, atau hanya sekedar memenuhi keinginan kedua orangtuanya. Kali ini aku masih di dalam kamar, samar-samar aku mendengar suara yang sumbernya belum ku ketahui darimana.

"Nazwa masih harus ngejar cita-cita, dia masih harus menghabiskan masa mudanya dengan bergembira. Bukan malah menjalani pernikahan yang kita sendiri tidak tahu kalau Yusuf itu serius atau tidak terhadapnya."

Suara itu adalah suara Mas Gibran, semenjak keluarga terkesan memaksaku untuk memberikan jawaban, Mas Gibran pantang mundur menentang keinginan mereka. Aku sedikit setuju dengannya, walau mencintai Mas Yusuf, aku juga masih harus memikirkan hal ini matang-matang. Karena, semenjak berpisah darinya dari dulu-dulu aku tidak tahu banyak tentang dirinya, kepribadiannya bahkan bagaimana ia berinteraksi dengan orang-orang.

"Gibran, Nazwa itu sudah menenuhi syarat untuk menikah. Dia harus mempunyai pelindung dimanapun dia berada, apa kamu nggak takut Adik kamu kenapa-kenapa di luar sana dan tidak punya orang yang bisa lindungi dia?" Ucap Ummi menjawab argumen Mas Gibran.

"Aku ada Ummi, nggak mungkin aku biarkan Nazwa sampai kenapa-kenapa di luar sana."

"Abi dan Ummi sudah punya banyak pertimbangan untuk Nazwa. Dan pemikiran-pemikiran kamu mengenai ketakutan kamu nggak akan kami terima. Yusuf sudah dewasa, sudah mampu menaungi Nazwa. Itu saja Nak, Ummi dan Abi nggak mau bertele-tele lagi. Apalagi harus membahas ini setiap hari."

Aku lalu keluar untuk meredakan suasana. Mas Gibran tiba-tiba saja diam sementara itu Ummi dan Abi juga kembali ke kegiatan mereka masing-masing.

"Masuk ngajar yah Nak?" Tanya Ummi.

Aku menggeleng "Nggak Ummi, hari ini Mas Yusuf buat janji katanya harus fitting baju pengantin bareng-bareng," jawabku cepat.

"Biar Mas antar," ucap Mas Gibran.

"Ide bagus," jawabku cepat.

"Nggak, nggak perlu. Kata Tante Rani kamu akan di jemput sama Yusuf. Lagian hari ini Mas Gibran mau lihat pembangunan kantor barukan?" Ucap Ummi.

"Bisa di lihat besok."

"Nggak usah Mas, beri Adikmu waktu untuk dekat dan saling kenal sama calon Suaminya," ucap Ummi lagi.

"Yaudah, Naz kamu jaga diri. Ummi dan Abi ini sudah mulai nggak peduli sama kamu sampai biarin kamu jalan bareng cowok yang belum jadi mahrommu," ucap Mas Gibran lalu berdiri meninggalkan kami.

Sepeninggal Mas Gibran, Ummi mulai berbicara tentang Mas Gibran. Aku paham kenapa dia seketat itu. Pertama, karena dia seorang Kakak dan kedua Mas Gibran sedari dulu itu selalu protektif terhadapku.

Tak lama kemudian, klakson mobil berbunyi di bareng dengan teriakan Abi yang terdengar.

"Naz, Yusuf sudah datang."

Aku lalu mengambil air putih dan minum, setelah itu berjalan kedepan. Di sana, aku sudah melihat Mas Yusuf yang tengah menyalami tangan Abi dan di susul menyapa Mas Gibran namun tidak di sapa balik.

"Saya titip Nazwa. Ingat yah Suf, Nazwa dan kamu hanya perlu kenal, tidak boleh terlalu jauh sampai pegang tangan dia," ucap Abi mengingatkan.

"Pasti Paman, saya akan menjaga amanah Paman," jawabnya dengan senyum manis.

"Kalau pulang, biar Mas jemput."

"Siap Mas," jawabku cepat

"Mas nggak perlu khawatir, aku pasti menjaga diri seperti yang selalu Mas perintahkan," sambungku untuk menenangkan Mas Gibran.

Mas Yusuf lalu memberiku kode untuk mengikutinya. Sebelum masuk kedalam mobil, Mas Yusuf membukakan pintu mobil di kabin belakang. Iya, aku duduk di kursi belakang.

Setelah meninggalkan pekarangan rumah, terlihat Mas Yusuf yang hanya diam saja. Mau tidak mau aku juga mencari kesibukan sendiri.

"Dengar-dengar dari Paman Fauzan kau ingin melanjutkan kuliah yah?" Tanyanya dengan nada datar.

"Iya," jawabku singkat.

Dia hanya mengangguk, tidak memberikan respon apapun setelah itu. Hingga, beberapa menit kemudian kami sampai di tempat tujuan kami. Di sana, sudah ada asisten desainer yang yang tengah menunggu kami.

"Selamat datang, benar dengan Tuan Yusuf dan juga Nona Nazwa?"

"Iya benar."

"Baiklah, silahkan masuk."

Kesan pertama yang kami dapatkan adalah ruangan dengan desain mewah dan juga jejeran pakaian pengantin yang mewah juga elegan. Mas Yusuf segera berdiskusi tentang tema, warna, dan juga bahan yang akan kami gunakan. Sementara aku? Aku hanya bisa duduk dan menatap keindahan gaun-gaun pengantin ini dengan tatapan takjub.

"Loh sedari tadi yang semangat calon pengantin pria loh, jarang-jarang ada yang begini. Apa calon pengantin wanitanya nggak mau beri pendapat atau saran untuk pakaian yang akan kalian kenakan?" Tanya wanita yang berusia seperti Ummi.

Aku menggeleng.

"Semua yang sudah di tentukan oleh Mas Yusuf pasti bagus kok," jawabku.

"Yaudah..ayo sini kita ukur dulu. Kalau bahan pastinya calon mempelai lelaki sudah memilih bahan terbaik dan juga mahal. Kamu tinggal pilih desain aja."

Aku mengangguk, lalu berjalan kearah wanita itu. Dia langsung menyodorkan beberapa desain yang bisa aku pilih.

"Maa syaa Allah, bagus semua. Jadi bingung buat milih," jawabku dengan suara kecil.

Wanita itu terkekeh.

"Kamu lucu deh. Bagaimana pendapatmu mengenai dress yang akan calon Istrimu kenakan?"

Spontan aku menoleh kearah Mas Yusuf. Wajah datarnya belum terbit senyum sadari tadi.

"Pastikan saja semua sesuai syariat. Perhatikan bagaimana pakaian dirinya sekarang, berikan desain terbaik juga tertutup untuknya."

Aku mengangguk setuju.

"Baiklah. Bagaimana kalau yang ini?" Tanyanya menunjukkan salah satu desainnya.

"Aku mau yang ini. Memenuhi syarat," jawabku mengacungi jempol karena aku bisa langsung suka dengan desainnya.

"Baiklah, ayo kita ukur dulu."

Setelah melewati beberapa rangakian fitting baju ini, akhirnya kami selesai. Di luar, Mas Yusuf ternyata kedatangan asisten yang mengajakku untuk makan bersama bahkan membawakan beberapa set gamis yang bisa kupilih untuk mengganti pakaianku. Dan ternyata, di luar dugaanku kami tidak pergi untuk makan siang santai melainkan menghadiri sebuah acara formal untum rekan bisnis Mas Yusuf.

"Nazwa, hari ini aku akan mengenalkanmu sebagai calon Istriku. Ini langkahku untuk lebih dekat denganmu," ucapnya singkat sampai kami benar-benar berada di kerumunan rekan bisnisnya.

Perkenalan yang di buat berkesan. Bukan karena kedekatan kami, karena jujur saja kami hanya melempar kata ketika di mobil tadi sebelihnya dia selalu menghindar tapi, karena aku langsung di bawa untuk terjun langsung dalam dunia pekerjaan sekaligus pertemannya.

Salah satu moment mengejutkan yang baru kurasakan. Jauh dari ekspetasiku tapi ku yakin, ini cara Mas Yusuf menjaga jarak dariku karena kami belum menikah.

Wanita Kedua Suamiku (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang